pic by pixabay |
Sebenarnya agak nggak pede menuliskan topik ini. Secara saya
juga masih perlu belajar banyak. Tapi, sharing is caring, ya kan? Jadi
saya beranikan diri untuk membagikannya. Semoga bermanfaat buat temen-temen
yang bener-bener masih blank tentang topik ini. Bagi teman-teman yang sudah
lebih ngerti, sangat boleh kasih koreksi atau tambahan lewat kolom komentar.
Tulisan ini merupakan ramuan dari topik di kelas onlineHappy Billionare Club yang saya ikuti tahun lalu dengan artikel di blog MbakFioney Sofyan. Dua sumber bahan yang saya “masak” jadi penjelasan ala Lisdha
^-^
Perkenalan saya dengan tiga produk keuangan dalam judul
tulisan ini berjalan linier, yakni mulai dari unit-link, lanjut reksadana, baru
kemudian saham. Perkenalan di sini berarti membeli ya... Karena kalau dari segi
istilah, saham justru yang paling pertama saya dengar. Entah kapan sih pertama
tahu istilah saham, mungkin sejak mengenal koran. Kenal koran, ya jelas sudah
sejak kecil. Di lembar berita ekonomi, kan sering banget tuh terdapat kosakata
saham.
Meski nggak paham, setidaknya saya sudah sering membaca istilah
tersebut.
Saya masih inget pertanyaan staff Indopremier (salah satu
perusahaan sekuritas) ketika saya mengurus akun buat pembelian reksadana. Dia
bilang, “kenapa ibu nggak beli saham saja? Waktu itu, saya cuma tersenyum kecut. Hwaaa...beli
saham? Apa bisa saya investasi saham? Buat saya, itu terasa sebagai sesuatu yang “tinggi” banget. Secara modal
dan pemahaman, seperti di awang-awang gitu.
Ternyata,
pertanyaan itu menjadi starting point saya untuk baca-baca artikel mengenai saham.
Kalau sop sayuran, pasti sudah pada familier kan? Masakan
berkuah benih dengan isian bermacam sayuran, seperti wortel, brokoli, jamur,
daun bawang, seledri, dan lain-lain. Kalau lagi mudik ke Temanggung dan Klaten,
di tempat jual sayur sering ada paket sayur sop, lazim disebut sop-sopan
(padahal buat sop beneran hahaha). Satu plastik berisi beberapa jenis sayur
untuk dimasak sop. Praktis meski memang jumlah dan jenis sayurnya minimalis
hihihi. Kalau mau masak banyak, beli beberapa plastik atau sekalian beli
masing-masing bahannya. Oh ya, di Medan ini, baik di warung/tukang sayur atau
di pasar dekat rumah, saya belum pernah nemu sayur sop-sopan. Saya termasuk
penggemar aneka sop. Tapi sorry to say, saya nggak lihai memasak hahaha
(pengakuanjujur). Bisa sih bisa, tapi ya gitu deh, sekedarnya saja hahaha.
Mengibaratkan unit-link, reksadana, dan saham dengan sayur
sop rasanya lumayan pas. Meski nggak apple to apple (YA IYALAH!), tapi cukup
memberi gambaran di saat saya masih sedemikian buta.
Unit Link
pic by pixabay |
Unit-link itu seumpama sayur sop matang yang kita beli dari
luar rumah. Entah itu beli on the spot atau pesan pakai ojol-food hehehe. Namanya juga masakan matang, jelas praktis dong. Kita nggak perlu
mengolah bahan dan mencuci perkakas masak. Tinggal buka kemasan lalu makan.
Beressss. Tapi ada harga dari kepraktisan tersebut, yakni jatuhnya jadi lebih
mahal. Ibu-ibu yang berkutat dengan ekonomi rumah tangga, pasti mahfum banget
kalau secara umum masak sendiri itu lebih hemat daripada beli makanan matang.
Unit link itu praktis karena biasanya kita nggak perlu repot
mengurus ini itu. Tinggal kasih dokumen yang dibutuhkan pada agen dan voila,
polis beres. Produknya juga sekaligus terdiri dari asuransi dan investasi.
Segala urusan terkait polis, seperti klaim, pencairan dana, pengubahan data,
dan lain-lain juga bisa minta tolong agen --tapi kalau dapat agen yang
customer-oriented yaa J. Tapi di balik itu, ada
biaya-biaya yang harus dibayar nasabah, antara lain biaya akuisisi dan
administrasi. Sejalan dengan itu, asuransi dan investasi-nya potensial kurang maksimal.
Reksadana
pic by pixabay |
Sedangkan reksadana itu seperti paket sayuran sop yang masih
mentah. Dalam seplastik sayur sop, ada beberapa macam sayur yang jenisnya
tergantung racikan penjualnya. Lumayan praktis sih, tapi tetap saja kita harus
memasaknya lebih dulu.
