Masih ada sisa-sisa suasana hari raya nih. Masih
nyambung-lah buat ngomongin tiket mudik. Tapi yang ini jelas bukan tiket mudik
Lebaran lalu. Melainkan tiket mudik buat Natal yang jelas saja masih jauuuh.
Tapi yaaah, persiapan jauh hari demi harga miring. Yang ternyata, persiapan jauh hari pun tetap nggak selancar jalan tol di luar waktu mudik.
Sebenarnya, menjelang
Lebaran kemarin kami sempat galau. Mudik-Nggak. Mudik-Nggak. Pihak Kepala Rumah Tangga yang didukung
krucil pengin pulang kampung. Alasannya, mumpung Ibu (suami) dan Emak (saya)
masih sugeng. Beliau berdua kan sudah sepuh. Secara matematika manusia, beliau
berdua akan lebih dulu dipanggil Tuhan (tapi itu hitungan manusia sih ya,
keputusan Tuhan bisa jadi beda). Lebaran juga moment paling pas untuk ketemu
dengan keluarga besar yang memang sebagian beragama Islam.
Ya sih. Alasan yang sangat logis-gis-gis tapi bikin saya meringis. Selaku Menteri Keuangan Rumah Tangga saya punya
keberatan. Apalagi kalau bukan soal anggaran. Buat kami yang tidak ada alokasi atau
subsidi anggaran tiket pulkam dari perusahaan, empat tiket Medan – Jogja PP yang dibeli (me)ndadak jelang peak-season bukan pengeluaran yang ringan. Apalagi, kalau Natal nanti juga
pulang. Dua kali pengeluaran ekstra bakalan mengganggu neraca finansial. Bisa-bisa,
cadangan devisa menipis atau bahkan habisss.
Uhuii...pakai istilah-istilah tinggi biar tampak kweren. Padahal,
bilang saja bokek wkwkwkwk.
Pak Kepala bilang, kan ada THR alias Tunjangan Hari Raya. Don’t rich
people sad-lah. Hla piye toh...(merasa sebagai) people sad sih enggak. Tapi jelas juga bukan
horang-kayah macem mereka yang bisa terbang semudah burung elang. Mereka yang mau
beli tiket kapan saja ke mana saja nggak masyalah.
Tapi alasan buat ketemu Ibu dan Emak itu memang sempat bikin
saya galau-lau-lau. Sebagai anak, rasanya kok kurang berbakti. Lebih mementingkan keamanan anggaran daripada sebuah indahnya pertemuan. Apa memang benar pepatah, kasih ibu sepanjang jalan - kasih anak sepanjang galah? Aaaah.
Tapi, saya meyakinkan
diri, beliau berdua pasti bisa memahami. Beliau berdua kan juga mantan Menteri Keuangan Rumah Tangga. Meski sama-sama perempuan, dalam hal ini pasti lebih bisa mengedepankan logika daripada perasaan. Terlebih, beliau berdua tahu
tanggungan keuangan kami setelah beberapa keputusan yang kami ambil belakangan
ini.
Finally : Kepala Rumah Tangga (with krucil) versus Menteri
Keuangan Rumah Tangga dimenangkan oleh pihak yang kedua.
Tapi saya nggak hore-hore sih, justru rasanya sedih. Apalagi
si sulung Ale tetap nggak bisa menerima keputusan itu. Berkali-kali dia
nyeletuk, mengungkapkan kekecewaannya karena nggak pulang ke tempat Embah.
Duuuh....
Akhirnya, malah jadi kepikiran untuk beli tiket mudik Natal
nanti pakai THR kali ini. Ohohoho, rekor nih. Selama ini, belum pernah kami
beli tiket mudik sejauh hari ini.
Tahun-tahun lalu, saya biasa menyimpan THR itu sebagai
tabungan. Baru nanti, saat bulan-bulan sudah berakhiran –er, saya baru mulai
cari tiket buat mudik Desember. Dulu nggak berpikir untuk jauh hari beli tiket
karena belum yakin kapan BJ bisa mulai ambil cuti. Apalagi setelah Ale
sekolah dan sekolahnya nggak terbuka soal kalender libur. Beli tiket pasti udah
menjelang Desember dan biasanya sudah nggak dapat tiket promo. Paling miring-miring dikit macem Menara Pisa.
