Bedah gigi bungsu ini sudah saya ingini sejak beberapa bulan
lalu. Yakni sejak saya tahu kalau gigi bungsu kanan bawah ini sedikit tampak
dan selalu bikin rasa nggak nyaman setelah makan. Tapi ternyata butuh waktu
panjang dari mulai wacana hingga eksekusi. Mungkin karena bukan situasi yang
gawat darurat, jadi nggak bener-bener memaksa untuk segera dilaksanakan.
Baca : Si Bungsu Yang Selalu Bersamasalah
Saat itu, BJ banyak jadwal keluar kota. Padahal, kalau saya bedah gigi, BJ mesti standby pegang anak-anak. Meski belum ada kepastian waktu operasi, saya telepon hotline asuransi yang saya miliki (asuransi dari kantor BJ). Dapat info, kalau bedah gigi bungsu dicover dengan biaya maksimal Rp 6,6 juta.
Saat itu, BJ banyak jadwal keluar kota. Padahal, kalau saya bedah gigi, BJ mesti standby pegang anak-anak. Meski belum ada kepastian waktu operasi, saya telepon hotline asuransi yang saya miliki (asuransi dari kantor BJ). Dapat info, kalau bedah gigi bungsu dicover dengan biaya maksimal Rp 6,6 juta.
Syaratnya, bedah dilaksanakan di rumah sakit, bukan di klinik. Saya masih
ingat dua kali bedah gigi yang dulu,
biayanya hanya Rp 600.000 per tindakan. Terus, saya baca beberapa
website, biaya bedah gigi bungsu per tindakan semahal-mahalnya nggak sampai Rp
5 juta. Pede banget-lah bakalan full tercover asuransi.
Sengaja saya nggak pakai BPJS. Bukan karena under estimate
dengan pelayanan BPJS. Minggu lalu, Ale cabut gigi pakai BPJS, pelayanannya oke
kok. Tapi saya nggak pakai BPJS karena punya fasilitas asuransi swasta. Pikir
saya, bedah gigi kan lumayan gede budgetnya. Kalau memang ada alternatif,
kenapa enggak “membantu” mengurangi beban BPJS. Kan sering tuh baca berita
kalau secara nasional anggarannya masih nombok-nombok melulu.
Hihi, entah ini
pikiran yang baik atau justru malah naif?
Habis telpon asuransi, mulai mikir pilih RS. Nah pas akhir bulan
April saya papsmear di RS Siloam Dhirga Surya Medan. Sekalian deh ke bagian
informasi tentang jadwal praktik dokter bedah mulut. (Tapi kok ya nggak
sekalian tanya estimasi biayanya---- pede banget sih). Sabtu 5 Mei saya
konsultasi dengan dokter spesialis bedah mulut sekalian foto panoramic.
Selanjutnya bedah diagendakan pada 12 Mei.
Nah ini hasil foto panoramic-nya. Gigi bungsu miring, mepet ke geraham depannya. Memang nggak ada terasa ngilu-ngilu atau sejenisnya sih. Tapi, sebelah gigi geraham belakang itu kan sudah nggak ada (dulu dicabut karena bolong). Bedah gigi bungsu pasti sakit (setelahnya). Tapi saya pilih bedah daripada nantinya si gigi bungsu bikin rusak geraham belakang. Kalau geraham belakang itu sampai rusak dan mesti dicabut, saya jadi cuma punya satu geraham kanan bawah dong. Ahh...nggak mau.
Karena merasa sudah pernah, saat konsultasi saya nggak
tanya-tanya detail ke dokter maupun perawat. Sewaktu dia bilang mengenai efek
bedah (kebas, nyeri, bengkak), saya oke aja. Nggak bakalan kaget kalau itu
terjadi.
Satu hal yang bikin saya rada deg-degan tiap kali mau
tindakan medis itu hanya “malpraktik.” Meski malpraktik itu jarang-jarang tapi
kan bisa menimpa siapa saja dan kapan saja. Secanggih apapun peralatannya,
sebonafid apapun rumah sakitnya, sepintar apapun dokternya, dan seteliti apapun
prosedur tindakannya, bisa saja terjadi hal-hal di luar dugaan.
Hihi, mungkin jadi tampak parno banget yaaa. Padahal, dua kali
bedah terdahulu saya hadapi dengan gagah berani. Biasa aja. Mungkin karena di
saya, bertambah usia berbanding terbalik dengan volume keberanian. Tapi ya mau
gimana lagi, berdoa dan percaya. Itu saja yang bisa saya lakukan.
