pic by pixabay |
Berbagi cerita tentang si Elo (4,5 tahun) yang susah bangeeet minum obat. Definisi susah minum obat di sini adalah menolak
segala jenis obat (saat sakit tentunya). Dan definisi obat di sini adalah
yang-disebut-obat-pada-umumnya, yakni obat dari dokter/apotik atau ramuan
tradisional yang mesti diasupkan layaknya obat.
Yang saya maksud ramuan tradisional itu bukan jenis yang bisa
saja kita-nggak-tahu-apa-nama-bahan-dasarnya, seperti kalau beli di toko-toko
obat/jamu. Ramuan obat tradisional buat Elo itu misalnya sekedar madu dengan
jeruk nipis kalau lagi batuk. (Itu dulu sih, kalau sekarang doyan banget minum
madu).
Asal dia merasa cairan tersebut adalah obat, Elo akan menolak
dengan keras meski dibujuk dengan segala cara. Bahkan hingga dipaksa. Padahal
ya, namanya obat untuk anak kecil kan biasanya berbentuk sirup dan rasanya
manis. Tetap saja dia OGAH!!! (huruf besar plus tanda pentung). Jadi jangankan
obat puyer atau tablet yang digerus, lha wong obat sirup saja nggak mau (eh
puyer itu dari tablet yang digerus nggak sih?). Kalaupun awalnya mau, tapi bagi
dia rasanya aneh, selanjutnya nggak bakalan mau lagi.
Sangat mungkin situasi ini disebabkan karena dia trauma
obat. Dibandingkan Ale, mas-nya, Elo memang lebih sering sakit pada masa
kecilnya. Fase sering sakitnya adalah sekitar usia satu hingga tiga tahun. Di
rentang usia tersebut, Elo tiga kali menjalani opname di rumah sakit. Belum
lagi sakit “biasa”, yang tidak perlu ke rumah sakit dan hanya perawatan di
rumah.
Baca : Elo Sakit Hirschprung
Di usia kurang dari setahun, pemberian obat masih relatif
mudah. Dia masih begitu kecil, dengan sedikit trik obat bisa masuk ke tubuhnya.
Waktu Elo bayi, saya kasih obat pakai spuit yang diambil jarumnya. Diajak
nyanyi-nyanyi atau apalah, asal mulutnya membuka sedikit, si obat bisa masuk ke
mulut lanjut ke perut.
Namun, beranjak besar, memberikan obat adalah perjuangan
tersendiri. Mungkin trauma obat-nya berawal dari opname pertama kali yang
hingga sepuluh hari di rumah sakit. Jangankan anak kecil ya... Kita saja, orang
dewasa, saat sakit dalam waktu cukup lama, pasti bosan minum obat. Dia bosan,
eneg sama obat, sementara kami –saya dan BJ- cemas luar biasa.
Elo (kiri) opname tahun 2015 (ultah pertama di rumah sakit) |
Seingat saya, saat di rumah sakit, pemberian obat oral
diserahkan pada pendamping pasien. Perawat hanya mengantar obat dan memberikan
jadwal/cara minum obat. Melihat kondisi Elo yang tidak juga sembuh, kami
bener-bener berusaha supaya dia minum obatnya. Awalnya ya pasti dengan cara-cara
halus, membujuk-merayu-mengalihkan perhatian. Tapi, ketika dia tetap menolak,
dengan terpaksa kami gunakan superioritas selaku orangtua.
Paksa!
Tubuhnya kecil dan juga sakit. Meski berusaha berontak seuat
tenaga, tetap saja dia kalah. Obat bisa masuk, tapi sangat mungkin dia jadi
trauma. Selanjutnya, dia sangat jadi sulit minum obat. Meski dibujuk, dengan
rayuan pulau kelapa hingga rayuan pulau Papua, tetap sulit untuk memberinya
obat. Kesulitan yang pada akhirnya juga kami hadapi dengan paksaan.
Duuuuh...Makin bencilah dia sama obat.