Sejauh ini, saya tidak mengenal istilah agen penjual
reksadana (entah nggak ada atau belum ada). Yang saya tahu adalah sistem penjualan
referal dari sebuah manajer investasi. Dibandingkan penjualan unit-link yang
banyak “jemput bola”, calon nasabah reksadana perlu membuat akun (kalau beli di
marketplace reksadana online) atau pergi ke bank penjual. Manajer investasi
adalah peracik ragam bahan dalam sebuah reksadana. Pembeli tidak bisa memilih
komponen investasi dalam reksadana karena sudah ditentukan oleh penjual. Paling
banter adalah memilih jenis reksadana yang sesuai dengan keinginan.
Membuat akun adalah langkah permulaan. Bagi para awam
seperti saya, tantangan selanjutnya adalah memilih jenis reksadana. Inget
banget dulu pas pertama beli reksadana di sebuah bank, blank banget saat
disuruh memilih reksadana apa yang mau saya beli. Jadinya langsung minta tolong
si mbak staff untuk memilihkan. Jujur, sampai sekarang saya masih bingung kalau
diminta rekomendasi reksadana hahaha. Cara yang saya pakai sih browsing saja
nama-nama reksadana jawara, lalu lihat track recordnya. Saya menggunakan
pertimbangan yang simpel saja, yakni reksadana yang cukup berumur, grafiknya bagus,
dan nilai total dananya besar.
Saham
pic by pixabay |
Sedangkan saham, analogi yang lebih cocok adalah membeli
sayur langsung ke pasar induk. Jadi kalaupun beli bermacam sayuran, tetap saja
belinya per jenis, bukan paketan. Kita sendiri penentu jenis-jenis sayuran yang
mau kita beli. Dengan transaksi di pasar induk, pembeli mendapatkan harga yang
lebih hemat. Tapi penting banget untuk memilih jenis sayur yang bagus. Kalau
sampai salah memilih, sayurnya cepet busuk dan kita rugi hihihi. Meski beli di
pasar induk (bursa efek), tetap boleh lho beli eceran. Tapi eceran di sini ada
satuan minimalnya, yakni satu ikat (satu lot = 100 lembar). Dengan demikian
relatif ramah buat pembeli berkantong cekak seperti sayah. Tinggal pilih sayur
mana yang sekira bagus tapi terjangkau J
Tahapannya sama seperti di reksadana, yakni membuat akun (di
perusahaan sekuritas), lalu menentukan jenis saham yang mau kita beli. Jangan
tanya saya suka duka “bermain” saham ya.. Karena saya belum “bermain” dalam
arti kata belum aktif melakukan trading saham. Oh ya, banyak pelaku pasar saham
menghindari penggunaan kata bermain kesannya main (judi) atau main-main.
Padahal di pasar saham itu legal dan ada analisanya juga. Pasar saham syariah
juga ada. Saat ini yang baru saya kerjakan adalah menabung saham dengan fokus
tujuan untuk pendidikan anak. Mengenai cara dan tips menabung saham, mudah
sekali kita temukan di internet. Sama seperti pada reksadana, dalam transaksi
saham juga ada biaya pembelian dan penjualan. Besarnya bervariasi, tergantung
masing-masing sekuritas.
Legal
Tentunya, masih banyak sarana investasi selain tiga produk
tersebut. Tapi, yang pasti, tiga jenis investasi di atas adalah legal (ada izin
Otoritas Jasa Keuangan). Penting dicatat bahwa investasi dan risiko adalah
seperti dua mata uang yang tak terpisahkan. Investasi apapun pasti ada potensi
risikonya. Kita bisa memilih produk apa yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan investasi. (*)
Aku tadi bingunh baca judulnya. Kenapa ada sayur sop segala, haha. Setelah baca baru paham deh. Bener banget ini analoginya. Belajar investasi dengan cara mudah. Jadi makin paham bedanya reksadana sama saham juga
BalasHapusjadinya clickbait tanpa sengaja ya mbak hahaha
HapusMak Lisdha kreatif buangeeett :D
BalasHapusAku syukaaak analogi dan penjelasannya. runtut dan mencerahkan!
--bukanbocahbiasa(dot)com--
karena sudah ada bahannya mbak nurul. jd tinggal "ngolah" hehehe
HapusTernyata seperti itu analoginya. Bikin saya senyum-senyum sendiri. Tetapi, jadi lebih mudah bisa dipahami :D
BalasHapusmakasih mak :)
HapusBuat ibu ibu yang masih awam sama istilah saham, reksadana bisa jadi literasi keuangan yang gampang dipahami nih
BalasHapusnampak banget kalau yang nulis ibu2 juga ya mbak hahaha
Hapuspenjelasannya masuk akal banget, jadi bisa mudah nih mengerti mengenai unik link reksadananya
BalasHapusthank you mba Lidya :)
HapusWah jadi ikutan paham...hehehehe
BalasHapusReksadana biasanya paketan sesuai kebutuhan ya..
