Judul yang
sama (Selamat Ulang Tahun, Lisdha) juga saya pakai di postingan sebelum ini.
Bedanya, tulisan ini part 2, sementara sebelumnya part 1. Bagian pertama saya
share di facebook dengan keterangan : hati-hati jebet (jebakan betmen). Beberapa
teman yang tahu ultah saya, jadi
mempertanyakan. Sementara, sebagian lain kasih ucapan selamat di komentar dan menulis di dinding. Bahkan, ada sahabat lama yang sampai telpon gara-gara baca status itu :D
Kena jebet
deh....
Sangat besar
kemungkinan mereka nggak klik artikel yang saya tautkan. Yang mana, di artikel
itu tertulis bahwa di Maret ini saya nggak ulang tahun. Mungkin ini jadi
semacam eksperimen sosial skala nano yang menghasilkan bukti kalau ada
kecenderungan kita untuk langsung
komentar tanpa baca artikelnya, atau baca sekilas saja, atau baca semua tapi
nggak memahami substansinya. (sengaja kata “kita” saya bold karena itu termasuk
saya huhuhu)
Nggak heran
kalau dunia maya itu penuh komentar “jaka sembung” alias “kaga nyambung.”
Tapiiiiii....
saya menghargai temen-teman yang udah kasih ucapan selamat yaaaah.
Maaf-maaf-maaf yaaaa kalau kalian sampai harus meluangkan waktu kasih ucapan
selamat padahal itu jebet hehehe.
Mau nggak
maafin? Atau mesti nunggu lebaran? hehehe.
By the way, tulisan ini untuk menggenapi janji
buat cerita “tindakan konyol yang saya lakukan di hari ulang tahun.”
Saya sudah
lupa, kapan kejadiannya. Pastinya sudah lebih dari satu dekade silam. Yeaaa, so long time a go.... Mungkin semester
tiga atau empat atau lima saat kuliah. Jadi di sekitar usia 20 tahun : entah 19, pas 20, atau 21 tahun. (Pokoknya
pakai gambar kue ultah usia 20 aja deh).
Di usia
segitu, saya masih sangat terpesona pada tiga kata : FUN FEARLESS FEMALE. Tiga
kata yang dipakai sebagai tagline
sebuah majalah wanita. Tiga kata yang seolah punya daya magis. Saya lagi
senang-senangnya tema feminisme gitu lhoo...
Pokoknya,
jadi perempuan itu jangan cemen. Mesti fearless.
Mesti berani mencoba hal-hal ekstrim (makanya waktu itu saya suka banget sama
Riyani Djangkaru-nya Jejak Petualang Trans 7).
Riyani Djangkaru waktu itu |
Meski saya
nggak pernah merayakan ulang tahun secara khusus, tapi saya tetap menganggap
ulang tahun sebagai hari yang berbeda dari hari-hari lainnya. Jadi, saya
memilih hari itu untuk melsayakan sebuah tindakan yang buatku tergolong ekstrim,
yakni MENYEBRANGI JEMBATAN REL KERETA API!
Hihihi,
konyol yak??
Sekarang saya
menganggap itu sebagai sebuah kekonyolan. Saat itu pun sama. Sebuah keinginan
yang nggak jelas. Keinginan yang kalau tercapai nggak ada faedahnya, KECUALI
sebagai pembuktian bahwa saya mampu menaklukkan rasa takut. Bukan pembuktian ke
siapa-siapa, kecuali ke diri sendiri.
Karena saya takut ketinggian.
Dan, namanya
masih sangat muda, energi masih berlimpah-limpah. Saya berhasrat menantang diri
menaklukkan hal-hal yang saya takuti.
Jembatan
kereta api mungkin tak terlalu tinggi, atau katakanlah tingginya standar. Tapi
berbeda dengan jembatan jalan aspal, jembatan rel itu berlubang-lubang sehingga
sungai di bawahnya terlihat jelas. Ituuu yang bikin saya takut.
Beberapa
tahun sebelumnya (saat masih anak putih abu-abu), saya pernah mencoba hendak
melintasi jembatan rel di Kali Galeh dan Kali Opak (dua-duanya di tempat
kelahiran saya, Temanggung). Dua-duanya tak berhasil.
