gambar : www.bni-life.co.id |
Sudah lama berjanji di wall facebook untuk menuliskan
pengalaman (merasa) salah membeli asuransi. Sebenarnya, minggu lalu sudah posting tulisan tentang itu. Tapi entah mengapa,
rasanya nggak sreg dengan tulisan itu sehingga saya kembalikan menjadi draft.
Ribet banget mau posting gini aja :D
Saya adalah nasabah asuransi unit
link. Dulu-dulu
pas beli polis sih merasa no problem. Bahkan merasa bangga karena sudah mulai
investasi sejak dini. Sebelum lanjut, ada baiknya kita lihat lagi pengertian unit
link, yakni sebuah produk asuransi jiwa yang menggabungkan manfaat proteksi dan
investasi.
Saya tekankan di sini bahwa merasa salah bukan berarti menganggap produk tersebut salah. Kalau salah (mengandung unsur pidana) mestinya pemerintah sudah melarang produk ini dipasarkan kan? Saya merasa salah karena setelah cek and ricek, produk tersebut tidak sesuai dengan rencana keuangan keluarga.
Saya tekankan di sini bahwa merasa salah bukan berarti menganggap produk tersebut salah. Kalau salah (mengandung unsur pidana) mestinya pemerintah sudah melarang produk ini dipasarkan kan? Saya merasa salah karena setelah cek and ricek, produk tersebut tidak sesuai dengan rencana keuangan keluarga.
Polis unit link pertama saya beli tahun 2006. Hingga
terakhir tahun 2013, ada dua polis atas nama saya, satu atas nama anak, satu
atas nama suami. Empat polis dikeluarkan oleh tiga perusahaan asuransi yang berbeda. Meski merasa produk ini tidak
tepat, bukan berarti kemudian saya lepas semua lho. Dengan pertimbangan tertentu,
tiga polis masih saya lanjutkan pembayaran preminya. Sedangkan satu polis (yang
atas nama suami), kami stop dengan konsekuensi nilai tunai yang kami terima
jauh lebih rendah dibandingkan jumlah yang sudah kami setorkan selama dua tahun.
Tentang proses stop premi, nanti saya tulis tersendiri.
Berikut poin-poin yang bisa saya catat dalam pembelajaran
ini :
- Fokus pada investasi, bukan asuransi
Sepertinya ini hal yang dialami banyak nasabah unit link.
Terlebih memang karena sepertinya banyak agen mengedepankan aspek investasi
saat penawaran produk. Pun orang jadi tertarik berasuransi karena ada
investasinya. Meski ini ternyata berakibat baik asuransi maupun investasinya
sama-sama tidak optimal. Kesalahan ini terutama pada polis pertama
dan kedua yang saya ambil semasa masih lajang. Berhubung saat itu masih belum
ada tanggungan, ya jelas agen mengambil celah di investasi dong. Pikir-pikir
sekarang, saat itu juga bukan waktu yang
tepat untuk membeli polis asuransi jiwa terlebih dengan manfaat tambahan
(rider) rawat inap, kecelakaan, dan penyakit kritis. Tanpa rider yang
sebenarnya tidak urgent bisa membuat uang tanggungan lebih besar.
Mengapa bukan waktu yang tepat? Karena saat itu saya masih punya cover kesehatan dan
asuransi dari kantor. Plus, tidak ada tanggungan keluarga yang butuh dilindungi
jika terjadi sesuatu dengan saya. Saat itu, untuk ahli waris saya cantumkan
nama kakak dan keponakan yang mana mereka adalah tanggungan suami kakak
(sekarang sudah saya ubah menjadi nama anak kandung dan kakak saya. Kakak tetap saya cantumkan karena ahli waris sudah harus cakap hukum --eh yang kayak gini dulu nggak dijelasin sama agen saya). Semestinya dana akan
lebih berkembang jika langsung saya belikan produk full investasi.