Waktu opname ketiga (di usia sekitar dua tahun), saya sampai
menolak pemberian resep obat oral. Saat itu dia diare hingga demam tinggi. Saya
minta pada dokter supaya pemberian obat sebisa mungkin mungkin dilakukan dengan
cara infus. Sebab, memberikan obat lewat mulut akan membuat dia berontak dan
sangat mungkin merusak posisi jarum infusnya. Kalau sampai demikian, mesti
suntik jarum infus lagi. Hedew... Pengalaman beberapa kali Elo infus : tak
semua perawat terampil mencari urat darah anak kecil.
Berontak secara fisik adalah satu-satunya cara untuk
menolak. Sebab, saat itu dia belum bisa bicara. Setelah dia lancar
berkomunikasi verbal, saya kadang pakai kata infus untuk membujuk Elo minum
obat. “Ntar kalau obatnya nggak diminum, adik sakitnya lama lho. Kalau sakitnya
lama-lama, nanti jadi harus ke rumah sakit. Nanti di sana harus diinfus, sakit
kan kalau diinfus.” Tapi jawabnya, “Elo nggak mau obat. Elo mau diinfus aja.”
Baca : Elo yang Lambat Bicara
Baca : Elo yang Lambat Bicara
Laaah?? Ini beneran pilih diinfus atau asal bilang saja
supaya bisa menghindari obat?
pilih obat via infus daripada lewat mulut |
Elo sapih di usia 2 tahun 3 bulan. Setelah itu dia lanjut minum susu pakai botol. Satu-satunya alasan untuk pemberian susu pakai botol adalah : menolong dalam pemberian obat. Sebab, sudah dicoba mencampur obat dengan makanan/minuman selain susu, tapi nggak bisa. Tentunya untuk obat yang menurut dokter bisa dicampur susu. Cara ini bisa diterapkan untuk beberapa waktu. Bahkan saat dia tidak sedang sakit, saya rutin mencampur susu dengan minyak zaitun (entah ini bereaksi apa enggak, saya belum pernah tanya dokter soal susu kalau dicampur minyak zaitun).
Tapi, tahun lalu, Elo bisa mendeteksi rasa aneh dalam susu
dicampur obat atau minyak zaitun. Trus sejak itu, dia nggak mau lagi minum susu
yang ada campuran obat/minyak zaitun. Praktis, trik ini nggak bisa lagi dipakai
untuk kasih obat.
Sementara, dengan usianya saat ini, makin variatif cara dia
menolak minum obat. Menutup mulut rapat-rapat dengan jari tangan, tidur
telungkup dan kaku buat dibalikkan, atau minta ini itu tapi setelah dituruti
tetap menolak minum obat.Hingga.... mau nggak mau, tega nggak tega, lagi-lagi
dengan cara paksa. Kami mesti memegangi Elo seerat mungkin sampai dia nggak
bisa berontak, lalu obat dicekokkan ke mulutnya. Duuh, seumpama adegan
pemaksaan itu tercyduk lalu viral, bukan nggak mungkin kami dibully seantero
warganet.
Kabar baiknya (atau malah nggak baiknya?), belakangan metode
bar-bar itu juga sudah habis masa berhasilnya. Mungkin karena secara psikologis
sudah menolak obat, jadi Elo bisa menahan obat agar tidak masuk ke
kerongkongannya. Obat yang dicekokkan ke mulut akan sesegera mungkin
dilepehnya. Tak cukup di situ, habis dicekok dia nyaris selalu muntah. Alhasil,
kalaupun ada obat yang masuk kerongkongan, pasti akan keluar bersama muntahan.
Sedih. Situasi seperti itu adalah salah satu moment merasa
gagal sebagai orangtua. Kasih obat aja enggak bisa. Situasi yang juga bikin
saya skepstis untuk cek ke dokter (rawat jalan) saat Elo sakit. Yaah, kebiasaan
di negara kita kan, kalau ke dokter ya pasti bawa obat (pernah baca pengalaman
seorang ibu Indonesia yang kalau tidak salah sempat tinggal di Belanda, kalau
datang ke dokter, belum tentu si dokter meresepkan obat). Jumlah obat dari
dokter pun nggak mungkin cuma satu biji.
