Tulisan ini sudah jadi draft sejak dua hari sebelum Lebaran. Tapi, baru aku jamah (hahah, jamaaah!!) lagi seminggu setelah Lebaran. Jadi selama libur Lebaran bener-bener cuma menulis satu draft ini :D. Oh ya, sebelumnya "Selamat Hari Raya Idul Fitri" bagi teman-teman yang merayakannya. Masih bulan Syawal, semoga belum terlalu terlambat :)
Oke, libur lebaran ini aku mulai dari cerita kepergian ke Pulau Samosir, Danau Toba, dua hari sebelum Lebaran. Berhubung kami tinggal di Medan, jalan-jalan ke Samosir jelas terhitung jarak yang tak terlalu jauh. Sebelumnya sempat ada opsi buat mengunjungi saudara ke Pekanbaru seperti saat Lebaran tahun 2016. Tapi sudah gempor duluan mengingat panjangnya perjalanan ke sana hahaha. Akhirnya, ke Samosir (lagi) saja.
Kami sengaja pergi sebelum hari-H Lebaran karena BJ sudah dapat cuti bersama dari kantor. Ale juga sudah selesai ujian kenaikan kelas. Selain itu, kami memang tidak merayakan Lebaran dari sisi religi. Pergi sebelum tanggal merah juga salah satu siasat untuk menghindari kepadatan di Samosir dan Danau Toba. Info dari beberapa teman, usai tanggal merah Lebaran, wisata seputar Danau Toba biasanya padat. Bisa-bisa nanti susah dapat hotel.
Baiqlah. Info yang masuk akal mengingat aku juga pernah punya pengalaman antre lamaaaa waktu menyeberang Danau Toba di saat libur Lebaran 2014. Waktu itu, aku bersama teman-teman dari gereja di Siantar menyeberang dari pelabuhan Ajibata menuju Tomok. Kami mulai antre kapal sekitar pukul 10.00 dan baru menyeberang kurang lebih pukul 19.00. Huuuft, antre panjang yang melelahkan. Lebih lelah lagi saat sekembalinya di Siantar, ternyata tempat tinggal kami dibobol maling. Pengalaman yang sangat berharga :)
Ini sudah ke berapa kalinya aku ke Samosir ya? Mungkin ke empat, kelima, atau malah keenam kalinya? Lupa hitungan tepatnya. Bisa beberapa kali ke Samosir karena tinggalnya memang di Sumatra Utara. Coba tinggalnya jauh, pasti beda cerita. Bersyukurnya, danau dan pulau ini memang tjakeeep. Apalagi, pergi sampai beberapa kali pun tetap belum selesai menyusuri seluruh destinasi wisata di Danau Toba dan Samosir. Danau terluas di Asia Tenggara gitu lho. Saking luasnya, area danau vulkanik ini terbagi hingga tujuh kabupaten.
persawahan di Samosir |
Makanya, meski bukan untuk kali pertama, kepergian kali ini tetap aku tunggu-tunggu. Sebab, tujuan kali ini adalah mengunjungi spot-spot yang sebelumnya belum pernah aku datangi. Selain itu, ini poin utama, untuk pertama kalinya aku akan menuju Pulau Samosir tanpa menyeberang Danau Toba. Iya, kami akan lewat jalur darat, yakni lewat Tele. Sebelumnya, tiap pergi ke Samosir aku selalu menyebrang pakai kapal, entah itu lewat Pelabuhan Ajibata atau Tiga Ras. Makanya, penasaran banget kepengin mencoba jalur Tele.
Menara Pandang Tele |
Rasa penasaran yang wajar karena dari sejak kenal nama Danau Toba dalam pelajaran Sekolah Dasar, aku berasumsi kalau Pulau Samosir itu bener-bener dikelilingi danau. Artinya, satu-satunya akses masuk hanyalah dengan moda transportasi air (kecuali kalau sanggup berenang :D). Tampak ya kalau nggak pernah secara detail mengamati peta hahaha.
Di peta, sebenarnya sudah terlihat kalau samosir via Tele itu cuma dipisahkan air yang sempitttt |
Setelah tinggal di Sumut, aku baru tahu kalau ke Samosir itu nggak harus naik kapal karena cuma butuh nyebrang sejengkal jembatan. Saat ke Samosir beberapa tahun lalu, BJ sudah mengajakku sampai sisi jembatan di Pulau Samosir. Baru tahun ini kesampaian menginjakkan kaki di sisi jembatan seberang luar.
