kolase foto dari berbagai situs |
Sewaktu Ale beranjak meninggalkan besar, aku menyimpan
baju-baju maupun perlengkapan bayi lain yang menurut standarku masih layak
pakai. Simpan dulu, mana tahu nanti punya adik.
Puji Tuhan, empat tahun kemudian, Elo lahir. Dan Elo harus terima nasib bukan-anak-sulung
dari #EmakIrit. Banyak barang-barang yang adalah turunan dari Ale. Ada sih
sebagian yang beli baru. Tapi jelas tidak seperti Ale dulu, yang nyaris semuanya serba baru.
Sekarang Elo juga sudah beranjak besar. Puji Tuhan, sudah lewat
masa bayi-nya dengan selamat. Soal barang-barang bayi, beda deh cerita Ale sama Elo. Pasca Elo, aku dan BJ (pak suami) tak punya
rencana untuk menambah anggota keluarga (biologis) lagi. Jadi, saat ini nyaris
semua perlengkapan bayi sudah hengkang dari rumah. Kalau memang di luar rencana kami, Tuhan mempercayakan anak lagi, ya nasib baik dia banyak barang serba baru lagi hihihi.
Baca : Provokator Kehamilan
Barang-barang bayi itu, ada yang kami kasihkan orang (kalau masih layak pakai), ada
pula yang kami buang. Kalau masih ada barang bayi yang tersisa, itu karena tiga
alasan, yaitu punya memori tingkat tinggi, masih bisa dipakai, atau terselip tapi dibuang
sayang.
Dari sedikit barang bayi yang hengkang belakangan adalah
gendongan bayi. Saat ini, Elo sudah jarang pakai gendongan. Kalau
capek jalan, sudah bisa digendong belakang tanpa kain. Tapi, kemarin-kemarin, gendongan masih
dibutuhkan karena dia sering tertidur kalau ikut jemput Ale ke sekolah pakai
sepeda motor.Berangkatnya duduk di depanku. Terkena angin sepoi-sepoi saat melaju jadi ngantuk. Mesti digendong deh.
Belakangan, aku beli boncengan yang bisa dipasang di bagian
“leher” sepeda motor bebek. Dengan bocengan ini, duduknya lumayan aman. Dan sekarang Elo juga sudah dapat posisi yang nyaman saat tidur di
boncengan. Toh jaraknya nggak jauh, kalaupun jalan lambat, paling 10 menit. Bawa
kain gendong cuma buat jaga-jaga kalau posisi tidurnya berbahaya. Jadi deh, makin nggak butuh banyak stok gendongan.
Tapi, aku memang bukan golongan emak-emak yang punya banyak
variasi alat gendongan sih. Terhitung emak-emak yang nggak up to date soal gendongan. Makanya, aku pernah berdecak kagum saat membaca sebuah
blog berisi review aneka jenis gendongan yang dimiliki si empunya blog. Betapa yang namanya gendongan itu buanyak jenis
dan buanyak variasi harga hehehe.
Di masa Ale, aku hanya punya dua jenis gendongan, yakni gendongan
instant yang diselempangkan ke pundak menggunakan sling dan gendongan kain
jarit. Gendongan instant hanya punya dua (yang mana itu kado). Sedangkan kain
jarit, jumlahnya lumayan banyak. Sebab, dulu di tempat Ale lahir (Karo-Sumatera
Utara), nyaris setiap orang yang menengok bayi pasti membawa kain jarit (mereka
menyebutnya “kain panjang”). Kain panjang yang panjangnya tak sepanjang kain
jarit yang dibawakan Mbah Upi dan Mbah Uti dari Jawa (hihi, ribet ya baca kata
“panjang”). Jadinya, kain panjang yang lebih pendek itu malah nggak terpakai
buat gendong.