Lagipula, bagus juga beli tiket sejak sekarang. Ntar
takut-nya si THR “tahu-tahu habis dan raib”. Bukan otak bisnis sih. Jadi
nggak mikir untuk muterin dulu uang itu. Lagipula, cek-cek tiket di travel agen
online, harga untuk Desember masih sangat bersahabat. Soal cuti BJ dan libur
Ale, dari pengalaman sebelumnya, pasti sudah bisa cuti dan sudah libur di
tanggal mendekati Natal. Ya sudah deh, niatkan saja beli tiket.
Mudik yang lalu-lalu,
saya biasa beli tiket di teman yang punya usaha travel atau di website
maskapai. Pernah sih install aplikasi tiket online. Tapi karena jarang terpakai,
jadi saya uninstall. Nah, gara-gara
ngerjain buku traveling punya temen, saya jadi kembali menginstall salah satu aplikasi tiket.
Terbang bersama bocah-bocah, tentu saja ada
pertimbangan-pertimbangan. Seperti, terbang jam berapa dan transit atau tidak.
Kami pilih penerbangan siang dan tanpa transit. Alhasil, meski ada berbagai
alternatif maskapai dan harga, dengan pertimbangan tadi, tiket incaran kami jadi
terbatas.
Eh tapi, pas cek aplikasi, harga tiket incaran kami pas miriiiiing ring
riiing. Langsung cusssss. Tapi ada masalah : selama ini, kalau beli empat tiket
di website maskapai, harga tiket akan sejumlah 4 x harga yang tertera untuk
satu orang. Tapi saat beli tiket di aplikasi ternyata enggak demikian. Haha,
info lawas buat orang lain, tapi pengetahuan baru buat saya. Semula sudah hepi
karena harga tiket terhitung murah meriah. Eh setelah di-set untuk dua dewasa
dan dua anak, harga langsung berubah jauh dari harga satuan. Jadi nggak murah
lagi. Ihiiksss....serasa kena PHP.
Jadi googling deh “kenapa beli tiket banyak malah lebih
mahal.” Jawabannya : karena harga kursi di pesawat itu bervariasi. Jadi, kalau
beli banyak bakalan kena harga yang tinggi. Tips biar tetap dapat harga miring
: belilah tiket secara terpisah.
Tapi kami kan sama anak-anak. Nggak mungkin beli satu-satu.
Coba setting untuk satu dewasa dan satu anak. Dengan jumlah itu rupanya dapat
harga promo. Akhirnya saya order dulu buat saya dan Elo. Rencananya, ntar satu
kali lagi order buat si ayah dan Ale. Tapi ternyata keberuntungan tak berlanjut.
Selesai urusan tiket saya dan Elo, harga sudah kembali tinggi!! Huhuhu.
Masih ada sih harga promo, tapi untuk pesawat lain dan
tanggal yang lain. Ya nggak asik lah, masa kami berempat nggak barengan
baliknya. Sejak hari kami beli (sebelum Lebaran) hingga saat ini (almost two
weeks after), harga masih bertengger tinggi. Nggak cuma di aplikasi itu, tapi
juga di aplikasi lain, bahkan di website maskapai.
Jadi, sementara keep dulu deh urusan dua tiket pulang itu. Lucunya, empat tiket balik Jogja – Medan
justru sudah beres. Tiket kembali ke Medan kami dapat lebih murah di website
maskapai. Beli di situ, nggak pakai ribet beda harga gara-gara beli empat tiket
sekaligus.
Sebenernya sih, kalau dihitung-hitung, ntar totalnya nggak terlalu
jauh sih. Tetap lebih hemat karena saya dan Elo kan dapat harga promo. Tapi
“belanda masih jauuuh.” Sabar-sabar saja lah...syukur-syukur nanti harga
kembali turun. Memang menunda-nunda begini juga harus siap risiko sih. Risiko
terburuk, alih-alih turun, harga justru naik atau tiket sold out. Kalau hal kedua terjadi, mungkin nanti bakalan kejadian
kami pulang dalam dua kloter atau saya refund tiket yang sudah kadung dibeli.
Haha, embuuh. Semoga terjadi sesuai harapan kami. Cuma
berempat, masa beda pesawat.
Mba, boleh pelukan ga?
BalasHapusSama nih gak mudik waktu lebaran, rencana nanti pas libur natal aja, tapi entah kenapa si tiket tetep mehel hiks1