Tiga hingga empat jenis obat adalah jumlah yang lazim. Dan apalah
gunanya obat (yang seringkali harganya juga mahal), kalau si bocah sama sekali
menolak meminumnya? Sekarang kami mikirnya, kalau mesti ke dokter sekalian ke
rumah sakit saja. Jadi, kalau memang serius sakitnya, bisa sekalian opname. Biar
bisa minta pemberian obat lewat infus gitu. Hhhmmh, entah ini pemikiran yang
bener atau salah.
Di beberapa demam terakhir, saya hanya mengandalkan kompres
air hangat, berendam air hangat, minum madu, serta air kelapa muda/isotonik
untuk mencegah dehidrasi. Lucunya, demam menjadi kesenangan tersendiri buat dia
karena berarti boleh berendam air hangat dalam ember besar (supaya seluruh
badannya tercover airnya). Maklum, di rumah nggak ada bath-up plus water
heater, jadi berendam air hangat dalam jumlah banyak jelas bukan aktifitas yang
biasa dilakukan sehari-hari.
Poin plus-plusnya, kesulitan Elo minum obat mengajar kami
pada basic penyembuhan, yakni mengandalkan Tuhan. Obat maupun segala tindakan
medis hanyalah sarana. Setiap Ale atau
Elo sakit, kami sama-sama mendoakan dan juga mengajak mereka berdoa. Namun,
jujur, ada perbedaan level keberserahan antara anak mudah minum obat dengan
yang sulit minum obat. Kalau anak mau minum obat, mungkin sebagian ketenangan
ditaruh pada obat. Berbeda halnya saat anak sulit minum obat, berdoanya jadi
lebih kenceng hehehe.
Sebagian orang mungkin meminimalisasi obat karena kesadaran.
Namun, pada Elo, kami mengawalinya karena dipaksa keadaan (hewww, mesti dipaksa!). Bersyukurnya, Elo sekarang sudah jarang sakit. Beberapa demam
terakhir (tahun lalu) tampaknya bukan karena penyakit serius. Meski demam
hingga 40 derajat celcius (Elo biasa sampai level ini tiap demam, bersyukurnya
nggak pernah kejang), tapi masih bisa ditangani di rumah dan tanpa obat! Tak
perlu lagi drama cekok obat di mana kami jadi peran antagonis:D.
Btw, tempo hari dapat tulisan yang dibagikan di sebuah grup.
Berhubung yang membagikan juga bukan penulisnya, jadi saya nggak minta izin
untuk menyalinnya secara persis di sini. Baca tulisan ini, jadi nggak
galau-galau amat kalau bocah nggak mau minum obat. Jujur, meski pada Elo tak lagi menerapkan demam tiga
hari bawa ke dokter, batasan itu masih ada dalam mindset saya. Walaupun sudah
punya dua anak dan entah sudah berapa kali menghadapi anak demam serta googling tentang demam, tetap saja masih perlu belajar ^-^
Tulisan dr. Agung Zentyo Wibowo :
Anak demam, langsung bawa periksa ke dokter, atau tunggu 3
hari dulu?
Orang tua pasti mudah panik kalau anak mengalami demam. Tapi
jangan lupa untuk selalu mengukur suhu tubuh anak dengan termometer ya supaya
objektif dan bukan mengira-ngira. Disebut demam jika suhu lebih dari 38 derajat
celsius.
Biasanya suhu tubuh akan meningkat pada sore hingga malam
hari, dan mulai turun saat pagi hingga siang hari. Ini adalah siklus yang
umumnya terjadi.
Demam bisa disebabkan banyak hal, namun yang tersering
adalah disebabkan oleh infeksi. Demam bukanlah sebuah penyakit, namun ia adalah
tanda dari tubuh yang sedang melawan sebuah penyakit. Dokter memeriksa untuk
mengetahui apa penyakit yang menyebabkan demam.
