Tanggal 1 Juli lalu adalah ulang tahun Kota Medan yang
ke-428. Wow...sudah sangat panjang usia kota ini. Kota yang (tidak saya sangka)
menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Juli 2016 – Februari 2018,
saya-suami-dan-anak-anak sempat menjadi penduduk Kota Medan. Setelah itu, kami sedikit
bergeser dari tempat tinggal lama. Jaraknya hanya sepelemparan batu untuk sampai
wilayah Kota Medan. Tapi secara administratif sudah masuk wilayah Kabupaten
Deli Serdang.
Deli Serdang yang mepet-pet-pet ke area Kota Medan. Jadi,
anggap saja masih tinggal di Medan hahaha. Toh masih tetap di Medan ataupun sudah geser
sedikit ke Deli Serdang nggak berpengaruh banyak buat kami yang masih saja
ber-KTP Jawa Tengah.
Hhhmm...Medan. Saya mencoba mengingat-ingat, apa yang ada di
benak saya duluuuu tentang Medan. Kota besar, Batak, Danau Toba, logat dengan
“e” yang khas..... Apa lagi ya? Entah dulu apa saja yang terbersit di kepala
saat mendengar kata Medan.
Sekarang, setelah sekian tahun tinggal di Sumut, pengetahuan
tentang Medan jelas bertambah. Tapi, pengetahuan ini jelas tidak sebanding
dengan rentang usia Medan yang sudah sedemikian panjang (empat abad loh!!).
Lagipula, ini hal-hal random yang ringan-ringan aja sih. Apalah pengetahuan saya,
mamak-mamak yang di Medan misqueen sosialisasi ini.
Tapi tak ada ruginya kalau saya share di sini. Buat update
blog gitu loh. So this is it tentang Medan. CMIIW alias correct me if I'm wrong yah..
#Medan Itu Tidak Dominan Batak
Dulu sempat mengira Medan itu identik dengan Batak. Ternyata
saya salah! Medan itu penduduknya heterogen banget lho. Baca dari beberapa
artikel, suku asli atau host population Kota Medan adalah Melayu. Namun, suku
Melayu bukanlah mayoritas. Medan justru bisa dikatakan sebagai Indonesia mini.
Sebab kota ini menjadi tempat tinggal begitu banyak suku tanpa ada jumlah
dominan. Selain Melayu dan Jawa, ada suku Batak (yang justru identik!),
Minangkabau, Tionghoa, Aceh, India, Arab, dan lain-lain.
Keragaman suku otomatis juga diikuti keragaman budaya,
agama, dan kepercayaan. Di Medan, banyak tempat ibadah dari berbagai agama yang
ikonik dan menarik dikunjungi. Medan juga punya aneka event yang berhubungan
dengan keanekaragaman agama dan budaya.
Mengapa Medan (telanjur) identik dengan Batak? Mungkin
karena orang Batak itu berdiaspora kemana-mana. Terus kalau ditanya orang
(non-Batak) asalnya dari mana? Jawaban simpel adalah Medan. Padahal, bisa jadi
dia dari pelosok Samosir, Tapanuli, atau lain-lain wilayah “endemik” suku Batak.
Wajar sih, sama orang baru kenal, kadang enakan kasih jawaban simpel. Toh, kalau
dijawab nama kampung, si penanya juga belum tentu paham (iya sih,
underestimate!). Kayaknya ini kebiasaan para perantau sih ya, kadang saya juga
begitu hahaha.
#Kuliner Medan itu Alamaak
Kalau suku warganya beragam, kulinernya pasti juga serupa. Buat
makan di tempat atau buat oleh-oleh, banyak pilihan. Sebagian teman yang kami
temui saat berkunjung ke Medan memilih Ucok Durian sebagai tujuan kongkow. Buat
makan yang seriyus, tinggal pilih mau apa? Ada aneka sajian mie, ada lontong, ada soto,
ada ikan arsik, ada babi panggang (last jelas non-halal yaah), dan lain-lain. Untuk
oleh-oleh hingga keluar daerah? Bisa bawa pancake durian, bolu, bika, sirup
markisa, dan sebagainya.
Tapi jujur sih, lidah Jawa saya belum sepenuhnya beradaptasi
dengan selera Medan. Nggak semua kuliner menu khas Medan saya doyan. Contohnya, mie
gomak yang konon kondang sebagai spaghetti Medan. Sampai sekarang, saya nggak
bisa makan mie gomak kecuali terpaksa. Selera makan memang urusan pribadi. Enak
bagi satu orang, belum tentu bagi yang lain, ya kan?
