Kalau ini mancing cari ikan sih, gambar pengantar yang nggak nyambung haha |
Dalam tulisan sebelum ini, saya mencatat niat untuk
menceritakan pengalaman makan di Rumah Makan Paotere. Tapi, saya gagal
mengingat-ingat nama ikan yang kami pesan di sana (hahaha, iya, serius). Aneh
kan kalau fokus cerita makan di suatu tempat tapi lupa nama spesifik hidangannya. Selain
itu, dalam rentang waktu setelah makan di Paotere hingga menulis ini, saya
berkesempatan makang ikang di rumah makan lain. Tapi tulisan ini tak akan
menjadi review tempat makan, melainkan gado-gado cerita seputar makang dan ikang.
Baca ; Siang di Paotere
Eh, makang ikang??
Hihi, iyesss. Ini fakta menarik selain urusan lezatnya
ikan-ikan di Makassar. Saat silaturahmi dengan bapak-ibu pemilik rumah tempat
tinggal kami di Makassar, beliau bercerita bahwa orang Makassar sering
menambahkan huruf “G” di akhir kata. Lalu, saya juga baca di sebuah blog kalau
di Makassar itu banyak vitamin “ng” (haha, jenis vitamin yang nggak akan ketemu di apotik manapun :D).
Ah ya, mungkin kamu sudah lama tahu, tapi bagi saya ini pengetahuan baru.
Menariknya, lidah saya sudah sejak lama kenal "vitamin ng". Sebab, di kampung saya, di pelosok Temanggung
sana, vitamin “ng” sudah saya kenal sejak kecil mula. Logat yang kadang auto
terucap saat pulang kampung. Ada rasa lucu tiap sengaja atau tak sengaja
berkat-kata dengan tertambah “ng”. Lucu yang menyenangkan, sama sekali tak ada rasa
terhina atau kampungan. Lha, memang asli urang kampung kok. Saya yang
sudah lama pergi, justru sering merasa “kembali ke akar” tiap kali menggunakan
vitamin “ng” ini.
Memang sih, perubahan kata di kampung saya tidak sekompleks di sini. Tapi jadi terpikir, secara linguistik ada kemiripan apa antara kampung saya dengan Makassar dan Bugis? Ataukah yang seperti ini juga terjadi di tempat-tempat lain?
Kalau di kampung saya perubahan n -->> ng itu terjadi
pada bahasa daerah, seperti :
- Dolanan -- >> dolanang (dari kata “dolan”, tahu artinya kan?)
- Rembugan -->> rembugang (berembug, kosakata yang masih sering ditemui dalam bahasa Indonesia)
- Jemuwahan -->> jemuwahang (kalau ini maksudnya Jumatan ya sodara-sodara ^-^)
Nah, kalau di Makassar, perubahan konsonan n -->> ng (atau
sebaliknya “ng” -- >> n) terjadi pada kosakata dalam bahasa Indonesia karena pengaruh bahasa daerah. Contohnya seperti dalam judul tadi :
- Makan -- >> makang
- Ikan -- >> ikang
- Potong -- >> poton
Perubahan tak terbatas pada kata berakhiran “n” tapi juga dalam kata berakhiran non-n, seperti :
• baik -->> bae
(apakah tabe juga berasal dari tabik?)
Konon nama Makassar sendiri adalah penyesuaian dari pengucapan aslinya, yakni Mangkasarak (Bahasa Makasar) dan Mangkasa (Bahasa Bugis). Pantesan sering baca julukan "anging mamiri" selain "angin mamiri". Rupanya karena ini.
Sebenarnya bukan hal terlalu aneh, dalam artian tiap etnis sering ada kekhasan masing-masing. Seperti di Batak dengam lafal "e" yang khas atau Sunda dengan konsonan "p" dan "f" yang sering tertukar.