Tapi memang, Tele bukan jalur populer menuju Samosir. Para wisatawan luar daerah umumnya masuk Samosir via Pelabuhan Ajibata di Parapat. Harus diakui, jika berangkat dari Medan, perjalanan melalui Tele lebih jauh (jadi lebih lama). Apalagi sekarang setelah ada tol Medan - Tebing yang membikin perjalanan Medan - Parapat semakin singkat (bisa tiga jam dari dulunya lima - enam jam). Juga ada Bandara Silangit sebagai titik masuk Danau Toba selain lewat Bandara Kualanamu. Jalur Tele juga lebih berkelok-kelok dan tidak terlalu lebar. Alhasil, rute ini bukan pilihan utama.
Tapi memang, Tele bukan jalur populer menuju Samosir. Para wisatawan luar daerah umumnya masuk Samosir via Pelabuhan Ajibata di Parapat. Harus diakui, jika berangkat dari Medan, perjalanan melalui Tele lebih jauh (jadi lebih lama). Apalagi sekarang setelah ada tol Medan - Tebing yang membikin perjalanan Medan - Parapat semakin singkat (bisa tiga jam dari dulunya lima - enam jam). Juga ada Bandara Silangit sebagai titik masuk Danau Toba selain lewat Bandara Kualanamu. Jalur Tele juga lebih berkelok-kelok dan tidak terlalu lebar. Alhasil, rute ini bukan pilihan utama.
Perjalanan kami dimulai dari Medan, Senin (3/5) sekitar pukul 7.30. Daerah pertama yang kami lewati adalah Karo (ini tempat yang spesial bagi kami karena Ale lahir di situ). Meski berkelok-kelok khas jalanan daerah pegunungan, perjalanan ke Karo terbilang lancar. Kondisi jalan memang sudah lebih lebar dan halus dibandingkan saat aku masih tinggal di Karo. Selain itu, lalu lintas saat itu memang belum padat.
Kami tidak lewat Kabanjahe (ibu kota Karo) karena BJ belok kiri di simpang Taman Hutan Raya (Tahura)/Tugu Jeruk Berastagi dan tembus di daerah Tiga Panah. Melewati jalanan yang segar dan belum banyak polusi, Ale Elo sampai buka kaca jendela mobil. Singkat cerita, kami belok kanan di Simpang Merek untuk menyusuri jalan menuju Tele. BJ sih sudah sering banget melewati jalan itu. Tapi aku terakhir kali lewat jalan itu adalah saat Ale masih usia dua atau tiga tahun, yakni saat berkunjung ke Taman Iman Sidikalang. Sekarang Ale mau sembilan tahun, jadi sudah lamaa banget dari sejak saat itu. Jalan memang sudah lebih baik daripada dulu, tapi di beberapa ruas ada longsor kecil sehingga pengendara mesti berhati-hati. Selain itu, di beberapa titik belokan, kendaraan mesti saling menunggu untuk berpapasan (butuh dilebarkan lagi supaya bisa jalan bersamaan saat berpapasan).
Saat melewati gerbang selamat jalan Kabupaten Sidikalang, aku baru ngeh kalau wilayah Kabupaten Samosir juga melingkupi wilayah di luar Pulau Samosir-nya. Jadi aku juga baru ngerti kalau dari Medan ada angkutan umum ke Samosir yang nggak perlu menyeberang pakai feri melainkan lewat jalur Tele ini. Haha, memang setipis itu pengetahuankuh :D
Perhentian kami yang cukup lama adalah di Tele. Ini rest area yang cukup terkenal, salah satunya karena ada menara pandang Tele. Fasilitas umum rest area seperti tempat makan/minum, toilet, dan parkir juga cukup memadai. Meski kalau rame banget, sepertinya tempat parkir kurang luas sih. Tapi setelah menara pandang, ada beberapa rest area alternatif.
Dari atas menara pandang Tele |
Kelokan jalannya "sedap" yaaa... |
Di Tele, selain ngopi-ngopi, kami berempat naik menara pandang Tele. Untuk masuk ke area menara pandang, pengunjung dikenai biaya retribusi Rp 7.000/tiket. Dari rest area ini pengunjung sudah dapat view seputaran Danau Toba. Apalagi kalau naik menara pandang yang ada empat tingkat tangga, pemandangannya lebih leluasa lagi.
Sopo Guru Tatea Bulan |
Sekitar satu jam di Tele, kami lanjut perjalanan. Meski sebentar, kami sempatkan ke Pusuk Buhit yang konon adalah daerah asal mulanya Suku Batak. Makanya nama daerah di situ adalah Sianjur Mula-mula. Kami singgah di Sopo Guru Tatea Bulan yang berupa bangunan bernuansa adat Batak berisi sejumlah patung keturunan Raja Batak beserta pengawal dan hewan tunggangannya. Sayangnya, tak ada petugas yang menjelaskan tentang apa dan bagaimana mengenai tempat itu. Jadi buat pengunjung umum seperti kami, mesti cari informasi sendiri buat mengerti.