Sabtu itu, saya ditemani BJ, Ale, dan Elo langsung ke lantai
tujuh RS Siloam. Agak lama di pendaftaran karena beda petugas dengan saat
konsultasi. Jadi mesti konfirmasi lagi ke asuransi (huhuhu, harus sabar-sabar
kalau pakai asuransi). Selesai urusan daftar, saya ke poliklinik gigi dan
ternyata nunggu lamaa (padahal paginya saya ditelpon supaya datang pukul
13.30). Menjelang pukul 15.00, barulah saya dipanggil.
nampang dengan baju operasi ^-^ |
Operasi dilakukan di lantai tiga. Sebelum turun, saya lebih
dulu diminta ganti baju operasi. Waks...kejutan pertama. Dua kali bedah
yang dulu, nggak perlu pakai baju operasi segala deh. Makanya saya selalu berpikir
bedah gigi bungsu adalah operasi “ringan” (atau paling pol ya “medium”). Tapi baju
operasi memengaruhi psikologis saya loh. Kok jadi berasa operasi besar hahaha (teringat
prosedur awal dua kali caesar sectio).
Kejutan kedua adalah saat masuk ruangan operasi. Dulu kan bedah
di klinik, jadi operasi dilakukan di kursi periksa gigi aja. Kali ini, saya
mesti menunggu dengan posisi tidur di bed di bagian pre-operation. Halaah...
ilustrasi ruang klinik gigi (pic : www.gambarproperti.com) |
Then...masuk ruang operasi. Masuknya ini bukan jalan kaki
sendiri. Melainkan tetap tidur di bed, lalu didorong petugas. Berasa sakit
parah kaan... Begitu di dalam, badalaaa...kejutan ketiga : beneran di ruang operasi!!
Ruangan steril dengan cat hijau (untung bukan
putih yang bikin silau). Warna baju tenaga paramedisnya hampir serupa dengan
cat temboknya. Terus, ada alat-alat segede gaban yang saya nggak tahu namanya. Rrrr...bayangan
bedah di kursi praktik gigi seperti dulu ambyar jadi remah-remah.
Saya mesti pindah ke bed operasi. Bed dengan lampu-lampu di
atasnya. Lampu-lampu yang kalau nanti
dinyalakan... bakalan silaaaauuuu man. Kan lampu buat operasi, bukan sekedar
lampu ruangan.
ilustrasi ruang operasi (pinterest.com) |
Lanjut kejutan keempat, wajah saya ditutup dengan kain
berlubang. Bagian lubang ini diletakkan tepat di atas mulut. Wih, padahal dulu
pas operasi caesar, sama-sama pakai lampu-lampu gitu tapi mata nggak ditutup.
Eaaaaaa....yang disorot lampu kan bagian perut. Nah ini operasi gigi, yang
disorot kan bagian muka. Hihihi, logika dong buuu...
Oh ya sebelum itu, ada prosedur standar, yakni cek tekanan
darah. Kirain. Cek terus sudah. Ternyata alat pengukur tekanan darah terus
dipasang selama operasi. Selain itu juga dipasang alat cek jantung yang
dicepitkan di jari telunjuk terus disambungkan ke monitor yang rutin berbunyi
titt...titt..titt. Helaaaaah... seserius ini??
Setelah semua ok, saya dibius lokal dengan disuntik pada
gusi bagian belakang. Namanya disuntik, ya sakit lah. Tapi masih lebih sakit
pas epidural buat operasi caesar. Jadi nggak sampai meronta-ronta histeris gitu
lah...
Tak lama gusi dan sebagian lidah terasa kebas. Lalu tindakan
operasi dimulai. Jelas saya nggak bisa lihat, kan tindakannya terjadi dalam
mulut, plus mata saya juga ditutup. Tapi dengan bius lokal, saya bisa menerka
tindakan apa yang dilakukan. Entah bagaimana detailnya, yang jelas kan gusi
perlu dibedah, lalu gigi yang bermasalah diambil. Mungkin karena dekat banget
sama telinga, ya terdengar betul bagaimana desingan peralatan-peralatan itu.
Pernah dengar suara gergaji mesin saat dipakai memotong
kayu? Ya mirip seperti itulah suaranya. Hahaha...horor? Nggak horor-horor amat
sih.
Saya jadi mikir, dulu kok hebat banget ya bedah gigi dengan
wajah nggak ditutup kain. Cuma suruh tutup mata aja, yang artinya kalau saya
melek atau ngintip, bisa-bisa saja lihat beraneka alat bergantian masuk ke mulut.
Hihihi...
Operasi berlangsung sekitar 30 menit. Berhubung dibius, ya
nggak sakit. Palingan agak terasa seperti ditekan (mungkin saat bagian gigi
diambil paksa dari gusi). Setelah beres, gusi dijahit, disumpal kain kasa, lalu
sudah. Kain penutup dibuka dan saya bisa ngobrol-ngobrol sedikit dengan
dokternya. Agak susah sih ngomongnya, kan masih kebas dan disumpal kasa wkwkwkw.
Oh ya, saya rikues untuk bawa pulang si gigi bungsu. Oleh asisten
dokter, gigi saya ditaruh dalam botol plastik kecil. Hhhmm,...lumayan gede dan
utuh, nggak bolong. Yang saya pikir dulu lubang hitam, ternyata hanya plak
kecil. Maklum posisinya bikin susah disikat, pantes aja jadi plak hitam.
Berhubung ukurannya besar, sebelum diambil, si gigi mesti digergaji jadi dua.