Tapiiii, walaupun tertarik dengan iming-iming asuransi,
komposisi asuransi dan investasi kalau tidak
salah 70 : 30. Artinya, hanya 30 persen dari premi yang dialokasikan untuk
investasi. Pantesan, hingga menjelang berakhir masa kontrak pembayaran (10
tahun), nilai tunai tidak sehebat dalam ilustrasi. Ya siih, dulu juga dibilang,
angka-angka hebat itu tuuh cuma ilustrasi :D. Sementara, untuk polis atas nama
suami (tapi saya yang mengurus mulai dari ngobrol-ngobrol dengan agen hingga
pembayaran premi – suami tinggal tanda tangan), komposisi asuransi dan investasi adalah 50 :
50. Dengan premi Rp 500.000 per bulan, nilai tunai yang bisa saya ambil ketika
memutuskan cuti premi setelah dua tahun (artinya total dana yang sudah disetor
Rp 12 juta) adalah Rp 4,8 juta.
- Uang Pertanggungan (UP) rendah
UP polis pertama saya Rp 150 juta, polis kedua Rp 50 juta,
dan polis suami Rp 250 juta. Issssh, buat saya yang nggak pegang uang
gede-gede, duit segitu rasanya buanyaak. Apalagi dulu, tahun-tahun ketika saya
masih single dan baru punya penghasilan, sementara sebelumnya adalah mahasiswi dengan uang saku
pas-pasan ^-^. Sekarang, setelah ada dua
anak, uang segitu juga masih besar sih hehehe. Tapi apa cukup untuk biaya
jangka panjang anak-anak jika terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan? Tersadar
lagi jika UP itu rendah setelah membeli asuransi jiwa murni untuk suami. Dengan
premi 3,8 juta untuk periode 10 tahun, UP-nya sebesar Rp 750 juta.
- Tidak membaca polis secara detail
Banyak kasus ketidakpuasan terhadap asuransi karena nasabah
tidak sepenuhnya memahami poin-poin yang tercantum dalam polis. Sementara, agen
juga tidak menjelaskan semuanya. Lha, agen punya keterbatasan dan kepentingan
(apalagi kalau agen nakal, kalau bisa poin-poin yang mengandung bom waktu tidak
dipaparkan). Pementara poin-poin dalam polis itu banyak. Buku polisnya saja
tebal macam diktat kuliah. Istilah-istilah
dan susunan bahasanya pun banyak yang tidak familiar dengan keseharian. Jujur
saja, saya nggak sepenuhnya paham walau berusaha baca polis :D. Makanya kalau
ada poin-poin polis yang dicuplik di artikel-artikel para financial planner,
jadi baru ngeh : oooh itu toh maksudnya :D
- Abai terhadap laporan transaksi bulanan
Ini saya banget nih karena walau di awal dulu tertarik akan
investasinya, tapi toh tetap saya anggap “uang hilang”. Yang kelak nanti jadi
kejutan (kejutan kok direncana diri sendiri :D). Terlebih waktu-waktu
awal dulu, nggak mudeng bagaimana cara membaca laporan transaksi bulanan. Paling-paling
saya lihat saja nilai tunainya. Terus, dulu laporan transaksi dikirim ke
alamat kantor suami lalu kantor suami pindah. Saya cuek saja walau akibatnya
laporan transaksi tidak saya terima. Setelah beberapa lama, baru deh saya urus
pindah alamat. Terakhir saya ubah lagi pengiriman laporan transaksi, tidak lagi
ke alamat fisik, tapi ke email. Dengan
menggunakan email, tak masalah kalau alamat fisik pindah kemana saja.
- Menunda-nunda stop polis
Untuk kasus polis suami, ketika pertama kali saya mencari
informasi tentang tata cara penghentian polis –ke kantor cabang di Siantar-,
nilai tunai saat itu masih di atas Rp 6 juta. Namun, saya menunda-nunda
eksekusi penghentian polis. Plus selama masa penundaan itu saya tidak membayar
premi selama dua bulan. Setelah itu baru saya kembali ke kantor cabang lagi.
Berhubung sudah dua bulan tidak bayar, nilai tunai sudah berkurang.
- Kurang mencari informasi
Terasa sekali jika pembelian polis-polis saya tidak didasari
pencarian informasi yang memadai. Tapi saat itu sih, rasa-rasanya sudah mencari
informasi tambahan (selain dari agen), baik dari sesama pemegang polis maupun dari internet. Bahkan, pada agen
pun rasanya sudah tanya ini – itu. Tapi mungkin karena memang pengetahuannya
masih minimalis, jadi tidak ada sikap kritis. Lha saat ini saja rasanya
pengetahuan tentang asuransi masih minimalis, apalagi saat itu.