Aku baca di salah satu artikel, sopo ini tepatnya terletak di Bukit Sulatti (di bawah Pusuk Buhit). Artinya kami belum sampai pusuk (pucuk/puncak) bukitnya. Tapi BJ enggan lanjut ke pucuk, jadi setelah dari Sopo Guru Tatea Bulan, kami lanjut perjalanan.
Sejak melewati Tele, suasana Batak sudah sangat terasa dari pemandangan rumah-rumah dengan ciri khas tradisional, yakni berupa bangunan panggung dengan ukir-ukiran khas. Rumah-rumah itu bertahan meski rumah tapak tembok juga sudah menjadi pemandangan yang lumrah. (Dalam kunjungan ke Samosir beberapa tahun lalu, aku menginap di rumah keluarga yang punya rumah panggung. Tapi untuk aktifitas sehari-hari, mereka tinggal di rumah tapak yang terletak di sebelah rumah panggung. Jadi aku nggak punya pengalaman menginap di rumah panggungnya).
Sejak melewati Tele, suasana Batak sudah sangat terasa dari pemandangan rumah-rumah dengan ciri khas tradisional, yakni berupa bangunan panggung dengan ukir-ukiran khas. Rumah-rumah itu bertahan meski rumah tapak tembok juga sudah menjadi pemandangan yang lumrah. (Dalam kunjungan ke Samosir beberapa tahun lalu, aku menginap di rumah keluarga yang punya rumah panggung. Tapi untuk aktifitas sehari-hari, mereka tinggal di rumah tapak yang terletak di sebelah rumah panggung. Jadi aku nggak punya pengalaman menginap di rumah panggungnya).
Sebenarnya ada beberapa destinasi wisata lain di area tersebut. Tapi karena sudah menjelang sore, kami memutuskan untuk segera melanjutnya perjalanan. Tak berapa lama kami sampai di jembatan penghubung ke Pulau Samosir!!
Jembatan penghubung ke Pulau Samosir. Bukan jembatan yang "wah" kan? |
Meski penghubung antar daratan yang "terpisah" perairan danau, jangan bayangkan bangunan jembatan yang panjang dan lebar, semisal Jembatan Ampera di Palembang. Faktanya penghubung di Tano Ponggol (demikian nama yang aku baca di papan nama proyek pembangunan) hanya berupa jembatan pendek dan hanya cukup untuk berpapasan mobil kecil. Tapi dari penampakan alat berat dan kondisi proyek, tampaknya Tano Ponggol tengah dilebarkan. Kelak, tak mustahil jembatan itu juga akan diganti baru.
Kalau sudah selesai, mungkin keterpisahan Pulau Samosir dengan daratan Pulau Sumatera jadi lebih nyata. Bisa jadi ini memang salah satu proyek dari masterplan pembangunan area Danau Toba yang oleh pemerintah memang digadang-gadang sebagai Bali kedua. Jujur, aku memang nggak paham bagaimana rencana besar pemerintah untuk area ini. Tahunya cuma selintas-selintas saja.
Kalau sudah selesai, mungkin keterpisahan Pulau Samosir dengan daratan Pulau Sumatera jadi lebih nyata. Bisa jadi ini memang salah satu proyek dari masterplan pembangunan area Danau Toba yang oleh pemerintah memang digadang-gadang sebagai Bali kedua. Jujur, aku memang nggak paham bagaimana rencana besar pemerintah untuk area ini. Tahunya cuma selintas-selintas saja.
Begitu melintas jembatan, kami cuma mampir beli makanan (itu pun nggak makan di tempat tapi dibungkus), lalu langsung ke hotel. Sebelumnya kami sudah pesan kamar di Hotel JTS, Pangururan atas rekomendasi teman via aplikasi tiket.com. Jadi memang praktis, nggak perlu cari-cari hotel lagi. Selain dapat diskon, juga nggak perlu nawar-nawar lagi. Karena di musim liburan begini, sudah biasa kalau hotel menawarkan tarif peak season. Seperti kamar hotel yang kami pesan, di tiket.com sehari sebelumnya masih harga Rp 440.000 (sebelum diskon 10%). Sementara, saat kami tiba di meja resepsionis, publish rate kamar kami Rp 800.000. Jadi booking hotel online itu memang membantu banget, terutama bagi pengunjung keluarga yang bakalan ribet kalau baru pilih-pilih hotel setiba di tujuan.
