Soleh Solihun. Foto ambil dari mana ya? lupa catat ^-^ |
Saya suka acara stand up comedy. Sekedar suka aja sih. Sekedar
menikmati dan ketawa-ketiwi. Juga sekedar tahu beberapa nama komika, nggak
sampai kepengin ikutan jadi komika (sadar diri sih hihihi). Komika favorit saya
adalah Ernest Prakarsa dengan alasan nama Ernest sama dengan nama anak kedua
saya. LOL.
Kalau Soleh Solihun, jujur saya belum pernah lihat penampilan
komika satu ini. Padahal dia sudah terhitung komika lawas yaaa... Mungkin nggak
match aja waktunya. Pas ada dia tampil di TV, saya pas nggak lihat. (Selama ini
kalau lihat stand up comedy emang baru dari tivi aja. Belum pernah lihat
penampilan komika secara langsung).
Beberapa waktu lalu, untuk pertama kalinya lihat Soleh Solihun di TV.
Bukan di acara komedi, tapi dia jadi bintang tamu di acara bincang-bincang
santai-nya Teh Sarah Sechan (NET TV). Saya lihat acaranya selintas-selintasan aja
(sambil beresin rumah plus sambil channel diganti-ganti sama Elo), jadi juga
nggak tahu apakah Soleh tampil ngomik
atau sekedar bincang-bincang aja. Eh selanjutnya saya tulis Kang Soleh saja
deh. Soalnya doski lahir di Bandung dan lebih tua dari saya.
Di acara itu, ada ucapan Kang Soleh yang saya masih inget
aja sampai sekarang, kurang lebih begini : nikmatilah hari ini, karena besok
belum tentu masih bisa kita nikmati. Hoho, kalimat yang klise banget sih. Kalimat yang sudah-biasa-kita-dengar dan
pasti bukan ungkapan original Kang Soleh. Tapi buat saya yang sedang berjuang
keluar dari dunia berwarna monokrom, kalimat itu terasa mak-jleb.
Entah kenapa, setelah lihat acara Teh Sarah, saya jadi
pengin googling soal Kang Soleh. Ketemu deh dengan blogsite-nya beliau. Ada
satu artikel Kang Soleh yang rasanya related banget dengan situasi saya saat
ini. Judulnya, Film Pertamaku Kurang Laku, tapi Siap Tayang Film Kedua.
Oh iya, jadi ingat kalau tempo hari saya baca resensi film kedua
Kang Soleh di tirto.id. Judulnya “Reuni Z”. Bukan resensi positif karena di
situ film Kang Soleh juga dinilai “biasa banget”, nggak ada
istimewa-istimewanya.
Saat baca itu, saya merasa biasa aja. Toh, meski review-nya
bagus, saya nggak bakalan bisa nonton di bioskop. Itu bukan jenis film yang
bisa ditonton bareng anak-anak.
Rasa biasa mungkin juga timbul karena saya (atau kita?) juga
sudah biasa baca ulasan “nggak istimewa” tentang suatu karya. Saya nggak ada
membayangkan bagaimana kalau Kang Soleh sendiri yang baca ulasan tersebut.
Mungkin karena nggak kenal sama Kang Soleh, jadi nggak ada empati-simpati atau
sebangsanya. Saya sendiri juga belum punya karya yang bisa dibantai pengamat.
So baca resensi waktu itu berlalu begitu saja sampai saya baca blognya Kang
Soleh.
Yang di blog adalah sharing respon Kang Soleh terhadap film
pertamanya. Sementara di tirto.id adalah resensi film keduanya. Sementara yang
ingin saya sharingkan di sini adalah respon Kang Soleh terhadap respon negatif
tentang karyanya. Ya kurang nyambung sih yaaa...mestinya saya sharing tulisan respon
Kang Soleh terhadap resensi film keduanya.
Nggak nyambung sih hihihi. Tapi saya kira, respon kang Soleh
terhadap kritik film keduanya nggak bakalan jauh beda lah. Tetep selow dan
tetap mau bikin film. Semoga asumsi ini bener yaaa...
Kang Soleh enggak stress tuh dengan situasi film pertamanya
yang kurang laku. Iya, kecewa itu ada sih. Filmnya cuma tembus belasan ribu
penonton. Sementara ekspekstasinya, paling nggak 300 ribu penonton lah. Kang
Soleh menulis responnya dengan bijak (dan tetap ada lucu-lucunya....namanya
juga komika).
Bagian yang paling bikin saya tersentuh adalah cerita Kang
Soleh tentang Yandri. Yandri adalah teman kuliah Kang Soleh yang karena tumor
otak jadi kehilangan banyak memori jangka panjangnya. Setelah nonton film Kang
Soleh yang memang ada cerita tentang masa-masa kuliah, banyak ingatan Yandri
yang kembali terbuka.
Saya yang cuma baca aja tersentuh oleh kisah tersebut.
Apalagi Kang Soleh yang mengalaminya. Dampak yang terjadi pada Yandri seakan
oase di tengah kecewa karena film perdananya tidak memenuhi ekspektasi.
Cerita Kang Soleh ini pas banget buat saya yang sedang
berjuang mengatasi rasa gagal. Gagal pada satu hal itu tidak mencerminkan diri
kita sebagai profil yang gagal. Gagal pada satu aspek, bisa jadi berhasil pada
aspek lainnya. Daaaan, kesempatan itu selalu ada kalau kita tidak menyediakan
diri tenggelam dalam (perasaan) gagal.
Senada sih dengan yang dibilang BJ dalam obrolan-obrolan
panjang kami tempo hari. Jadi, baca tulisan Kang Soleh ini seperti penguatan
dan contoh nyata dari apa yang dibilang BJ.
Sejujurnya saya suka skeptis lho sama kata-kata motivasi klasik semacam
di alinea di atas. Teori mah gampaaang... praktiknya lhooo yang susah.
Nikmatilah hari ini, karena besok belum tentu masih bisa
kita nikmati.
Klasik. Klise. Tapi memang benerrrrr!
Posting Komentar untuk "Belajar dari Soleh Solihun"
Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)