Terus Bagaimana?
Menyesal? Marah – marah pada agen dan perusahaan asuransi?
Rasanya kalau melakukan itu malah bikin hati tak nyaman. Toh dulu membeli secara sadar, bukan
karena jebakan betmen :D. Plus ada agen yang walau kenal sebatas agen-nasabah, tapi
masih suka menyapa meski hanya via SMS. Kalau saya tanya ini-itu, si bapak agen juga bersedia
menjawab dengan sabar. Setidaknya itu wujud service
bahwa dia tidak hanya mau uang saya.
Supaya tidak nyesek-nyesek amat, saya sih memilih untuk
memandang “kerugian” dengan cara berbeda, yakni “membayar-harga-ketidak-tahuan”
plus “semua investasi pasti ada risikonya”. Untuk kasus stop polis, saya juga sudah
tahu kalau di bawah lima tahun masa bayar premi, nilai tunai masih rendah.
Selain itu, kalau ternyata selama dua tahun ada kejadian (buruk) yang masuk
dalam coverage polis, kan saya dapat manfaatnya. Tapi Puji Tuhan tidak ada
kejadian buruk itu.
Yang lalu biarlah berlalu dan jadi pembelajaran penting.
Kalaupun bukan untuk orang lain, setidaknya untuk diri sendiri.
Salam
(LSD)
walah, kecil bener dik, nilai yg bisa diambil.
BalasHapusWaktu itu, aku pernah tanya sama agen yg syariah, kekurangan asuransi konvensional unit link memang seperti itu. Besar pembagian di awal, tp diakhirnya malah sedikit sekali.
Dan memang si, kalo blm tanggungan jgn ambil asuransi jiwa.
Saat ini aku juga masih melakukan kesalahan, malas baca laporan polis. nanti ku baca dan ku print deh, biar ngerti maksud laporannya. Thanks berbaginya dik.
iya mbak. UP-nya juga kecil banget dibandingkan asuransi term life. Eh aku juga masih belum rutin baca laporan hihihi. palingan kalau baca lihat nilai tunainya doang :D
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusMemilih asuransi ini saya juga masih meraba2. Trims tipsnya mbk ;)
BalasHapussama-sama mbak Aprilia. Mudah-mudahan mengambil asuransi yang tepat :)
Hapusterima kasih sudah berkunjung ya :)
Mbak, mau tanya. Untuk laki-laki 25 thn, blm punya tanggungan dng penghasilan rata-rata 8-10juta/bln dan punya BPJS Kesehatan & Ketenagakerjaan, lebih baik asuransinya bentuk investasi ya? Aman tidak ya kalau preminya sampai 1juta/bulan karena sy khawatir akan banyak pengeluaran seiring nanti punya istri/anak.
BalasHapusmas Fauzi, saya merasa belum cakap untuk memberi saran. Tapi saya pernah baca saran seorang finansial planner bahwa kalau masih muda, mending fokus ke investasi (yang bukan dicampur asuransi). Sebab sdh ada BPJS. Tapi kembali ke pilihan masing-masing. Bisa jadi ada yang merasa butuh asuransi pendamping selain BPJS.
HapusMba.. Mau tanya itu yg 3,8 dgn UP 750 itu asuransi apa? Uangnya pure ilang buat asuransi atau bisa dicairkan? Sya bener2 masih blank urusan asuransi.. Tolong dijawab ya mb kalo ngga keberatan.. Bisa email ke santiary80@gmail.com
BalasHapusMakasii sebelumnya 😊
Mbak Santy, maaf ternyata tulisan saya tidak lengkap. Untuk asuransi dengan UP 750 juta itu maksudnya premi per tahun Rp 3,8 juta untuk periode 10 tahun pertama. Jika masih lanjut akan naik di tahun ke-11, ke-21 dst. Uangnya akan hangus karena itu asuransi jiwa murni
HapusHalo mba salam kenal :), bisa tolong diinfo asuransi jiwa yg murni apa ya? Saya cari2 info blm dpt, rencana mau tutup asuransi unit link jg dan beralih ke asuransi jiwa murni aja. Jika berkenan bisa email ke indah.beloved@gmail.com terima kasih sebelumnya
BalasHapusNice Info
BalasHapus