Foto dari tangkap layar video di grup WA. Sumber tidak diketahui
Kabar ledakan bom di negeri ini sudah tidak mengagetkan lagi. Memang bukan peristiwa saban hari. Namun, faktanya di negeri ini bom meledak secara berkala, walau memang tak tentu periodenya. Saya tidak membuka data, tapi rasanya setiap tahunnya selalu ada kejadian serupa.
Selain soal waktu, pelaku sering menarget sasaran yang sama, yakni gereja. Sering berbeda dengan selalu ya...
Saya sedang berada di sebuah acara akad pernikahan ketika mendengar kabar ledakan bom di Gereja Katedral Makassar. Mendengar dalam arti harfiah dari ibu-ibu sesama hadirin acara ketika mereka membuka grup whatsapp. Segera saya melihat grup WA dan beberapa gambar serta video terkait peristiwa sudah ada di sana.
Dari peristiwa bom yang dulu-dulu, saya sudah sering membaca imbauan untuk tidak turut menyebarkan gambar-gambar sadis/tragis terkait. Namun, siang kemarin, toh saya masih mendapati foto dan video yang berdarah-darah. Ituuuu, foto dan video terduga bomber-nya. Dengan dugaan bom bunuh diri, sudah bisa diduga bagaimana penampakan foto dan videonya, bukan?
Seperti saya tulis di alinea pertama, saya memang tak kaget lagi.
Tapiiiii, lagi-lagi saya sedih.
Lokasi kejadian sekitar 15 kilometer dari tempat tinggal saya. Mungkin, sekitar itu juga jarak dari tempat saya kondangan. Jadi, kami sama sekali tak mendengar suara ledakan, juga tak melihat riuh ribut paska kejadian. Di tempat kondangan, acara masih berjalan lancar. Sama sekali tak ada gangguan.
Sementara di TKP, aparat pasti masih sibuk. Seluruh jajaran pasti juga diinstruksikan untuk meningkatkan kesiagaan, antisipasi potensi kejadian susulan. Di rumah sakit, korban luka pasti sedang pedih perih kesakitan. Tak hanya luka fisik, sangat mungkin psikis juga seketika tergoncang. Kondisi yang bisa jadi berefek panjang dengan sebutan trauma.
Kenapa ya peristiwa semacam ini masih saja berulang?
Huuuft, serasa pertanyaan retoris.
Saya mesti membuka mesin pencari untuk mengingat tahun kejadian bom Samarinda. Ternyata, akhir tahun 2016, berarti sudah hampir lima tahun lalu. Namun, saya masih ingat efek ketakutan yang ternyata dengan mudah melintasi jarak Samarinda – Medan. Waktu itu ada korban anak kecil dengan luka bakar hebat (dan akhirnya meninggal) bernama Intan Olivia Marbun. Saat kejadian, usianya dua tahun, sebaya dengan Elo waktu itu.
Seperti sebelum-sebelumnya, jika ada kejadian bom di sebuah daerah, pasti ada imbauan untuk meningkatan kewaspadaan di daerah-daerah lain. Terlebih di gereja. Saya memang tidak sampai mengalami pengecekan jemaat menggunakan metal detector saat masuk gedung gereja. Namun, ada polisi saat kami beribadah.
Situasi yang mau tak mau menunjukkan adanya potensi ketidakamanan. Selintas muncul pikiran, dengan faktor risiko yang sama, kejadian serupa Intan juga bisa terjadi pada Elo. Membayangkan anak-anak yang terkena, rasanya sangat menakutkan.
Memang, itu bukan ketakutan yang bertahan lama. Bersegera berserah pada Pemilik Hidup dan ketakutan itu pun cepat pergi. Namun, ini adalah kejujuran, bahwa saat itu saya sempat merasa takut.
Dua tahun kemudian, ada ledakan bom di gereja di Surabaya. Duuuuh, itu juga terasa banget sengatan ketakutannya... Lagi-lagi karena membaca kisah-kisah korban. Salah satu korban meninggal seorang anak bernama Evan. Sementara, nama lengkap si sulung saya, ALE mengandung nama Evan. Waktu itu, saya kembali berpikir, korbannya bisa saja lho Evan-nya saya (dan lagi-lagi ada ketakutan selintas lewat).
#KamiTidakTakut
Saya lupa, kapan pertama kali tagar kami tidak takut digaungkan paska kejadian bom. Tapi saya masih ingat tujuan dari semangat #kamitidaktakut itu. Yakni, ya jangan takut, karena ketakutan itulah tujuan dari pelaku dan kelompoknya (siapapun itu). Ketakutan yang merambati hati bisa melemahkan pertahanan diri. Lalu, jika ketakutan itu menjalar ke seantero negeri? Betapa bahayanya....