Tapi di Makassar, fenomena perubahan kata ini disebut OKKOTS. Nemu definisi okkots di
wikipedia sebagai berikut : okkot is an idiom typical to
people coming from South Sulawesi, especially from ethnic Makassar and Bugis. It is
characterized by unintentionally changing some part of a word in Indonesian during a
conversation
Etapi, saya belum punya banyak bahan cerita based on experience tentang okkots di Makasar. Sedikit yang saya tulis di atas juga hasil dari baca-baca.
Laiknya di kampung saya, okkots kadang dianggap kampungang (eh kampungan) dan sering jadi bahan candaan (cmmiw). Jadi, atas nama modernitas, bisa jadi okkots ini akan dihindari dalam percakapan sehari-hari (atau malah dengan bangga menggunakannya karena “bukan Makassar kalau tidak okkots).
Masalahnya, saya masih belum begitu banyak bertukar cakap dengan native speaker logat Makasar (haha, saya belum gauuuul gitu, masih banyakan stay at home sesuai anjuran kesehatan).
So, biar kita sama-sama sedikit mencoba okkots ala Makassar, selanjutnya kata ikan di
sini akan saya tulis selang-seling dengan ikang. Mudah-mudahan hal ini tidak
dinilai negatif. Sungguh saya merasa diperkaya dengan
pengetahuan ini. Saya juga merasa bernostalgia dengan kebiasaan “ng” di
kampuang sana.
(Oh ya, siapa yang ketika membaca ikang langsung ingat Ikang
Fawzi?? Pertanda usia itu mah wkwkwkkw).
Saat tahu saya pindah ke Sulawesi Selatan, beberapa teman
langsung menyebut ikan sebagai salah satu kuliner andalan. Yaks...salah satu. Salah dua dan seterusnya
masih banyak ya sodara-sodara :P. Berwisata kuliner di Kota Anging Mamiri
memang banyak pilihan destinasi dan menunya. Meskipun mungkin tidak akan
selamanya tinggal di sini, tapi periode saya tinggal juga bukan hanya hitungan
hari. Jadi saya pilih selow dalam menjajal berbagai menu makanan. Kalau nggak
selow bahaya dooong : badan mengembang sementara dompet menipis. Kontras yang
tidak sedap ya kan :D
Ini foto-foto waktu di Rumah Makan Paotere, tempat makan yang dekeet
banget sama TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Paotere. Jadi, soal kesegaran ikang,
saya kira pasti sangat terjamin. Oh ya, lobster-nya bukan pesanan kami ya... Foto di belakang panggangan karena duo bocil sukak kali (wahaaa, keluar logat Medan-nya) lihat
lobster ini nangkring di situ (dududu, dari sisi perikehewanan ini
pemandangan tragis sih).
Pesanan kami saat itu adalah.....tralalatrilili, tadi di
alinea pertama saya sudah bilang kalau lupa ya. Saya tanya BJ (misua), eh dia
juga lupa. Anak-anak apalagi, saya kok sudah underestimate duluan mau tanya mereka
hahaha. Khazanah perikanan kami memang terbilang minimal. Sudah gitu, kami
memesan ikang yang bagi kami namanya kurang familiar.
Pokoknya, waktu itu kami pesan ikang bakar. Sepertinya, ikang
dipanggang dan disajikan tanpa lumuran bumbu apapun. Tapi tanpa lumuran bumbu
pun rasanya sudah endesss surendess. Kalau mau extra rasa, tinggal cocol atau
oleskan aneka sambal yang turut dihidangkan. Sambal-sambal yang rasanya mantap
jiwa... Sebagai pendatang baru, saya nggak merasakan sensasi asing yang perlu
waktu buat penyesuaian. Berbeda seperti waktu di Medan saya makan dengan bumbu andaliman atau kecombrang,
misalnya.
Baca : Rasa Kecombrang di Daun Ubi Tumbuk
Palumarra |
Otak-otak ikan |
menunggu makanan |
Kalau yang ini foto waktu makan di Ulu Juku di Jalan Racing
Center. Buka google, dan kami mengikuti rekomendasi banyak artikel untuk coba makan di sini. Saya pesan pallumara, yakni sajian ikan dengan kuah asam segar. Kami makan saat siang hari, jadi cocok bet dah. Di saat yang sama BJ pesan
ikang bolu bakar tanpa tulang dan otak-otak. Sedangkan anak-anak pesan ikang goreng krispi.