Kata dokter, ujung akar juga sangat dekat dengan daerah syaraf. Makanya tadi
sempat pendarahan. Tapi normal sih. Bukan bleeding yang parah gitu.
Pasca tindakan, saya menunggu di bagian luar kamar operasi
kira-kira 20 menit. Nggak ngapa-ngapain, bener-bener menunggu sambil tiduran
saja di bed. Saya melihat beberapa pasien masuk ruang pra-operasi. Hmhh... di
ruangan itu, kesibukan seolah tak terhenti. Ada pasien yang anak-anak, ada
pasien setengah baya, ada juga pasien yang sudah sepuh (tua). Entah operasi apa
saja yang hendak dilakukan saat itu.
Perawat menjemput saya pakai kursi roda. Hahaha...padahal
saya bisa jalaaaan lhoo. Tapi ya sudahlah.. perawatnya pun bilang, “pakai kursi
aja ya Bu, saya sudah telanjur bawa.” Ya wis..manut aja lah.
Sampai di lantai tujuh, ketemu sama BJ, Ale, dan Elo yang
menunggu sambil berjuang melawan bosan. Dari jam 13.00 kami di RS lhoo..
Menunggunya sih di kamar, tapi kan tetap bosan. Kata BJ, Ale sempat nangis
karena takut bunda-nya kenapa-kenapa saat dioperasi. Hahaha, itu anak memang
gampang mellow.
Saya kembali ganti baju. Selanjutnya mengurus pembayaran.
Berharap urusannya cepet meski pakai asuransi. Kan one day care, bukan rawat
inap seperti saat Elo sakit. Dua kali Elo rawat inap di Medan, mesti berjam-jam
nunggu urusan asuransi. Bagaimana ya supaya urusan pakai asuransi itu nggak
perlu lama? Ternyata one day care pun urusannya butuh waktu cukup panjang. Ada
sekitar satu jam kami menunggu. Kasihan Ale Elo yang sudah sangat bosan.
Itu pun dengan kejutan terakhir... Eh sebenarnya nggak
terkejut pada detik-jam itu sih, karena sudah dikasih tahu sejak sejak sebelum
tindakan operasi. Seperti saya tulis di awal tadi, dengan coverage asuransi Rp
6,6 juta, kirain sudah lebih dari cukup. Artinya, bisa full tercover asuransi.
Tapi ternyataaaa... total biaya delapan juta sekian ratus ribu rupiah. Itu
artinya harus nombok :D. Widiih..satu gigi aja hampir sembilan juta. Gini nih
gara-gara sok yes, nggak nanyak-nanyak estimasi biaya pas dulu bikin janji sama
dokter bedah mulut.
Bersyukurnya masih ada uang belanja buat bayar kekurangan.
Tapi saya minta berkas-berkas pembayaran (selain kuitansi) ke petugas. Usaha
mau reimburse biaya yang nggak tercover asuransi ke kantor BJ. Mudah-mudahan
bisa diklaim. Kalau enggak bisa....ihiksss ihiksss. Setelah nyeri gusi, bakalan
lanjut nyeri hati.
Di hari Minggu, pipi kanan bengkak, tapi nggak segede dulu, juga nggak terlalu terasa cenut-cenut (obat pereda nyeri-nya ok). Tapi
masih kaku sih kalau buat makan-makan normal. Jadi, sementara makan bubur
(bikin sendiri) dan lain-lain yang lunak-lunak. Senin, sudah bisa menggerakkan mulut dengan lebih leluasa. Kadang ada rasa-rasa asin yang berarti masih ada sedikit darah yang merembes keluar. Tapi sudah bisa makan biasa.
Sekarang di mulut saya masih
ada satu gigi bungsu yang juga nggak mau tumbuh. Posisinya di kanan atas.
Semoga saja yang satu ini baik-manis-dan enggak rewel alias nggak perlu operasi.
Related Post :
Kalau boleh tau nama asuransi yang cover operasi gg graham bungsu namanya apa ya bu?
BalasHapusasuransi astra life bapk/ibu. tp saya ga tau pastu jenisnya yg apa krn dr kantor suami
HapusAsuransi garda medika yaa bu?apakah full cover untuk operasi gigi bungsu?
HapusKalau boleh tau nama asuransi yang cover operasi gg graham bungsu namanya apa ya bu?
BalasHapusDokter bedh mulutnya siapa mbak? Saya jg baru op.kecil pake bius lokal.. Pake asuransi prudntial tpi nomboki gak nyampe 500 rb.. Sama jg pake ruangan one day care..
BalasHapuskalau ga salah namanya dr isnandar. wah brarti besar ya coverage prudential. di RS mana?
Hapusbu mau tanya, brarti itu secara cahsless ya cover asuransinya? bukan reimburse?
BalasHapusWah aku baru baca di 2023 dan besok 28 agustus saya harus bedah gigi bungsu 4 sekaligus di siloam tb simatupang, estimasi biaya 49jt untuk keseluruhan, dari asuransi hanya di cover 34jt untuk gigi. Serasa biaya operasi caesar tp drpd sakit gigi tiap hari hehe
BalasHapus