Kebanyakan penyebab infeksi adalah infeksi virus, Diagnosis
yang ditegakkan oleh dokter seperti selesma (batuk, pilek yang umumnya
ditemui), diare karena rotavirus (diare tanpa darah, bisa disertai muntah),
kondisi ini tidak perlu antibiotik. Sementara infeksi bakteri contohnya bisa
terjadi pada diagnosis infeksi saluran kemih, sebagian infeksi telinga,
pneumonia, meningitis, sepsis, radang tenggorokan karena bakteri streptokokus,
kondisi ini memerlukan antibiotik. Maka kuncinya adalah apa diagnosisnya, ingat
selalu untuk diskusikan dengan baik mengenai apa diagnosisnya saat periksa ke
dokter ya.
Perlu diingat bahwa yang paling terpenting perlu dilakukan
saat anak demam adalah memberinya cukup minum supaya tidak dehidrasi. Bagi anak
yang masih menyusu maka berikan ASI lebih sering, kalau sudah minum sufor maka
juga berikan lebih sering, dan air putih juga bisa diberikan. Bisa jadi anak
lebih malas makan tapi harus tetap pastikan banyak minum.
Pakaian diselimuti atau tidak? gunakan pakaian yang ringan
dan nyaman, jangan diselimuti terlalu tebal. Kipas angin atau AC? suhu yang
terlalu dingin bisa membuat tidak nyaman, jadi aturlah di suhu ruangan saja
sekitar 26-27 derajat celsius. Boleh mandi tidak? Boleh, waslap saja juga
boleh. Pakai air dingin atau hangat? Saat demam yang dibutuhkan adalah suhu air
yang hangat saat mandi, dan saat kompres gunakan kompres hangat.
Berikan obat parasetamol sebagai obat penurun panas? Salah.
Yang benar, berikan parasetamol hanya saat anak merasa tidak nyaman, rewel,
kesakitan. Semakin tinggi suhu bisa jadi semakin membuat anak tidak nyaman.
Tapi jangan otomatis selalu memberikan parasetamol saat anak demam, padahal dia
masih biasa-biasa saja, masih aktif bermain dan tidak tampak rewel/kesakitan.
Demam juga bermanfaat untuk membentuk suhu yang ideal bagi tubuh untuk melawan
infeksi. Demam adalah kawan, bukan lawan. Pemberian parasetamol berlebihan juga
bisa ada efek sampingnya.
Kalau tidak diberikan penurun demam nanti kejang demam?
kejang demam sederhana hanya terjadi pada anak tertentu (sekitar 3-4% dari
populasi), di rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun, dan pemberian parasetamol
tidak bisa menghindarkan terjadinya kejang demam pada kondisi ini. Kejang demam
merusak otak? Pada kasus kejang demam sederhana, yang umumnya terjadi kurang
dari 5 menit, kejang seperti ini tidak merusak otak dan tidak mempengaruhi
tumbuh kembangnya. Mengerikan saat melihat anak kejang? iya. Merusak otak? para
ahli sepakat untuk kejang demam sederhana tidak merusak dan tidak ada dampak
jangka panjang. Kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, ini jenis kejang
yang sudah bisa mulai mempengaruhi otak, dan bisa termasuk kejang demam
kompleks yang umumnya disertai tanda gejala yang lain. Konsultasikan lebih
lanjut dengan dokter yang memeriksa langsung mengenai kejang yang terjadi pada
anak.
Jadi santai saja kalau demam, berikan penanganan sendiri dan
periksanya kalau sudah 3 hari demam? Tidak juga, ada batasan waktu pada setiap
rentang usia. Pada anak usia di bawah 3 bulan, SEGERA bawa periksa ke dokter
karena akan diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui adakah kemungkinan penyebab
demam yang serius. Pada anak usia 3 bulan sampai 1 tahun, bawa periksa ke
dokter di hari yang sama saat mulai demam.