Kalo saham..sendiri2 , jadi kalo mau paket beli terpisah..gak satu bungkus ..
Sederhana banget ..menjelaskannya .tapi semua pahamm
mari masak mbak nova hahaha
HapusAnaloginya saya suka, jadi bisa lebih paham dimana perbedaan antara ketiga jenis investasi itu.
BalasHapusthanks mba nanik :)
HapusWow, analoginya mudah dicerna mbak. Tapi masih bingung gimana cara memilih investasi yang cocok jika kita pengen ikutan kayak gitu?
BalasHapussesuaikan dulu karakter kita dalam menabung mbak..tipe mending aman atau berani agresif
HapusReksadana memang paling masuk akal buat yang ingin investasi awal dengan modal yang terjangkau
BalasHapusRD dan saham bisa mulai dengan besaran modal yang sma sih mbak
Hapussama mba dulu kecil kalau baca koran salfok sama SAHAM wuih berasa keren kalau dengerin sepupu yang kerja dan punya saham *ceunah wkwkwk sekarang terjawab sudah..btw bisa aja nih mba analogi sayur sopnya
BalasHapusini ga ide ori sih mb herva..tp meramu dr sumber2 lain haha
Hapusaku suka dengan alagi sop sayur dan paket syaur mentahnya hehehe. Memang perlu belajar dan informasi akurat tentang unit link, saham, reksadana dan teman - temannya ya
BalasHapustosss mb indah sesama penggemar sop :)
HapusWah pengibaratan yang mudah untuk belajar tentang literasi keuangan nih. Aku baru tahun kemarin belajar tentang unit link, reksadana. Dan sekarang belajar investasi di reksadana dulu
BalasHapusiya mbak. kita mesti belajar yaaa :)
HapusMbaak aku suka banget analoginya. Kreatif banget. Alanya aku sampe bingung loh hubungan sop sayur, unit link dan reksadana. Ternyata ini tuh sebuah analogi. Oalah haha
BalasHapushihi iya mbak..analoginya biar ibuk2 banget hahaha
HapusMenarik juga analoginya, sayur sop denga unit link, reksadana, dan saham. Tapi tetap, keyakinan saya membeli saham langsung lebih baik. Karena sebenarnya, tentang risiko terjun langsung dan keribetan itu hanya ketakutan kita aja. Kurang lebih risiko dan keribetannya tidak beda jauh sama unit link dan reksadana.
BalasHapusbelanja di pasar induk asik sih ya mbak hahaha
HapusWahh ternyata sop sayur penuh makna.. hehehe tercerahkan mba terimakasih
BalasHapusanaloginya pas banget, mba... :)
BalasHapuskalau aku pilih beli sayur di pasar induk...pilih sayur yang blue chip dan belinya pas harganya rendah....sempat tergoda untuk trading...soalnya profitnya lumayan banget cuma dalam hitungan hari...tapi ternyata bikin kecanduan..hahaha...akhirnya aku stop dan komit untuk invest aja..
hihi..iya nbak. saya dpr nasihat dr "guru", mendibg invest aja drpd trading :)
HapusAku masih di middle kalau investasi. Mainnya yang aman reksadana itu pun pilih yang proteksi xD.
BalasHapusTapi dibanding deposito, lumayanlah ini lebih gampang, flrksibel dan tingkat pengembalian lebih banyak
yup mba echa...sesuaikan profil kita ya :)
HapusTahun kemaren aku nyoba investasi Reksadana. Alhamdulillah, meskipun pelan, tapi cukup kelihatan pergerakannya. Tahun ini kepengen lagi deh. Soalnya kalo investasinya berupa tabungan gampang banget diambilnya.
BalasHapusiya mbak nia. kalo di rekening bank..duuh mudah banget keluarnya
Hapussaya pernah beli produk unit link karena niatnya mau pakai asuransi pendidikan yang ternyata produk unit link, dan benar adanya kurang maksimal di 5 tahun pertama kalau ditutup polisnya
BalasHapusunit link mmg harus jangka panjang ya kan mbak :)
HapusTemen suami ada yang mainannya saham dkk begini...
BalasHapusNaik-turun memang, tapi selalu ada untung.
Hehhe...yang ngliat jadi pengin ikutan cobain invest rasanya...
beruntungnya slalu untung ya mbak... masalahnya ada yg buntung hihihi
Hapuswah perumpamaan yang cerdas, terimakasih atas infonya :D
BalasHapus