Tepat di saat Ale masuk sekolah dasar, kami pindah dari
Siantar ke Medan. Jadi gampang banget mengingat berapa lama kami sudah tinggal
di Medan. Ale kelas berapa? Itulah angka tahun kami tinggal di ibukota Sumatera
Utara ini. Nah, Juli lalu, Ale mulai kelas empat. Berarti sampai Oktober ini
sudah tiga tahun sekian bulan kami jadi penduduk Medan.
Ralat : sebenernya dua tahun pertama saja kami beneran jadi
penduduk Medan. Setelahnya, kami geser sedikiiiit (paling lima menit naik
motor). Tapi secara administratif sudah masuk wilayah Kabupaten Deliserdang.
Tapi dalam kasus ini sih, administrasi sekedar administrasi. Nggak ngaruh juga
ke kami yang masih setia dengan KTP Jawa Tengah. Efeknya paling ke ongkir
belanja online, LOL. Lha sama-sama belanja dari toko yang sama, tetangga
seberang jalan masih dapat ongkir wilayah Medan. Sementara kami, dihitung
wilayah Deliserdang. Padahal cumak terpisah seruas jalan, cyyyn... Akhirnya
pakai siasat, kalau belanja onlen aku pakai alamat kantor BJ yang masih masuk
Kota Medan (haha, emak-emak emang suka njelimet yaa itungan ginian :D)
Eh ya, ngomongin apa tadi? (Kebiasaan banget deh kalo nulis selalu ada melencengnya dulu dari topik xixixi).
Sudah tiga tahun sekian bulan aku tinggal di Medan. Tapi
jujur... aku masih belum hafal juga dengan jejalan di Kota Medan (tutup
muka...maluuu). Padahal, aku bukannya diem di rumah aja loh. BJ itu suami dan
ayah yang rajin ajak istri dan anaknya jalan-jalan. Memang nggak selalu yang jauh. Sekedar jalan-jalan seputaran Kota Medan kan sudah
jalan-jalan juga namanya. BJ juga biasa lewat jalur-jalur alternatif untuk menghindari macet atau sekedar nunjukin “jalan ini ujungnya sampai sini loh”. Pokoknya, jalan-jalan yang
sekedar lihat jalur itu biasa kami lakukan.
Tapi kok ya aku nggak hafal-hafal (sigh). Padahal, selain
jalan-jalan, aku juga nggak anti mengamati peta. Tapi tetap saja aku nggak punya
gambaran utuh tentang Kota Medan, seperti ooh jalan A itu tembusnya ke jalan B
lalu ke jalan C, atau ooh mall X itu nggak seberapa jauh sama rumah sakit Y,
atau wilayah kecamatan M itu sebelahan sama kecamatan N.
Makanya, kalau ada temen dari luar kota tanya tentang
letak-letak destinasi tertentu di Kota Medan, aku nggak bisa jawab cepat. Mesti
lihat peta atau WA ke misua (karena ini bukan lagi zaman kuiz Who Whats To Be a
Millionare, jadi bukan pake cara “phone a friend”...haha referensi kuis menandakan
umur ya sodara-sodara...)
Dampaknya kalau bepergian rada jauh tanpa suami (jauh yang di
Kota Medan aja nih, bukan yang jauh-jauh amat), aku bisa tersesat. Mungkin karena sudah terbiasa kemana-mana dianter suami, aku jadi nggak hafal rute. Soal dianter ini bukan karena BJ tipe
suami yang melarang istri pergi kemana-mana. Masalahnya, kalaupun pergi-pergi kan aku pasti sama anak-anak. Situasi yang mungkin banyak dialami keluarga pendatang : nggak ada nenek/kakek atau keluarga besar yang bisa dititip anak ketika ada agenda keluar. Nggak etis kan nitip anak-anak ke teman untuk keperluan yang nggak urgent?
Jadi, alasan BJ lebih soal safety. Dia khawatir kalau aku naik motor jauh bareng anak-anak di lalu lintas Medan. Kalau aku sendirian sih nggak apa-apa hahaha. Jadi, kalau aku ada agenda penting yang rada jauh dan BJ nggak bisa antar, solusi dari dia pasti taksi online! Padahal, aku lebih bisa mengingat jalan kalau aku pegang kemudi (dalam hal ini sepeda motor karena sampai 2019 ini aku belum bisa nyetir hahaha).