Sedangkan pada anak diatas usia 1 tahun, bawalah periksa
kalau anak mengalami salah satu tanda gejala berikut; tampak sakit berat
(lemas, pucat, mengantuk), sama sekali tidak mau makan dan minum (berkemih
lebih sedikit), tampak sesak/sulit bernafas, leher kaku, pusing sepanjang hari,
kesakitan terus menerus, muntah dan diare yang terus berulang, tidak membaik
setelah 2 hari, atau ada hal lain yang tampak mengkhawatirkan orang tua.
Persiapkan bekal ilmu sebelum
anak demam, sehingga saat demam orang tua tidak panik berlebihan, bisa
melakukan observasi/pengamatan dengan tepat, dan mengetahui kapan harus segera
dibawa periksa ke dokter. (*)
Oalaaah Elo, kok sama banget sama Raya susah banget minum obat! Aku juga karena anak susah minum obat jadi kalau hanya demam & common cold berusaha mencari alternatif lain selain minum obat, alhamdulillah sih selama ini Raya & sha2 belum pernah kena sakit parah & masih bisa teratasi dengan home treatment, tapi karena jarang kena obat, imun Raya lebih bagus daripada temen2 sekolahnya lho, karena alhamdulillah ada wabah sakit di sekolah Raya ngga kena & alhamdulillah sehat. Semoga Elo jg sehat2 terus yaaa :)
BalasHapusMakasih mak sandra. Mngkin sebenernya ini kode alam supaya Elo nggak kebanyakan obat. Dgn sejarah opnamnya, dia termasuk sudah banyak terpapar obat ya kan.
Hapusanak pertama saya tuh, malah seneng banget minum obat. Alhamdulillah ndak pernah menolak atau ribut urusan pemberian obat. Tipsnya, saya cerita dulu tuh, meski waktuitu dia masih bayi usia 6 bulan. Bahwa dia sakit, dokter memberi obat supaya sehat. ALhamdulillah sampai sekarang lantjar. Eh, punya anak kedua, kebalikannya banget sama kakaknya. Meski sudah dikasih tahu dan berbagai cara ditempuh demi lancarnya pemberian obat, hasilnya nil. Tapi, ternyata itu soal waktu saja, sekarang usianya sudah 4 tahun, Alhamdulillah semakin pinter minum obat. Kuncinya relax Bun, meski kalau anak sakit emang bener panik, y
BalasHapuskok sama'an ya mak astin. anak pertama lancaaar soal obat..anak kedua drama :)
Hapusaku baru aja ngalamin nih beberapa hari ini. Anakku itu susah minum obat, yang bisa masuk cuman bentuk syrup aja. Kalo puyer mah dia nolak, akhirnya aku ajarin minum obat bentuk tablet. Kebetulan usianya udah 8 tahun mba. Setelah drama ini itu, akhirnya anakku bisa minum obat bentuk tablet dengan lancar.
BalasHapuswaah..hebat mbak sudah bisa minum tablet. anak pertama saya juga delapan tahun, sirup mudah, tp kalau tablet belum hehehe
HapusAnakku alhamdulillah sudah nggak susah lagi minum obat. Dulu ampun ampun deh susahnya. Sekarang sudah oke2 aja kalau minum obat, apalagi jamu, aman hehehe.
BalasHapuswah jamu juga sudah lancar jaya mbak? kereeen
HapusIngat masa kecil dulu, saya termasuk anak yg susah minum obat. . Apalagi kalo obatnya jenis puyer.. Mama saya punya trik tersendiri agar saya mau minum obat puyer.. Jadi mama saya sudah menyiapkan sirop manis, ketika saya minum puyer yg pahit itu saya langsung minum sirop manis .. 😀
BalasHapusga pakai adegan tutup mulut dan nangis bak film perang ya mbak hahahah...