Saya masih ingat, sewaktu mengobrolkan #kamitidaktakut, seorang teman bertanya serius : beneran tidak takut, Mbak?
Yayaya, tadi juga sudah jujur di tulisan ini, kalau saya sempat takut. Lha wong ledakan sering terjadi di gereja, dan sering tidak terdeteksi gereja mana yang bakal sasaran, jadi saya dan keluarga tetap punya faktor risiko dong.
Tapi kembali lagi pada keberserahan diri. Melegakan ruang hati dari ketakutan akan kematian dan kehilangan dengan berpikir : kalau memang sudah waktunya meninggal/kehilangan, apapun ceritanya akan tetap terjadi.
Bisa saja kami meninggal karena ledakan bom di gereja (atau di mana saja). Namun, bisa juga mati karena ledakan gas bocor dari tabung melon di rumah sendiri. Atau karena sebab lain.....
Waspada itu perlu, tapi takut dan khawatir ....apakah itu akan menambah sehasta umurmu?
Kan tidak.
Lagipula, sekalipun ledakan bom terjadi di gereja, tetapi korbannya bisa siapa saja. Melihat video detik-detik ledakan bom di Makassar, non-jemaat yang tengah melintas jalan pun bisa jadi korban. Siapapun -tak memandang SARA- bisa jadi korban.
Adu Domba
Namun, memang sehubungan dengan sasaran yang seringnya adalah gereja, tidak bisa tidak pasti jadi timbul prasangka SARA. Apalagi ketika kemudian terbukti pelakunya terkait dengan organisasi yang menyertakan label agama.
Kalau baca status atau komentar-komentar di dunia maya, duuuuh sedih deh. Banyak warganet +62 yang merasa “superbenar” dan “superkuasa” untuk ngetik apa saja. Nggak peduli, itu bener atau salah, sopan atau tanpa etika. Apalagi kalau pakai akun anonim, wiss lah, bukannya bikin adem malah potensial bikin panas. Padahal, ledakan bom sudah selesai, korban sudah diobati, dan kasus langsung diselidiki. Namun, dengan argumentasi masing-masing, warganet malah masih perang sendiri. Omaaaiii...
Apa itu yang namanya terkena perangkap adu domba?
Saya bukan ahli teologi, bukan agen intelejen, bukan akademisi,.. bukan apa-saja yang punya kredibilitas untuk membahas terorisme dengan disiplin ilmu dan profesinya. Saya bukan-siapa-siapa yang jengah dengan berbagai teori konspirasi. Saya hanya merasa lebih simpel dan waras ketika membayangkan situasi seperti ini sebagai bagian perang antar-dunia (mau bilang antar-galaksi kok jadi terbayang film sci-fi dan Boboyboy *gara-gara bocil yang belum juga bosen lihat tayangan animasi ini).
Dunia kebaikan versus dunia kejahatan. Dunia kejahatan yang tidak menginginkan kebaikan dan kedamaian menyelimuti bumi, menggunakan segala cara untuk melancarkan operasinya. Salah satunya dengan menelusup lewat celah-celah pemahaman agama. Bagaimanapun, di beberapa bagian bumi, agama masih menjadi identitas yang mudah untuk menyulut emosi pribadi maupun massa.
Tapi jujur saya merasa lucu sih kalau ada tokoh yang menyatakan jika para pelaku teror di negeri ini tak punya agama. Coba cek identitas penduduk yang masih bisa dilacak, pasti ada label agamanya. Terlebih menjadi ateis (secara tersurat), terlarang di negeri ini.
Ya sih, mungkin pernyataan para teror itu sebenarnya menggunakan arti yang tersirat, bahwa tindakan kekerasan seperti yang mereka lakukan tidak dibenarkan agama. Namun, secara harfiah kan bukan berarti mereka tidak punya identitas agama. Lebih lagi, para pelaku tindakan bom bunuh diri terkait dengan kelompok tertentu, yang secara praktikal keagamaan mungkin malah tampak lebih relijius dibandingkan orang-orang kebanyakan. Menyatakan bahwa mereka tidak punya agama justru terdengar seperti sikap penyangkalan.
Oke...ini mungkini debat-able.
Saya hanya belajar untuk tidak menyangkal bahwa dalam sejarah, agama-agama pernah dan mungkin masih dipraktikkan sebagai bagian dari kekerasan/ketidakadilan. Mungkin kekerasan itu hanya dipraktikkan oleh sebagian penganut, tapi itu fakta.