Berbeda dengan saat makan di Paotere, di Ulu Juku, ikang pesanan
kami disajikan dengan bumbu terlumur di sekujur badan ikan. Rasanya juga
endessss, bumbunya enak ikannya juga enyaak. Oh ya, ikang bolu itu istilah di
sini untuk ikang bandeng. Sejak awal, saya sudah diwanti-wanti oleh seorang
teman yang dulu sempat tinggal di Palopo. Jadi, pertama kali lihat tulisan ikan
bolu, saya sudah ngerti. Berbeda dengan Ale yang saat membaca spanduk
bertuliskan “ikan bolu tanpa tulang” di sebuah rumah makan langsung penasaran. Katanya,
“lho bolu kan memang nggak ada
tulangnya, Bunda.”
You know what, Ale mikirnya bolu cake wkwkwk.
Selain ikang bakar dan pallu mara, Makasar masih punya varian
sajian lain berbahan ikang. Dengan nama pallu saja masih ada pallu kaci, palu
ce’la, dan pallukaloa (entah-lah dari ikan, masih ada pallu lainnya atau
tidak). Seperti saya tulis tadi, saya selow dalam mencoba aneka jenis masakan
Makassar.
Di dapur, saya juga belum belajar memasak ikan ala Makassar.
Tapi suatu hari, pasti akan ada keinginan untuk mencoba. Uwooo, soal
masak-memasak saya memang lebih selow lagi.
Pada dasarnya, saya memang tidak hobi memasak. Rutin memasak adalah
karena cinta pada keluarga (hahahaha, iya ini lebay). Ya kali keluarga sultan, makan di luar terus
jelas bukan persoalan (bahkan kalaupun makan di rumah, mereka bisa mengundang
chef sungguhan). Buat keluarga rata-rata sih, makan di luar terus-terusan bisa
bikin boncos anggaran. Ya nggak ya nggak? Kecuali, di luar itu maksudnya di
teras dengan masakan rumah. Beda cerita ye hehehe.
Konon, belanja ikan di Makassar gampang nemu yang
segar-segar. Saya belum main ke TPI di Paotere. Saya juga belum pernah belanja
ke pasar. Sebulan lebih di sini, saya masih belanja sayur dan ikang di tukang
keliling atau warung yang tak seberapa jauh dari rumah. Satu hal baru buat saya
adalah, belanja ikan di sini tidak pakai timbangan.
Selama di Medan (dan juga sebelum di Medan), beli ikan di manapun selalu ditakar pakai timbangan. Jadi, harga ikan pun ditawarkan per kilogram. Tapi sependek pengalaman belanja ikan di Makassar, harga ikan langsung disebut oleh penjual berdasarkan jenis dan ukuran. Ikang ini sekian puluh ribu, ikang itu sekian puluh ribu.
Buat
saya, ini termasuk gegar budaya. Tapi begitulah salah satu serpihan kekayaan Nusantara yang bhinneka. Tak masalah, mau dijual kiloan ataupun satuan/potongan, yang penting sama-sama enak :)
Referensi :
https://www.kompasiana.com/ladawanpiazza/550d6c43813311502cb1e346/makassar-jadi-pusat-okkots-dunia
https://liputanlima.com/lifestyle/2016/02/10/mau-tau-kenapa-orang-makassar-selalu-okkots
https://en.wikipedia.org/wiki/Okkots
Hihiii, kata2nya ditambahin ng yaa. jadi pengen makang ikang juga atulaaah..!
BalasHapusJangan tanya Makassar kuliner andalannya ikang2 yaaa.
Huhuu pada menggoda ituu, meski di bandung ikang cuma di goreng dan bakar udah nikmat.
hayuk atuh teh...hahaha kabita kabita...