HapusDuuh kalo anak udah sakit memang ibu jd khawatir
BalasHapusDan bahkan ikutan sakit karena merawat anak yaa..sehat2 semuanya ya mbaa
makasih mbak nia. Iya betuul. pas opname kedua, saya dan Ale sampai ikutan sakit karena jagain Elo. Si Ayah sebenernya juga ikutan kurang fit, tapi mesti tetap kuat sebagai kepala keluarga :)
HapusAlhamdulillah anak anak ga ada yang susah banget minum obat sih jadi ga ada drama segala hihi
BalasHapusberkah tersendiri itu mbaaaak... ^-^
HapusIni bungsuku banget ..
BalasHapusSusahh minum obat. Tapi ga separah Elo keknya
Jadi makin besar, saat sekolah membaik dia..mau meski kalau rasanya giman banget ya bakal dilepehkannya..duh.
Terus info demam..dulu anak pertama demam baru 2 hari dah panik, ke UGD..suruh pulanglah..namanya juga emak ya.
Makin ke sini makin ngertj juga akhirnya..hahah
ini sekarang Ale yang lg demam mbak Dian. Tapi malah jadi ga kuminumin obat krn demamnya masih so-so aja. Padahal dia mah gampiiil minum obat sirup
HapusDulu waktu kecil saya susah banget minum obat hehe, tapi alhamdulillah anakku ga susah, gampang malah heheh.
BalasHapuskebalikan sama aku ya mbak. dulu aku gampang bgt (kakakku yang susah) hahaha
HapusAku inget pak suami.. baru2 ini aja mkn obat langsung. Biasa pake pisang.. Moga Elo sehat selalu yaaa. Iya aku demam nunggu 3 hari tapi pak suami maunya scptnya ke dokter ��
BalasHapussebaliknya suamiku mbak, mudah sih minum obat tapi suruh ke dokter....nanti duluuuu heheh
HapusWaktu kecil sampai sekarang saja saya susah buat minum obat. Kalau sekarang pas sakit, terus ke dokter, ya mau gak mau harus minum obat, tapi ya itu, perlu disempritin dulu sama suami. Kalau gak diingetin ya pura-pura lupa biar gak minum obat. Hehehe
BalasHapusasal bukan obat antibiotik pura-pura lupa sih nggak apa-apa ya mbak hehehe..
HapusAku waktu kecil susah banget minum obat mba, alesannya karena susah ditelan. Jadi sampai sekarang semua obat harus dihancurin / dicairin dulu biar bisa diminum hehe
BalasHapusbwaa...sampai sekarang mbak nesa? aku jadi teringat pada mortar, lumpang kecil dari keramik untuk menghancurkan obat heheheh
HapusYasmin sempat juga susah minum obat, tetapi hanya yang rasanya pahit.
BalasHapusApalagi kalau sakitnya diiringi muntah, pasti usai minum obat, muntah lagi deh.
Lain halnya kalau obatnya itu sirup dan rasanya manis, malah mau nambah, bahahaha.
Namun secara umum, apalagi kalau diiming-iming mau dikasih reward mainan, makanan favorit dan lain-lain, biasaya Yasmin semangat minum obat.
nah itu dia kan kak..biasanya kasih reward itu iming-iming yang berhasil. tapi enggak di elo sih :)
Hapuskalau anak saya yg masih setahun sih saya minumin obat pakai pipet. jauh lbih praktis dibanding pakai sendok yg kudu mangap alias buka mulut anak secara maksimal. apalagi seusia itu udah paham obat loh. dia buru2 tutup mulut. untung pipet kecil jd bs masuk ajah. tinggal pencet,obat dah masuk mulutnya dan langsung ditelan
BalasHapushiya memang mbak artha, dulu di usia setahunan juga pakai pipet. kan dosisnya paling jg sekitar 1 ml ya..setelah makin besar, bbrp obat dosisnya makin banyak (2.5ml) jd pakai spuit krn kalo pake sendok bakalan tumpah kemana-mana. sampai usia skrg jga masih pakai spuit biar ga tumpah (dan tetap ga bisa masuk :D)
HapusJadi ibget adik aku yang sudah banget minum obat. Jadi sama ibu dipencet hidungnya biar dia mantap dan obatnya bisa dimasukkan.