Istirahat sebentar di kamar di lantai dua, tak lama kemudian kami turun ke pantai danau yang terletak di sisi hotel. Memang alasan terima rekomendasi hotel ini adalah karena letaknya yang langsung bersisian dengan danau. Jadi praktis buat Ale dan Elo yang sejak dibilang mau ke Toba langsung semangat mau main air.
Sore itu dua bocah main air sampai puas. Aku sih cukup nyemplung sebatas lutut sambil potret-potret mereka. Sunset sore itu tak begitu cantik. Tapi lumayan bagus buat dapat gambar-gambar semi siluet. Beda lagi aktifitas BJ, meski sudah mengira nggak bakalan dapat ikan tapi tetap pasang pancing tak seberapa jauh dari tempat Ale dan Elo berenang. Teuteuuup yaaa...nggak sah ke sini kalau nggak nyemplungin pancing.
Begitulah perjalanan pra-lebaran tahun ini. Cuma menginap satu malam di Samosir karena esok harinya, kami melanjutkan agenda perjalanan. Di postingan selanjutnya, aku mau cerita perjalanan kami ke Danau Sidihoni, yang terkenal dengan sebutan "danau di atas danau." Tunggu ya....
Begitulah perjalanan pra-lebaran tahun ini. Cuma menginap satu malam di Samosir karena esok harinya, kami melanjutkan agenda perjalanan. Di postingan selanjutnya, aku mau cerita perjalanan kami ke Danau Sidihoni, yang terkenal dengan sebutan "danau di atas danau." Tunggu ya....
Perjalnannya lumayan jauh juga ya mba, melewti jalanan berkelok. Kalau aku udah mabok kali hehehe.. btw Tele ini rest area sekaligus tempat pariwisata ya mba, bagus juga pemandangannya
BalasHapustapi kalau mba asti ke sini, pastinya tetap cantiiiik :)
HapusWish list banget ke Medan, danau Toba, dan lain lain tapi apa daya hingga saat ini belum kesampaian..
BalasHapusIni yang kutunggu tunggu, postingan yang ga hanya bahas danau Toba tapi juga suka dukanya.
Itu yang ngebobol kok ya kebangetan ya.. memang ga di mana mana bersandar pada doa dan ikhlas juga .. hiks hiks
iya mbak tanti, saya bisa beberapa kali ke sini juga karena tinggalnya di Medan kali ya..kalau jauh mungkin juga masih wish list :)
HapusAdudududuhhh indah buangeeeetttt!
BalasHapusAku baru satu kali ke Medan, dan seingatku tdk mampir ke Danau Toba.
Sayang banget yak.
Pengiiiin main2 ke sana
--bukanbocahbiasa(dot)com--
semoga suatu hari bisa ke sini mbak nurul. amiin
HapusDuuuh Mba Lisda, ikut prihatin untuk musibahnya ya. Semoga yg hilang digantikan oleh Allah berlipat ganda, rejeki yang tiada putus nantinya ya mba.
BalasHapusBaru tau loh klo ternyata Pulau Samosir bisa dijangkau lewat jalur darat juga. Jembatannya juga imyut gitu ya :)) Bisa jadi alternatif perjalanan ya mba in case nunggu nyeberangnya mpe berjam2 gitu.
hehe, sudah lama kan mbak, jadi udah nggak nyesek lagi. percaya Tuhan memang gantikan berlipat ganda. sekarang sudah ada kapal tambahan sih. semoga cukup membantu mengurai antrean di sana
HapusSeru banget ini. Kapan ya bisa main ke Pulau Samosir. ku pengen banget.
BalasHapussemoga suatu hari bisa main-main ke sini ya mbak lis...dan mampir tempatkuuh :)
HapusAku belum pernah ke Danau Toba atau Samosir, tepatnya belum pernah ke MEdan. HIkss mau banget deh kesana. Jalurnya lebih jauh ya mbak kalau lewat jalan darat,
BalasHapussemoga bisa sampai sini ya mbak. barangkali ada menang lomba hadiahnya ke toba :). iya mbak jadi lebih jauh
HapusLiburan di Danau Toba, impian banget bagi saya. Seringnya saya hanya baca kisah atau cerita rakyat tentang terbentuknya Danau Toba. Entah benar atau tidak, cerita yang menyebar memang menarik perhatian.