Ibarat seorang bapak yang memiliki banyak anak. Banyak anak-anaknya yang berlaku baik dan memberi manfaat bagi kehidupan. Namun, ada satu-dua anak yang tersesat dan justru membuat kehancuran. Mungkin anak tersebut kemudian dibuang dari kartu keluarga dan dikucilkan. Namun, itu hanya memberikan fakta legal. Secara garis keturunan, si anak jahat tetaplah anak.
Tempo hari saya chat dengan seorang sepupu dan terlontar pertanyaan : dalam masa kelam segregasi kulit putih dan kulit hitam di Amerika, kira-kira ayat Alkitab apa ya yang dikhotbahkan di gereja? Karena, bahkan dalam ibadah di gereja pun dipisahkan antara kulit putih dan kulit hitam. Membedakan orang berdasarkan warna kulit, jelas sangat bertentangan dengan hukum kasih yang mendasari kepercayaan kristiani. Atau lebih lama dari itu, semboyan God-Gold-Glory yang menjadi penyemangat kolonial untuk menjelajah dan menjajah....kok bisa lho?? Tapi itulah yang terjadi saat itu.
Saya termasuk orang yang tidak percaya jika tindakan kekerasan merupakan cermin ajaran agama. Saya lebih percaya jika motivasi tindakan bom bunuh diri lebih karena pemahaman yang berbeda dan secara umum disebut menyimpang. (Ironisnya, mereka justru menganggap orang lain-lah yang menyimpang :D)
Tentang agama dan tindakan kekerasan akibat fanatisme buta, saya terberkati oleh buku ini. Buku yang sepertinya saya tinggal di Medan waktu pindahan ke Makassar. Sebab saya cari-cari di rak buku, ternyata tidak ada. Fotonya masih ada di halaman “buku muka” saya. Fotonya tersimpan bersama status waktu itu yang masih saya percayai hingga sekarang.
Pray for Makassar.
Pray for Indonesia.
Pray for the world.
Postingan sebelumnya : Paradoks Kesepian
sedih sekali saat melihat berita di TV dam media sosial tentang bom Makassar ini. Kejam sih pelaku bom bunuh diri ini
BalasHapusaku selalu geram kalau mendengar kabar atau berita bom yang menunjukkan seolah - oleh tdak ada toleransi di negeri kita tercinta ini mba.. semoga tidak ada lagi kasus terorisme ini
BalasHapusAh, paling sebal tiap kali mendengar berita pengeboman kayak gini :( Pasti banyak pihak terkait nih, bom bunuh diri ini bisa melibatkan orang2 yang sangat tidak peduli sesama. Keyakinan yang menyimpang kalau aku bilang sih, ga usah bawa2 agama. Kalau mau bunuh diri di hutan aja sendiri sana hehe :D
BalasHapusSudah pasti sedih bangettt kalo denger kabar kayak gini.
BalasHapusSemoga aliran2 gak nggenah seperti ini segera musnah dari muka bumi ya Mba
sedih banget , pemahaman yang salah menjadikannya seperti itu
BalasHapusSaya paling lemah mbak kalau liat foto2 bom atau "musibah" Sejenis, nggak kuat suka ikut baper deh.. Semoga jangan terulang lagi ya bom - bom dimanapun itu
BalasHapusSemoga tak ada lagi deh seperti ini. Sungguh bukan sesuatu yang mudah menerima adanya kasus pengeboman seperti ini :(
BalasHapusMbak, ikut berduka atas teror bom di Makassar. Nggak ngerti mau ngomong apa. Bener kata Mbak Lisdha, pelaku teror pasti beragama. Tapi bagaimana pemahaman atas agamanya itu yang membuat dia berbeda. Hiks. Semoga kejadian seperti ini nggak terulang lagi.
BalasHapusBanyak banget yang mengatasnamakan agama atas tindak penyerangan terhadap orang-orang. Suka jengkel juga sama kelompok-kelompok ini jadinya kami yang sebenarnya menjalankan agama dengan berusaha sebaik mungkin jadi ikut tercemar.
BalasHapusTetap semangat ya Mbak Lisdha
Sedih banget tiap ada kejadian bom bunuh diri ini. Kondisi lagi pandemi, semua lagi serba sulit ditambah ini pun. Tapi, tak pernah berhenti berharap satu saat kelak, kita (anak-cucu) bisa hidup dengan damai di bumi Nusantara. Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini.