BalasHapuskdg karena bau obatnya juga sih ya mbak. di anakku yang pertama, kalau obatnya nyengat, aku pakai teknik ini
HapusAnak yang susah minum obat gitu, ketika sakit bikin pening kita ya mbak. Sampai harus dibujuk rayu dulu kayak anaknya sepupuku. Kadang aja obatnya sampai tumpah karena kena tangan si kecil
BalasHapusdan saya sudah level putus asa sih kalau soal obat mbak #tsaaaah
HapusMemang seharusnya sih gak menggunakan cara paksa waktu kasih obat ya bisa2 nanti trauma.hawatir ya kalau gak minum obat nanti gak sembuh. Tapi namanya juga orangtua k Allhamdulillah Elo sehat-sehat ya sekarng mudah-mudahan seterusnya. Kalau aku biasanya anak demam dibawa ke dokter setelah 3 hari sambil treatment di rumah aja dulu.
BalasHapusdan sudah telanjur kejadian nih mbak lidya :( jadi doa harapannya ya itu aja..sehat-sehat-sehat
HapusEntah mengapa ini anakku kalau sakit minum obat paling demen, atau mungkin karena obat anak-anak itu ada rasa manisnya ya. Jadi dia selalu semangat kalau minum obat gak pernah nolak.
BalasHapusnah itu dia kan mba chie..padahal manisss lho. Si Ale juga demen bgt sama obat. mesti dibilang obat cuma buat anak sakit kalau sama dia sih
HapusSeagai orang tua memang suka sedih ya, kalau anak gak mau minum obat. Padahal itu untuk kesembuhannya juga.
BalasHapusAnak-anak saya paling sulit minum obat berbentuk tablet atau kapsul. Kalau yang berbentuk sirup, baru mau.
iya mbak nurul. palagi dulu sakitnya tergolong seriusss. terjadilah pemaksaan minum obat yang mungkin jd pangkal trauma
HapusAlhamdulillah tapi mbak, Elo skrg jarang sakit. Mungkin ini juga bantuan Allah untukmu, supaya hatimu ngga lekas lelah karena sesi minum obat datang. Semoga Elo selalu sehat ya..
BalasHapusiya mbak Ria. Bener-bener hanya karena kebaikan Tuhan kalau sekarang dia jarang sakit. soalnya baik kami maupun elo, sama-sama lelah kalau sudah soal obat nih
HapusAduh sebel banget ini kalo anak susah minum obat, liat keponakan yang susah minta ampun kalo emaknya nyuruh minum obat pas sakit. Perjuangan banget ya jadi orangtua. Sehat terus adek dan keluarga ya Mb
BalasHapusmakasih mbak nyi..iya sampai level give up sih soal obat hehehe.
HapusAkutu sebenernya ga panik kalau anak demam.
BalasHapusKan katanya demam itu alarm tubuh kalau mau sakit.
Tapi,
Sejak DB kemarin, jadi rada parno kalo anak-anak suhu badannya mulai naik...naik...
Takut aja gittuu...
kalau Ale yang demam, aku juga ga terlalu gimana gitu sih mbak Lendy. Tapi kalau Elo, pasti aku lebih kepikiran. Bukan karena perkara lebih sayang (kan mesti adil ya sayangnya), tp karena riwayat sakit Elo yang lebih "berwarna" daripada abangnya :D
HapusAnakku yang susah minum obat waktu kecil Mas Pijar sampai dia muntah dan nangis-nangis, kalau yang lainnya mudah asal jangan pahit. MOga Elo sehat selalu ya
BalasHapusDulu aku pernah kerja di luar mba, ngerawat anak. Susahnya minta ampun kalau pas suruh minum obat. Apalagi bangun pagi aja bikin gregetan ehehhe. Semangat terus untuk menjadi ibu yang baik buat anak-anak
BalasHapus