Btw, soal bika. Tahu dong kalau Medan terkenal dengan bika Ambon.
Unik ya...bika Ambon kok dari Medan? Ada sih ceritanya, tapi ntar kepanjangan
kalau ditulis di mari. Gugling ajah, pasti ada.
#”E” di Medan Itu Nggak Segitunya Deh
Kalau lihat tv, terutama di tayangan hiburan, orang Medan
pasti dicirikan dengan logat bahasa yang khas. Salah satu khas-nya adalah pengucapan
huruf “e” yang seragam di semua kata. Macam lafal “e” pada kata merah itu ya
kan? Tapi kayaknya itu hiperbola media deh. Lha wong sekian lama di Medan (juga
Karo dan Siantar), jarang-jarang ketemu orang ngomong semedok itu. Huhu, di tayangan hiburan kita, apa sih yang nggak dihiperbola?
Tapi kalau soal kosakata khas, saya banyak nemu nih. Bahkan,
awal-awal tinggal di Sumut, saya sempat mengalami miskom gara-gara kosakata
yang bagi saya seolah “tertukar-tukar”. Contohnya nih, di Medan pajak adalah
pasar dan pasar justru berarti jalan. Contoh lain, kereta adalah motor,
sedangkan motor untuk menyebut mobil. Haha, di Medan kereta nggak butuh rel
coy... Oh iya, hati-hati kalau beli minyak. Kalau di warung bilang minyak
(doang tanpa “goreng”), bisa-bisa kita dikasih bensin, bukannya B*moli (haha,
gapapalah sebut merk). Ada juga “semalam” yang adalah kemarin, bukannya “tadi
malam”.
Medan bahasanya kasar? Ya mungkin begitu bagi telinga yang
nggak terbiasa. Saat bercanda bisa terdengar seperti lagi begaduh (bertengkar).
Padahal, enggaaak. Tapi kayaknya kasar itu juga stereotipe deh. Dan selalu ada orang-orang yang tidak sesuai stereotipe. Buktinya, ada loh teman-teman Medan yang ngomongnya biasa aja. Kalau lagi esmosi level suara naik? Ya itu mah nggak orang Medan aja keleus.
#Betor, Kenapa Nggak Beker yah?
Di Jogja dan banyak kota lain di Jawa, becak dikayuh
menggunakan sepeda angin. Sedangkan di Medan, becak itu pakai sepeda motor. Yah,
mungkin becak motor juga ada di beberapa
kota lain di Indonesia yah. Tapi ada yang bikin saya mikir : kalau sepeda motor
lazim disebut kereta, kenapa becak sepeda motor disebut betor yah? Coba
dibilang beker...lebih Medan booo.
Bocils saya suka banget naik betor. Jarak dekat sih oke.
Tapi kalau jarak jauh atau mesti lewat jalan ramai, saya kok rada-rada gimana
gituuh. Takutnya pas dapat betor yang belok sembarangan dan melawan arus lalu lintas. Abang sopir sih
udah biasa aja gitu. Nah saya selaku penumpang sukses dibikin spot jantung.
Deg-degan di betor nggak bisa telepon nomor aduan euy....
Meski betor lebih lazim, masih ada juga lho becak pakai
sepeda (tanpa motor). Becak sepeda (yang bentuknya tidak seperti becak di Jawa)
lazim disebut becak dayung. Mendayung di jalan raya...itu cuma di Medan bah.
#Macet dan Panasnya, Astaga
Mungkin ini sih yang bikin saya kurang nyaman di Medan. Namanya
juga kota dekat laut, ya panas-lah. Kalau cuaca lagi panas-panasnya, nggak kuku
deh. Kipas angin atau AC bisa menyala sepanjang hari. Suami dan bocil tersiksa
banget kalau malem-malem mati listrik. Bukan karena gelap, tapi karena AC nggak
bisa nyala. Poin plus-nya : cepet kering kalo menjemur pakaian. Apalagi kalau
sudah diperas mesin cuci, di angin-anginkan tanpa sinar matahari pun bakalan
kering.
Tentang macet, ini memang penyakit “kota-kota” besar sih yaa...Soal ini, Medan banyak kawannya.
Tinggal di Medan bikin kami punya habit baru, yakni cek Google Map menjelang
pergi ke kota. Tak selalu karena nggak tahu jalan, tapi untuk cari rute yang
nggak merah.