Kedeerrrrr
duluan lihat ke bawah (sungai dengan bebatuan yang menonjol di sana sini). Gemesss ketika lihat orang-orang di situ
santai saja melintasi jembatan tersebut.
Rasanya, saya
cemen banget deh. Saya nggak fearless banget deh.
Selagi belum
berhasil, saya masih berasa berutang. Terus, saya kuliah di UNS. Kampus saya
dekat Bengawan Solo, sungai yang legend
itu. Nah, tak jauh dari kampus, yakni di seberang Taman Jurug, ada area
pinggiran bengawan yang enak buat nongkrong.
Tempatnya
lumayan bersih dan teduh. Beberapa waktu lalu, saat main ke Solo, sepertinya
tempat itu sudah ditata dan ramai. Dulu belum seperti itu. Hanya ada sedikit
penjual dan orang-orang yang datang. Jadi suasananya masih lumayan lengang. Saya
kadang ke situ untuk sekedar duduk-duduk atau membaca buku.
Dulu suasananya
relatif tenang meski dekat jalur raya Solo – Surabaya. Hanya sesekali suara ribut yang cukup lama
terdengar, yakni kalau kereta api lewat. Yups, lokasi itu memang dilintasi jalur
kereta api lintas Pulau Jawa. Jalur kereta yang lewat bengawan sehingga
dibangun jembatan.
enggak tahu deh, ini jembatan di jurug apa bukan, buat ilustrasi aja.dulu pemandangannya kurang lebih seperti ini |
Suatu
ketika, terlintas ide untuk menjadikan jembatan itu sebagai lokasi “bayar utang”. Tapi saya terlalu malu untuk berbagi ide itu
dengan teman-temanku. Saya mengamati, jam
berapa saja kereta lewat.
Rencananya,
saat ulang tahun, saya akan menyebrang jembatan sendirian. Ini memang rencana rahasia, malu kalau sampai
ketahuan teman. Beda banget lah sama reality
show televisi, di mana tantangan dilakukan di bawah pengawasan dan
ditujukan untuk tontonan (namanya juga show).
Lalu harinya
tiba...
Saya sampai
di lokasi. Niat menyebrang dan rasa takut berkelindan. Mungkin itu membuat saya
terlihat tak biasa. Tampak aneh.
Saya belum
juga melintas jembatan ketika seorang nenek datang mendekat. Manusia....bukan
hantu. Nenek itu adalah penjual teh di
pinggir bengawan. Si nenek menanyakan hal standar, seperti nama siapa, tinggal
di mana, dan sedang apa. Lalu, jawaban-jawaban singkat saya ditanggapi dengan
petuah-petuah penguat jiwa.
Hwaaa....
rupanya saya dikira mau bunuh diri!!!
Ihiksss.....
perasaan saya seketika campur aduk.
Geli, karena
disangka mau bunuh diri.
Sedih,
karena jelas sekali lagi gagal menuntaskan misi.
Lega, karena
saya dihindarkan dari peluang mati muda (dan sia-sia).
Coba kalau
saat itu saya terpeleset dan nyemplung ke bengawan (padahal saya nggak bisa
renang). Coba saat itu ada kereta lewat di luar jadwal. Bisa-bisa di koran
esoknya ada berita dengan judul semacam :
Gadis Muda
Meninggal Jatuh dari Jembatan Bengawan
Mahasiswi
Lewat Jembatan, Eh Kereta Api Lewat, Lewat Juga deh Nyawanya.
Saya masih sangat muda. Saya belum takut mati. Tapi saya egois karena saya nggak memikirkan bagaimana orangtua saya kalau mereka kehilangan anak dengan cara yang tragis. Bertahun
lewat, saat membaca atau mendengar berita bunuh diri, saya sering teringat si nenek. Orang-orang yang berhasil bunuh diri
itu.... mungkin sebelum mereka bertindak, tak ada orang yang cukup peka dan
cukup peduli.
Menulis ini
membuat saya mencoba mengingat-ingat rupa dan perawakan si nenek. Tapi nihil....
saya sama sekali tak bisa mengingatnya.
Posting Komentar untuk "Selamat Ulang Tahun Lisdha... (2)"
Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)