BalasHapusTerkutuk orang2 yang melakukan ini. Ga ngerti lagi kenapa segitu gampangnya menerima ajaran yg jelas2 menyimpang. Seperti apa sih cuci otak yang dilakuin Ama ajarannya, sampe para pengikut sesat ini bisa mau aja melakukan bom bunuh diri :(. Marah dan sedih kalo denger Indonesia blm bebas dr hal2 begini :(. Sediiih banget
BalasHapusHalo mbak Lisdha. Tinggalnya di Gowa ya? Saya di Makassar. Rumahku agakndekat daerah Gowa.
BalasHapusSemoga nanti bisa ketemuan ya mbak.
aduh iya mbak, aku juga baru dengar tentang bom makasar ini
BalasHapusterkutuk banget pelakunya
semoga situasi segera aman ya mbak, dan tidak terulang lagi tragedi ini
Tagar KamiTidakTakut ini dulu kayaknya setelah bom Sarinah deh mbak.
BalasHapusSaya juga kaget pas minggu kemarin buka medsos dan ada teman yang nulis status soal bom di Makassar. langsung hidupkan TV buat mengikuti beritanya
Duh. Masih ada aja ya yang share foto berdarah-darah. Gak ngerti lagi. Padahal pandemi saja sudah tragedi, bencana alam beruntun juga menyita banyak emosi, membuat keresahan di sana-sini. Kaget, pas tau ada pemboman lagi. Ya ampun jahat sekali. Btw. Saya suka analogi bapak-anak di atas, sepertinya cukup menggambarkan keadaan.
BalasHapusPas dengar berita ini, ikut sedih. Kok masih ada yang suka ngebom kaya gini. Semoga segera diberantas hingga kita bisa hidup rukun dan damai
BalasHapusSaya bingung juga mbak, polanya selalu sama kyk jelang ramadan gini.
BalasHapusInsyaAllah rakyat Indonesia makin pinter dan tak mudah tersulut dengan adu domba yang ada ya?
Setuju mbak tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan, biasanya org2 yg sesat gtu hanya mengambil/ mengutip ayat dikit2 dan gak belajar dr awal.
Semoga negeri ini damai selalu dan dijauhkan dr hal2 kyk gtu lg aamin
Sumpah aku kaget liat berita ini. Masih aja mengatasnamakan agama buat tindakan sadis kayak gini, kalau mau bunuh diri ya sendiri aja gausah ngajak-ngajak orang :(
BalasHapusSemoga nggak terjadi lagi kejadian seperti ini, mau di mana pun kita berada.
Waktu pas ada beritanya kaget banget kenapa ada lagi dan lagi semoga next kedepannya ga ada yah aman sentosa negeriku
BalasHapusAku kaget banget pas tau ada kabar bom di Makassar, sedih banget rasanya. Apalagi banyak yang share tempat kejadian. Semoga negeri ini semakin damai
BalasHapusSedih pas denger kabarnya kemarin. Kebayang situasi disana gimana. Setuju sm quote buku itu mba. Segalanya berpotensi menyimpang tp jg sll ada sisi baiknya. Tergantung dimana niat kita belajar ya
BalasHapusLagi masa pandemi kok ya kepikiran ya bikin sensasi ngebom.. Semoga gak ada kejadian lagi... Cukuplah teror2 gak manusiawi gini..
BalasHapusHuhu kejadian lagi ya yang begini. Biadab deh para teroris ini. Apalagi otak di baliknya. Semoga keluarga korban diberi ketabahan :(
BalasHapusSemoga pemerintah bisa semakin gencar menumpas terorisme. Dan juga manusia semakin sadar dan mengerti tujuan hidup dia sebenarnya. Jangan mengatasnamakan agama lagi karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kejahatan
BalasHapusSedih mendengar masih ada orang orang yang sempit pikirannya dan dapat dikuasai oleh pendapat yang kurang tepat, sehingga menyebabkan kerugian bukan hanya diri dan keluarganya, tapi juga untuk orang lain.
BalasHapusTurut berduka atas kejadian bom Makassar, semoga kedepannya tidak ada lagi teror seperti ini. aamiin
BalasHapusKejadian begini ini yang membuat perpecah belahan umat beragama. Padahal kita hidup berdampingan lebih indah dan sudah pasti nyaman.
BalasHapusAnehnya kalau ada yang berpikir bahwa meninggal dengan cara begini akan masuk surga. Miris banget di cuci otaknya.
Salam kenal kak Lisda. Semoga kakak dan warga Makassar selalu dlm perlindungan Tuhan, tetap solid dan saling menjaga.
BalasHapusGa kepancing ulah salah satu oknum yang sesat begini.
so sad.....speechless!
BalasHapusPray for all victims, may God bless all ofthem