BalasHapusDan Tanah Karo, aduhlah... Saya jadi ingat sama seseorang yang entah di mana sekarang. Yang saya tahu dia berasal dari Karo. Wkwkwkkwkwk
cit cuittttt....siapa nih yg dari karoo? hayoooo mbak eri hihihi
HapusTernyata perkiraan saya selama ini salah. Saya kira wisata di Danau Toba hanya seputar Pulau Samosir dan danaunya sendiri. Padahal masih banyak spot wisata yang bisa dinikmati ya.
BalasHapuskarena luasnya sih mbak, jadi banyak banget spot di situ yang bisa dikunjungi
HapusBaru tahu kalau ke Danau Toba nggak harus nyebrang naik kapal mba. Aku juga pengin ke sana. Pemandangan dari atas gardu pandang bagus banget.
BalasHapushehe sama brarti ya mbak..dulu aku pikir jg kudu nyebrang naik kapal.
Hapuswaahhh ternyata ada jalur daratnya ya...kirain cuma bisa dijangkau dengan penyeberangan yang menurutku serem juga ya menyeberangi danau yang ternyata dalem banget..
BalasHapusAku udah lama banget ke samosir, tahun 2007 gitu. Sekarang udah lebih bagus dan tertata ya pulaunya
BalasHapusPengen banget ke Samosir. Tp sering dengar cerita dari teman2 yang tinggal di Medan, katanya samosir tak seindah yang dibayangkan. Emang iya ya mbak? Ada kuliner apa yang enak disana?
BalasHapusMasih impian ni jalan-jalan ke Sumut, banyak yang bisa dilakukan turis di Samosir ya, rumah panggungnya unik banget..
BalasHapusAku pun baru tahu lho kalau ke samosir bIsa via darat hihihi.. Pemandangannya indah bgt, ya..
BalasHapusPenasaran nih, sama danau di atas danau.
BalasHapusDari awal baca artikel ini uda terkagum-kagum ngebayangin keindahannya. Dalam hati mikir nih kenapa wisataean lbh suka Bali, ya? Eeeh, ternyata beneran danau toba dgn p.Samosir nya yg memiliki banyak kabupaten itu dijuluki BALI Ke-2. Yeeay, lain x kl Allah memberiku umur panjang dan sehat instead ke Bali yg udah 3x mending milih ke sini nih 'tuk berwisata-ria melihat pemandangan super duper indah. Ya, Allah, izinkanlah. Aamiin.
Rute jalanan yang berkelok itu, apakah yg dikenal dengan jalur angka 8 ? Kakak ipar saya asli Palembang, sering cerita kalau mudik menmpuh rute jalan yangberkelok-kelok.
BalasHapusAku belum pernah menginjakkan kaki di Sumatera Utara mba, kalo di Sumatera sih aku udah pernah ke Dumai & Pekanbaru. Jika ada rejeki, insyaallah bisa jalan-jalan ke sana
BalasHapusIni bisa banget yaa..perjalanan ke Pulau Samosir tanpa nginep?
BalasHapusKurang puas kali ya...?
Kalau soal kulineran, gimana kak?
Banyak makanan halal gak?
Buat aku yang tinggal di Jawa, baca ini jadi mupeng. Semoga bisa menginjakkan kaki di pulau ini. Masukin wish list, ah 😊
BalasHapusDanau Toba dan Pulau Samosir itu emang cakep banget. Apalagi menyaksikannya dari ketinggian. Pernah sekali nyasar sampai ke Samosir (nyasar? Iya haha. Nyasar yang bahagia dan merasa beruntung. Lalu saat itu saya dan seorang teman mengitari danau dan mendaki Gunung Pusuk Buhit. Duh tjakep bingit.
BalasHapusWah aku kira tadinya cuma bisa dikunjungi dengan nyeberang naik kapal, ternyata bisa nyeberang pakai jalur darat ya mbak, cuma kyknya mungkin muter gtu ya?
BalasHapusMoga kelak dapat kesempatan bisa ke Pulau Samosir dan liat Danau Toba jg
Pulau yang masih ingin segera kutaklukkan setelah Kalimantan, Sulawesi dan Jawa.
BalasHapusSemoga bisa ke daerah Tele juga
harga masuk ke menara Tele cukup terjangkau ya mbak, kalau ke Medan belum ke Danau Toba pasti berasa ada yang kurang.
BalasHapusKepalaku kok cenut2 yaaa liat jalanan berkelok begitu heheheee pengin juga naik ke Menara Pandang Tele. Bentuk bangunannya indah nian.
BalasHapuspingin ah aku kesana, cita2 sih
BalasHapusI'm piano bnget wisata ke Danau Toba. Pernah liat foto2 dan liputan teman yang prnah kesana aku langsung jatuh cinta. Semogaaaa ada rezeki bisa kesana suatu saat nanti
BalasHapus