Jadi, alasan BJ lebih soal safety. Dia khawatir kalau aku naik motor jauh bareng anak-anak di lalu lintas Medan. Kalau aku sendirian sih nggak apa-apa hahaha. Jadi, kalau aku ada agenda penting yang rada jauh dan BJ nggak bisa antar, solusi dari dia pasti taksi online! Padahal, aku lebih bisa mengingat jalan kalau aku pegang kemudi (dalam hal ini sepeda motor karena sampai 2019 ini aku belum bisa nyetir hahaha).
Pernah suatu kali, yakni saat perlu foto rontgen gigi,
aku bener-bener meminta BJ untuk mengizinkanku naik motor ke laboratorium Paramita di Jalan
Diponegoro, Medan. Aku bilang sama BJ, ibu-ibu lain pada berjuang supaya bisa naik sepeda motor. Aku sudah bisa malah dibatasi. Ntar aku malah jadi nggak berani kemana-mana sendiri :D. (Hwahwa..berasa istri shaleha minta izin segala untuk masalah beginian.. Tapi buatku ini penting sih. Jangan sampai hal kecil jadi masalah besar).
Jarak laboratorium sekitar sepuluh kilometer dari rumah. Aku pergi pada saat jam sekolah bareng sama Elo yang saat itu belum masuk TK. Berangkatnya lancar sampai tujuan meski beberapa kali minggir untuk cek GPS. Problemnya, saat pulang nih. Aku nggak bawa power bank. Sementara baterai habis karena selama antre di lab, hape dipakai Elo main game. Jadi kami jalan pulang tanpa GPS dan rutenya ambyar sodara-sodara...
Jarak laboratorium sekitar sepuluh kilometer dari rumah. Aku pergi pada saat jam sekolah bareng sama Elo yang saat itu belum masuk TK. Berangkatnya lancar sampai tujuan meski beberapa kali minggir untuk cek GPS. Problemnya, saat pulang nih. Aku nggak bawa power bank. Sementara baterai habis karena selama antre di lab, hape dipakai Elo main game. Jadi kami jalan pulang tanpa GPS dan rutenya ambyar sodara-sodara...
Tersesat di Medan, bah!
Ya memang, tersesat di kota sih nggak bakalan ilang. Tetap
bakalan bisa sampai kembali ke rumah. Tapi muter-muternya itu lho, nggak
karuan. Aku inget banget, waktu itu Elo sampai bilang “Bunda, tadi sudah lewat
sini, kok lewat sini lagi.”
Hahaha paraaaah...
Aku jadi bertekad, kalau ada kesempatan, aku mau keliling-keliling
sendirian naik motor di Kota Medan (tanpa GPS). Kesempatan
itu tiba ketika Elo juga masuk sekolah. Jeda selama mereka sekolah adalah waktu
yang pas. Beberapa kali sehabis mengantar, aku nggak langsung pulang seperti
biasa. Melainkan riding sekedar
mengurut jalan. Tapi dalam beberapa kali itu pula, aku masih saja tersesat.
Terutama kalau nanti ketemu jalur searah yang membuat jalan pulang tak sekedar
memutar 180 derajat. Tapi mesti lewat jalur lain...
Tersesat lagi dan akhirnya meski cek GPS
(huhuhuhu...benci deh)
Padahal, kalo menengok jauh ke waktu duluuu (di atas satu
dekade lalu). Aku termasuk orang yang suka jalan. Sering hanya jalan untuk
“jalan”, dalam artian tanpa tujuan suatu tempat tertentu. Jalan bener-bener
untuk melihat-lihat sepanjang perjalanan. Atau juga, melewati jalur alternatif
untuk mencari suasana yang berbeda dengan risiko kesasar.
Dan itu sering aku lakukan dengan sepeda motor. Sendirian.
Tapi mungkin karena situasi saat itu memang mendukung,
bahkan mengharuskan. Seperti berangkat kuliah dari Temanggung ke Solo, yang
sekitar tiga sampai empat jam perjalanan bermotor. Atau saat bekerja di Bandung
dan beberapa kota/kabupaten di Jawa Barat. Menyusuri jalan-jalan menuju tempat-tempat
yang belum kuketahui memang sebuah konsekuensi pekerjaan.
Masa itu GPS masih berupa teknologi yang tidak-sejauh-genggaman-tangan.
Beda dengan sekarang, ketika GPS tersemat dalam telepon seluler. Orang awam pun
dengan mudah mengakses dan menggunakan teknologi GPS. (Huhuhu, kok berasa sudah
lampau sekali ya...padahal itu belum lama banget lho...memang, betapa teknologi
sangat cepat melesat).
Tapi memang, sejak jadi emak-emak, mobilitas personalku jadi
terbatas.
