Gunung Sindoro dengan bayangannya yang jatuh di embung |
Lanjut postingan beberapa hari lalu tentang jalan-jalan saat
mudik. Ampuun, mudiknya sudah mau lewat sebulan, tapi ceritanya masih ada saja
yaa. Haha, postingnya nggak setiap hari sih. Masih belum bisa memaksa diri buat
ODOP alias One Day One Post #tutupmukapakaipashmina.
Well, setelah cerita tentang jalan-jalan di Posong, kali ini
geser sedikit ke sebelah. Masih sama di lereng Sindoro dan juga masih sama di
Kecamatan Tlahab, jalan-jalan waktu itu lanjut ke Embung Kledung. Jadi, kalau
main ke sana, Posong dan Embung Kledung bisa jadi satu paket kunjungan karena
letaknya yang berdekatan.
Sebenarnya ini adalah kunjungan kedua saya ke Embung
Kledung. Saat mudik lebaran 2017, saya juga sempat ke sana. Dalam perjalanan
pulang, Elo mulai hangat dan lanjut demam beberapa hari. Saya nggak menyalahkan
embungnya-lah. Namanya anak kecil, mungkin saat itu kondisinya tidak fit. Jadi
langsung drop terkena angin gunung.
Setahu saya, dalam Bahasa Sunda, embung berarti “tidak mau”. Tapi pada
Embung Kledung, tentu saja bukan arti
tersebut yang dimaksud. Menengok wikipedia, embung atau cekungan
penampung (retention basin) adalah cekungan yang digunakan untuk mengatur dan
menampung suplai aliran air hujan serta untuk meningkatkan kualitas air di
badan air yang terkait. Embung menampung air hujan di musim hujan dan lalu
digunakan petani untuk mengairi lahan di musim kemarau.
Belakangan, saya cukup sering mendengar kata embung dalam
berita tentang pertanian. Sepertinya, memang banyak embung dibangun di berbagai
wilayah Indonesia untuk menggenjot kinerja pertanian. Sebagai waduk mini,
embung dimaksudkan sebagai persediaan air irigasi saat musim kemarau.
Selain Embung Kledung, di Temanggung ada satu lagi embung
yang baru dibangun, yakni Embung Tlogopucang. Tapi, di mudik kemarin, saya
belum sempat ke sana. Embung Tlogopucang bisa jadi tujuan dolan di mudik selanjutnya.
Embung Kledung terletak di Desa Kledung, tak jauh dari rest
area Kledung. Tidak sulit mencapai Embung Kledung karena dekat dengan jalan raya
Magelang Wonosobo. Dari jalan raya itu, Embung Kledung bisa ditempuh kurang
lebih 10 menit lewat jalan makadam (batu) yang rapi. Kalau teman DW sedang
dalam perjalanan yang santai, bisa banget sejenak mampir ke sini.
Belokan menuju embung ini tak jauh dari belokan menuju
basecamp pendakian Gunung Sindoro. Duluuu, saat saya masih suka menjejak lereng
Sindoro atau Sumbing, embung ini belum ada. Ya iayalah, zaman mendaki-nya sudah
old. Sementara, Embung Kledung baru selesai dibangun tahun 2010. Coba dulu
sudah ada, kemungkinan sudah ngelayap sampai situ deh...
Embung Kledung dibangun dengan dana bagi hasil cukai tembakau
(DBHCHT) di atas bekas lahan pertanian. Luas total area mencapai 4 hektare.
Sementara, embungnya yang berbentuk segi empat memiliki panjang sisi masing-masing
83 meter dengan kedalaman 3 meter. (sumber : www.teamtouring.com)
Di embungnya yang berair bening, kita bisa menikmati
pemandangan aneka ikan yang berenang hilir mudik. Ada rasa teduh saat melihat
ikan-ikan berenang di air bening yang cukup luas. Ukuran ikan bervariasi, dari
kecil dampai besar. Tapi jelas ada larangan nggak boleh mancing lho. Hmmh...malah lupa motret ikan-ikan cantiknya #sigh
Saat kedatangan pertama, tak tampak ada sampah di permukaan
kolam. Namun, saat datang kemarin, tampak ada
botol dan beberapa jenis sampah lain mengapung di embung. Duuuuh...sudah
ada tong sampah lho di sisi embung.
Selain melihat ikan, pengunjung juga bisa walking-walking
keliling embung sembari menikmati udara pegunungan yang sejuk segar. Membakar kalori tanpa rasa gerah berlebihan. Katanya
sih, nantinya bakalan dibangun taman wisata di sisi embung yang sekarang berupa
lahan kosong. Pas deh..bisa main-main di taman sembari menikmati pemandangan
yang cantik.
Di belakang embung, puncak Gunung Sindoro terlihat sangat
dekat. Sementara, di depan embung, puncak Gunung Sumbing terlihat jelas. Saat
cerah, pengunjung bisa mengambil foto embung dengan bayangan gunung di dalam
airnya. Cantik deh..
Saat kunjungan kemarin, tampak sudah ada menara pandang pohon di salah satu
sudut embung. Menara pandang ini belum ada saat kunjungan kali pertama. Tak
seberapa tinggi sih, tapi ternyata saya sudah keder juga naiknya hahaha.
Apalagi naiknya sama Ale-Elo sementara sisi menara tak ada pagar pengamannya.
Semestinya enjoy menikmati pemandangan dari atas. Tapi jadinya malah cerewet
supaya dua bocah itu hati-hati nggak kebanyakan aksi. Ihihihi...emak-emak
kebanyakan banget yak..
Memiliki tujuan awal untuk pertanian, fasilitas di sini
jelas berbeda dengan tempat yang sedari semula dibangun untuk wisata. Lahan
parkir dan pos loket masih ala kadarnya. Toilet yang ada tampak tidak terawat.
Kedai makanan masih terbatas. Bisa dibilang, untuk tujuan wisata, Embung
Kledung masih dalam tahap rintisan. Maka itu, tiket masuknya pun masih
ekonomis. Saat saya datang, harga tiket per orang masih Rp 4.000 (di luar
parkir). Perubahan harga tiket tentu niscaya seiring perkembangan fasilitasnya.
Dengan keterbatasan fasilitas itu, tetap menarik kok
berkunjung ke Embung Kledung. Semoga ke depannya, wisata Embung Kledung bisa
lebih berkembang lagi. Alhasil, penduduk setempat bisa mendapat manfaat ganda,
yakni dari peningkatan ekonomi pertanian dan wisata.
Mbak, embung itu apa sama fungsinya dengan waduk ya...?
BalasHapusJadi bagus berfungsi untuk tempat wisata juga ..
Sst, itu pemandangan yang ada kakinya bagus yaaak..kwkwkw
Yup mb dian. Waduk mini gitu deh. Hihihi...wajahnya nggak mau nampang. Yg mau kakinya mbak :)
Hapus