#Hari Minggu atau Hari Pesta, Kebaya Cantik Di Mana-mana
Buat saya yang hanya sedikit pengalaman pakai kebaya, urusan
perkebayaan di Medan bikin saya tercengang. Di sini, perempuan pakai kebaya
justru lebih jamak daripada di Jawa sana. Sejauh pengamatan, kebaya banyak dipakai oleh perempuan-perempuan Batak.Coba deh hari Minggu keliling Medan,
terutama ke gereja-gereja tradisional. Saat jemaat masuk/keluar, akan mudah
dijumpai oma-oma atau ibu-ibu pakai kebaya untuk beribadah. Apalagi kalau di
pesta pernikahan, nggak hanya kalangan oma dan ibu-ibu, gadis-gadis hadirin
pesta pun banyak yang berkebaya. Bukan kebaya kutu baru mode klasik, tapi
kebaya-kebaya modifikasi yang aduhai cantik.
Ihirrr...kebaya..mana kebaya saya?
#Medan itu gudangnya penyanyi berkualitas.
Ini sih sudah pada ngerti. Saya yang enggak music-freak aja
tahu. Dari zaman dulu sampai zaman now, kancah musik nasional selalu dihiasi
nama-nama musisi asal Medan (Sumut sih tepatnya). Panbers, Victor Hutabarat,
Jack Marpaung, Joy Tobing, Judika, Maria Idol....itu cuma sedikit contoh. Hihi,
iya sih, banyak nama Batak. Seperti Ambon dan Papua, suku ini sepertinya
terberkati dengan suara indah dari sononya. Ibaratnya, nyanyi-nyanyi di tempat
kongkow aja sudah kayak konser deh. Tapi saya dapat suasana kayak gitu bukan di
Medan sih. Mungkin karena tempat tinggal saya yang nggak deket sama “tempat
konser”. Saat tinggal di Pematangsiantar, warung jajan sebelah rumah sering
buat nongkrong bapak-bapak dan anak-anak lajang. Yohoo...nyanyi iseng aja biasa
pakai suara satu-dua-tiga. Buat saya yang selalu fals kalau nyanyi udah hebat
kali lah itu.
Woho.. sudah more than 1.000 words. Cukup segini dulu deh,
yang lain buat ultah tahun depan (kalau saya masih di sini).
Eniwei, DIRGAHAYU KE-428 KOTA MEDAN. Semoga menjadi kota
yang semakin aman dan nyaman bagi penduduk asli, pendatang, maupun tetangga
sebelah seperti sayah.
Wah, dirgahayu Kota Medan yang ke-428. Semoga semakin jaya.
BalasHapusSalah kaprah ya kalau ngira dari Medan pasti orang batak hehe
BalasHapusKosakatanya unik ya hehehe
BalasHapusWah emang penyanyi asal Medan suranya bagus banget menggelegar hehehe
BalasHapusKeren banget masih banyak yang pakai kebaya.
BalasHapusselamat ulang tahun kota medan, belum pernah ke sana
BalasHapusHahahahhaa mbaaaa aku terhibur baca ini. Jadi kangeeen banget Ama Medan, padahal baru dari sana 🤣🤣.
BalasHapusTapi memang mba, aku kdg heran kenapa hurup E bagi orang Batak dihiperbolain banget Ama media dan tv. Apdahal aslinya, mana ada yg segitunya 😄. Aku kan orang Batak juga walopun ga bisa BHS Batak wkwkwkwjw. Tapi kalo denger keluarga besar ku ngomong, ngucapin hurup E nya biasa aja kali 🤣.
Tapi Krn aku bukan besar di Medan, melainkan di Aceh, jadinya pas pindah ke Medan SMU kls 3, aku shock. Ama cara mereka ngomong yg kayak kasar bagi yg ga biasa 😂.
Aku sempet dibentak gara2 kalo ngomong pake aku-kamu. Langsung dimarahin, 'KAMU KAMU... PAKE KATA K.A.U KALO MANGGIL DISINI' 🤣🤣🤣.
Ya ampuuun kageeet....
Cuma kalo makanan aku suka bangettt. Krn terbiasa Ama makanan kaya bumbu kali yaaa. Yg aku ga suka, cuma panasnya mba. Gila sih memang, ga kuat, apalagi aku yg gampang sakit kalo udah kena panas :(. AC bisa dibilang nonsstop kalo udh pulang ke Medan
Serius mba Fani dimarahin gara2 pakai kamu? hahaha...gaul masa muda sih ya. Anakku dulu juga suka bilang kau-kau..padahal di telingan orang luar Medan, kata kau terasa gimana gitu yak hahahah. Memang tinggal beda daerah jangan baperan.
BalasHapus