Ale Elo siap berangkat |
Apakah sekolah itu belenggu? Jawabannya kembali ke masing-masing.
Sejujurnya sih, saya belum kepengin menyekolahkan Elo. Biar seperti Ale saja yang langsung TK B lalu masuk SD. Biar Elo puas main di rumah. Toh, di rumah juga belajar (sambil main tentunya). Kalau parameter umum kecerdasan anak adalah literasi huruf dan angka (parameter umum ya!), saat ini dia sudah bisa membaca kata sederhana dan operasi hitung dasar.
kelincinya cuma di opening saja ^-^ |
Tapi BJ pengin dia sekolah. Apalagi Elo sendiri sudah oke kalau ditanya mau sekolah. Semangat banget malah...(terutama karena kalau sudah sekolah itu boleh beli sepatu Homyped yang ada hadiah robotnya :D). Jadi oke-lah.... kami sepakat untuk dia start di TK A. Selanjutnya, dia akan TK B sehingga masuk SD di usia 6,8 tahun.
Ihiiii.... betapa soal umur masuk sekolah ini belakangan jadi dilema banyak orangtua yaaaa.... Karena tahun-tahun lalu, masih mudah saja memasukkan anak ke SD di usia kurang dari 6 tahun. Sementara sekarang, aturan minimal 6 tahun sudah mulai tegas diterapkan. Di beberapa sekolah yang saya tahu, untuk bisa masuk SD di usia lima koma, anak harus melalui test psikologi.
kalo aktifitas di air sih nggak pakai drama :D |
Elo mendaftar sekolah dengan senang. Pokoknya dia menanti hari H sekolah dengan semangat. Lalu, hari pertama itu tiba. BJ sengaja ambil cuti dua hari supaya bisa mengantar anak-anak sekolah (good daddy ^_^). Bagaimanapun, meski Ale kelas empat, tapi ini juga hari pertama di sekolah baru (Ale pindah dari sekolah lamanya). Jadi ini sama-sama hari pertama di sekolah tersebut buat Ale dan Elo.
Tapi Ale sudah cukup besar. Juga ada teman yang sebelumnya sudah dia kenal di kelas barunya. Jadi buat Ale, tampaknya adaptasi bukan masalah besar. Minggu pertama ini, Ale tak ada keluhan soal pelajaran atau pertemanan. Satu-satunya problem buat dia adalah : mesti bangun lebih pagi! Ya mau nggak mau karena sekolahnya lebih jauh.
Berbeda dengan Elo.
Berkebalikan dengan semangatnya di hari-hari menjelang sekolah, minggu pertama ini selalu terjadi drama. Persoalan bangun pagi dan bersiap-siap masih bisa diatasi. Masalahnya justru setelah tiba di sekolah, yakni ketika orangtua tidak boleh lagi menunggu di dekat anak (aturan umum di banyak taman kanak-kanak sih ya). Terpisah dari bunda di sebuah lingkungan baru bukan hal yang nyaman buat Elo. Alhasil, setiap memulai sesi belajar pagi adalah tangis. Dia mau sama bunda!
Duuh... lupakan scene cantik dan mulus seperti dalam iklan. Saat orangtua menyerahkan anak ke guru, lalu keduanya akan dadah-dadah untuk sesaat berpisah. Perpisahan sementara saya dengan Elo selalu berwarna bujukan, rayuan, dan air yang berkembang di pelupuk mata. Bahkan, tangis keras ketika akhirnya saya benar-benar meninggalkannya. Pakai pegang erat kaki bundanya segala. Ahaha..bener-bener drama.
Akhirnya punya juga pengalaman seperti ini. Dulu, tak ada drama saat Ale mulai TK. Si sulung mulai TK (B) tepat di usia lima tahun, hanya empat bulan lebih matang daripada Elo saat ini. Tapi mungkin karena dulu Ale sekolah di Siantar di TK milik yayasan gereja tempat kami berjemaat. Di mana guru-gurunya juga teman sesama jemaat, yang juga sudah sangat Ale kenal. Jadi dia merasa aman. Sepanjang tak ada keperluan khusus, saya bahkan tak pernah menungguinya di sekolah. Dijemput terlambat pun tak masalah.
Tapi memang, beda anak beda karakter. Apalagi, beda pula situasinya. Jadi keduanya tak bisa diperbandingkan secara sejajar. Memang, jujur ada perasaan, bener nggak sih menyekolahkan dia sekarang? Situasi ini apakah akan menimbulkan trauma bagi dia? Ataukah ini hanya situasi normal yang juga banyak dialami anak-anak lainnya?
Berharap saja, hari-hari drama ini tak akan lama.
(Ini bikin draft tulisannya-nya sudah sejak minggu lalu. Dan tadi pagi, kami berpisah tanpa air mata. Mudah-mudahan seterusnya ^-^)
ya ampuunnn adeekk hahahaa, sampai drama gitu ya :D
BalasHapusKalau anak saya dramanya di bangun pagi mba, ampuuunnn sulitnya hiks.
Dari PG dulu, sampai sekarang kelas 3SD sungguh beneran bikin saya kudu istigfar terus.
Memang anak dititipkan buat kita agar kita jadi lebih sabar ya :D
Tapi biasa banget tuh kalau nggak mau ditinggal bundanya, mungkin karena memang hal pertama buatnya.
Anak saya dulu pertama sekolah belum 3 tahun malah hahaha.
Dia sih nggak terlalu drama, masuk kelas, saya tunggu di luar.
Tapiiii... ya ampun dia nggak mau sama sekali ngomong ama yang lain, semua pakai bahasa isyarat, padahals ama saya, dia cereweeeeettt banget.
Meski masuk PG usia belum 3 tahun, anak saya masuk SD usia nyaris 7 tahun, dan dia sekolah di sekolah swasta Islam sih, ada test macam-macam sekaligus psikotest.
Kalau di swasta masih bisa sih dulu, entah sekarang.
kalau di negeri kayaknya kudu patuh ama usia itu :)
ku pun masih kepikiran antara menyekolahkan si anak kelak dengan sekolah pada umumnya, atau sekolah yang mengutamakan bermain, kan anak anak masa masanya main kan ya kak, ah sudahlah, memang harus berlajar terus jadi orang tua nih aku~
BalasHapus