Gendongan instant yang aku punya, bentuknya simpel. Kurang
lebih seperti yang di gambar di bawah ini. Meski bahannya lembut dan nggak
perlu ngunthel2 ikatan di punggung seperti kain jarik, tapi tetap saja lumayan
bikin pegel kalau lama dipakai. Selain itu, hanya ada satu tangan yang bebas. Tangan satunya mesti menjaga si bayi.
pic : www.bundabayi.com |
Setelah Elo lahir, baru deh aku tahu baby wrap yang berupa kain panjang, terbuat dari bahan yang empuk dan stretch. Tahunya jelas dari
internet lah. Hmmmh, terlihat ribet juga sih makainya. Tapi demi punggung yang
enggak pegal, kedua tangan yang bebas, dan posisi bayi yang terlihat nyaman, aku tetap tergoda beli.
Sebenarnya, waktu itu ada gendongan jenis tersebut di sebuah toko di
Siantar (kami masih tinggal di sana). Tapi, hanya ada satu dan warnanya pink
polos. Duuuh, meski nggak terlalu fanatik terhadap pengategorian warna
berdasarkan jenis kelamin, tapi rasanya nggak cucok lah pink sama baby boy.
Selain itu aku memang kurang suka warna pink. Aku juga pengin gendongan yang
ada motifnya.
Baca : Cerita Pindahan
Jadilah beli secara online.
Layaknya barang bayi lainnya, tersedia aneka merk baby wrap. Tapi aku pilih merk lokal yang harganya miring dibandingkan merk impor. Aku beli merk Hanaroo warna ungu gelap dengan
motif.... (lupa). Waktu itu harganya berapaan ya? Kalau nggak salah Rp 160.000
(exclude ongkir). Tapi, saat mudik ke Jawa, ternyata sepupu naksir. Jadi,
gendongannya buat dia. Balik ke Siantar, aku beli lagi merk yang sama warna
hijau dengan motif lingkaran-lingkaran. Dalam kemasannya, ada buku mini
dan VCD berisi panduan pemakaian.
Jujur, menurutku, pemakaian-nya memang rada ribet. Jelas tak
sepraktis gendongan instant atau kain jarik. Kalau pakai gendongan ini, mau
pakai baju sekeren apapun, sebagian besar bakalan tertutup bagian kain. Ada temenku
yang sebenernya tertarik sama anti pegelnya, tapi jadi enggak beli karena
ribetnya. Kalau buatku sih, keribetan itu tertebus oleh anti pegelnya yang
memang terbukti. Bahan yang melar dan kuncian gendongan yang tidak terletak di
punggung, itu letak magic-nya.
Cara pakainya bisa divariasi sesuai kebutuhan. Tapi memang
karena panjang banget juga sih, jadi perlu effort lebih untuk memakainya. Jadi,
biasanya, kalau pergi-pergi sebentar, aku pakai kain jarik. Tapi kalau buat
jalan-jalan lama, aku pakai gendongan yang ini. Panjangnya yang sekitar empat
meter, membuat gendongan ini terasa tebal saat dilipat. Tapi, nggak gampang
rusak meski dicuci dan diperas menggunakan mesin. Cepet kering juga kalau
diperas.
pic : www.hanarooonline.wordpress.com |
Hingga Elo pensiun gendong, kain itu masih bagus kondisinya.
Sering dipakai main mumi sama Ale (inget film The Mummy??). Caranya, si kain
gendong buat bungkus leher sampai kaki seperti mumi. Tapi masa sih cuma buat
main mumi?
Masalahnya nggak semua emak-emak tertarik sama gendongan ini.
Jadi nggak bisa dikasihkan ke sembarangan orang. Sempat mikir alternatif, apa
aku tawarin aja di facebook yaah. Bukan dijual, tapi free (kalau jauh, ya bayar
ongkir doang). Tapi sebelum rencana itu terlaksana, ada sepupu yang barusan
lahiran anak keduanya tertarik sama gendongan jenis ini. Alhasil, si gendongan
mesti kembali menempuh perjalanan panjang. Dulu (saat beli) si gendongan menempuh
jarak Jakarta- Siantar. Tempo hari perjalanan paket gendongan lebih panjang,
yakni Medan – Temanggung.
Buat hangout enak pke gendongan kangguru..
BalasHapus