HapusAhaha, saya pikir typo. Tapi kalau dirasa - rasa, pelafalan akhiran -ng emang lebih enak diucapkan daripada akhiran -n ya, mungkin itu sebabnya Wong jowo juga lebih suka bilang renbugang daripada rembugan..
BalasHapusiya memang Mbak Diar. seperti lebih los gitu ya.
HapusMak Lisdha eksplorasinya sudah lumayan banyak .. wow ...
BalasHapusRumah Makan Paotere ini memang salah satu yang hits di Makassar.
Kalau tentang kelebihan G, iya, untuk sebagian yang memang berbahasa Makassar sehari-harinya bisa menyebutkannya dengan ikang hehehe.
hehe. Belum banyak denger langsung malahan nih Mbak :)
HapusDuh jadi mau ke Makassar buat makang ikang yan namanya lupa dalam inatang (baca : ingatan).. hahaha.. mencoba nulis komen pakai vitamin "ng"
BalasHapusKetika ada kesempatan ke Makassar jadi sudah fasih ya mak :)
HapusWah, mba pelosok Temanggung-nya di manakahh?
BalasHapus(alm) Bapakku juga asli Temanggung deket BRI Mak.
Aku udah lamaaaaa ngga ke TMG
daku di ndesoo mbak. Masih 30 menit dari kota ke arah Kendal. Kalo di peta umum, nama kecamatannya sering gak nampak wkwkwkw
HapusHahahaha saya yang termasuk ingat Ikang Fawzi kalau ada yang menyebut ikan sebagai ikang. Generasi kita mirip kayaknya Mbak, walau yakin saya jauh lebih duluan hadir ke dunia..
BalasHapusUnik ya kosa kata Makassar ini, berakhiran n di kasih vitamin ng. Berkakhiran ng, g-nya lantas dicabut :)
masih sama-sama generasi millenial lah mbak Evi hihihi
Hapusbapakku asli Bugis-Makassar kalo bilang ikan pun ikang.. kalo makan jadinya mandre hehehe.. enak ih ikan di sana seger-seger
BalasHapusmandre-mandre...Anak saya paling suka dengan tambahan mi di logat Makassar. Makan mi, hwaaa auto setuju makan mie wkwkwk
HapusVariant menunya bikin ngiler dan keliatan sangat lezat. Kapan ya bunda bisa "makang" Ikang Fauziii...ups...emang bener karena umur nih baca Ikang yang diinget Ikang Fauzi yang sampe sekarang tetap nyentrik dan young at heart.
BalasHapusIkang fawzi jangan dimakang atuh bunda. Nanti bunda Marissa haque murkaaa hahaha
HapusBaru "ngeuh" aku Mbaa, padahal punya Teman dari Makassar juga waktu di Pesantren dulu. Memang logatnya berbeda, tapi waktu itu aku pikir dia salah ngucap aja waktu bilang "Ikang", ternyata memang kebiasaan di Daerah asalnya ya. Indahnya keberagaman di Tanah Air ini ya :)
BalasHapusBener mbak. Ini sisi indahnya Bhineka
HapusIya nih di Jawa emang juga ada ya nambahi ng gitu mba. Kakehan dari kakehang :))
BalasHapusSelamat menikmati aneka ikang di Makassar yo mba. Ntar lama-lama bakalan expert masak ikang nih tinggal di sana.
expert makang mungkin iya, tapi expert memasak kayaknya sudah nggak yakin sejak dalam pikiran hahahah
HapusBaca judulnya teringat Ikang Fawzi..nasib ketahuan umurnya hahaha
BalasHapusDan lapar lihat penampakan ikannya. Puas-puasin makan ikan di Makassar ya, Mbak. Apalagi tanpa ditimbang belinya...eh jatuhnya lebih murah itu ya kayaknya?
Duh ngiler aku lihat sambelnya juga. Ditunggu resep ikang Makassarnya ya!
Haha..gapopo lho mbaaak. Kan kita beti soal umur mah hahahaha
HapusKu pikir ini tadi awalnya kamu typo loh mak, ternyata kalau di Makassar seperti itu toh. Aduh ini lihat kulinernya malah bikin lapar di jam segini.
BalasHapusHehehe, unik ya Mak.
HapusAih pengen makan Pallumara mba. Ngiler abis deh karena keliatannya enak nih mba :) Bener dh disana semua serba NG :)
BalasHapusDi Jakarta juga banyak resto hidangan Makassar kan Mbak :)
HapusSalah satu rumah makan seafood favorit saya nih di Makassar. Kan..kan..jadi kangen kuliner Makassar akutu :( sekarang udah tinggal di Lombok soalnya
BalasHapusKalau sudah selesai pandemi, puaskan kangennya Mbak :)
HapusKeren banget ya kak, Indonesia punya banyak banget keaneka ragaman budaya dan bahasa
BalasHapusAku ngeliat udangya, udah pengin nyimot aja
Cimot virtual Mbak Diah :)
HapusAih, kebayang segernya makan ikan di makasar, saya baru coba pallumara aja, iti aja udah suka banget...
BalasHapusSaya juga belum coba pallu lain yang berbahan ikan kok mbak
HapusWah, barubtau aku mbk. Jadi khas Makasar itudi vitamin "ng" nya ya hehe. Aku kira tadi nama ikangnnya, ikang. Ternyata :)
BalasHapusternyata memang ikan ^-^
HapusWaduh.. Aku baru tau loh soal penambahan ng ini. Jadi kebalik ya kalo potong malah jd poton. Ikan jd ikang. Kalo Bawang apa jd bawan ato bakwan ya. Eh, kok lapar. Haha
BalasHapusNah itu mbak. aku belum banyak mendengar secara langsung hehehe
HapusWah, the unique spell from Makasar. So i more lover Indonesia cause have ao many word, culture and humanity.
BalasHapusTiap etnis punya keunikan ya Mbak Milda :)
HapusHaha suamiku dulu pernah dinas di sana, trus cerita soal kebiasaan makan org Makasar yang unik juga logat2nya :D
BalasHapusBener tu kadang pelafalannya "n" jadi "ng" hehe. Semoga kelak bisa ke Makasaar juga buat liburan :D
Amiin Mbak April :)
HapusDuh menu ikannya menggoda sekali.. Makassae bukan cuma menu daging ya yang perlu dicobain.. ikan juga mantep kayaknya..
BalasHapusAda juga coto kuda kan Mbak Diane. Kami juga belum coba
HapusMakan ikan paling enak kalau dapet yang fresh ya, kak.
BalasHapusDan Ikang di Makassar fresh semuaaa...
Harganya ramah di kantong juga gak?
Belum bisa jawab soal ramah di kantong ini teh. Soalnya belum pernah beli ke pasar. Mungkin di sana jauh lebih murah
HapusTerbalik malah ya Mbak akhiran n jadi ng sementara akhiran ng jadi n. haha belum pernah dengar lengkapnya percakapan orang Makassar seperti apa.
BalasHapusSaya kadang lihat video-video lokal Makassar :)
HapusOh Makassar juga ya makang. Waktu di Palu dan Manado juga ditambah "ng". Hujang keraaaas, gitu katanya.
BalasHapusWah Manado juga gitu yaaa. Memang unik2 logat tiap2 etnis ini
Hapuskekayaan bahasa di nusantara ya
BalasHapusYa ampuuuun beruntungnya dirimu skr tinggal di Makasar mba. Aku suka bangetttt kuliner di sana, trutama seafoodnya. Udahlah segeeeer, trus sambel seafood Makasar itu beda bangettt. Enaaak yaaa, aku suka saus mereka. Di JKT ada restoran seafood khas Makasar. Tp harganya udh mahal bangett :(. Makanya males sering2 makan di sana. Jauhlah hrgnya Ama seafood di Makasar.
BalasHapus