Terlebih ketika anak-anak masih bayi. Sekarang sih anak-anak sudah lebih besar, sudah lebih leluasa daripada dulu. Tapi tetap saja nggak pernah ada lagi yang namanya
ngebolang keluar kota sendirian. Pergi keluar kota ya mesti sama misua dan atau
anak-anak.
Jadi, kalau kamu mudah mengingat rute-rute jalan atau gampang
memahami peta. Bersyukurlah!! Itu adalah kemampuan yang sangat berharga.
Bahkan, itu sebuah kecerdasan tersendiri loh. Kemampuan mengingat rute jalan dan kepandaian memahami peta termasuk
dalam kelompok kecerdasan gambar-ruang (visual-spatial intelligence).
Ya sih, kalau melakukan analisa sendiri, sepertinya aku memang kurang dalam kecerdasan jenis ini. Faktanya, selain lemah dalam navigasi jalan, aku juga nggak oke dalam menggambar, juga nggak keren dalam padu-padan gaya berpakaian. Itu kan beberapa ciri kemampuan dari kecerdasan spasial.
Dulu, aku "lumayan cerdas" bisa kelayapan kemana-mana tanpa GPS lebih karena kenekatan dan kondisi yang mendukung. Bagaimanapun, kecerdasan memang seumpama pisau. Meski aslinya tidak terlalu tajam, tapi kalau sering diasah, toh jadi tajam. Sebaliknya, kalau tak pernah atau jarang dipakai, akhirnya tumpul. Dalam hal ini, aku sudah mengalaminya. (*)
Dulu, aku "lumayan cerdas" bisa kelayapan kemana-mana tanpa GPS lebih karena kenekatan dan kondisi yang mendukung. Bagaimanapun, kecerdasan memang seumpama pisau. Meski aslinya tidak terlalu tajam, tapi kalau sering diasah, toh jadi tajam. Sebaliknya, kalau tak pernah atau jarang dipakai, akhirnya tumpul. Dalam hal ini, aku sudah mengalaminya. (*)
Hyaaaa, seruu Mak ceritanya!
BalasHapusKarena emang GET LOST itu bikin hidup makin hidup ye kaaannn
--bukanbocahbiasa(dot)com--
tapi kalo kebiasaan sih ga greget mbak nurul hahaha
Hapuswahh tersesat jaman now meski terbantu dengan GPS atau Google maps tetep kudu punya trik khusus ya.. hehe.... Aku kalo kepepet yaudah pake kompas congor haha alias nanya ke orang
BalasHapushoaaa
Hapus.kompas congor...baru kenal istilah inii maak wkwkkw
wkwkwk ngakak sama alamat buat belanja online kupun begicu mba giliran alamat rumah ya mahal giliran ke kantor murah kesyel :D
BalasHapusbtw aku juga ga bisa pake GMAPS jadi kalau nyetir sendiri wes aku mah nanya aja
haha..hasik ada temen. kzl-nya itu krn cm tpisah seruas jalan tp tarif kirim dah beda jauh hiks
Hapuskalo sering jalan tp ga apal2 itu ngezelin kan mbak..suamiku smp heran cenderung kezel sama diriku hahaha
BalasHapusAh toss kita, Mak, saya juga paling susah hapalin jalan wkwkwk.
BalasHapusANdalannya ya pak suami :D
Nah yang susah itu ya kalo dapat jalan searah, baliknya kan gak sama :D
Asalkan rute yang dituju sama dengan pertama kali datang ke sana, biasanya aku ingat mba. Memori kucing itu kata ibuku hehehe.. Taunya lewat sana, ya bakalan baliknya lewat sana lagi. Dibelokin dikit udah kebingungan hehehe... Untuk hal ingat2 rute gini rata-rata pria emang lebih bagus dari perempuan.
BalasHapusini aku banget, blind mapping ya namanya? pasti nyasar ke rumah sendiri ... hahahhahaa. kalo inget itu suka malu deh
BalasHapusKalo dipikir2 dulu aku tanpa gps ya ayok aja, muter2 doang paling. Hahaha..
BalasHapusSkrg tanpa gps streessss. Soalnya bawa anak, hahaha..
Btw temenku juga ada yg baru pindah ke Medan. Dari igsnya dia aku jd tahu kalau Medan tuh ada tempat2 cantiknya jugaa
jaman aku merantau dulu. tersesat adalah sesuatu yg ga aneh. mana jaman dahulu kala belum ada yg namanya gps n aplikasi hengpon. jadinya mencari jalan yg benar itu adalah suatu perjuangan hahaha
BalasHapusSamaa, aku kalo jalan-jalan sendirian tanpa suami bisa nyasar kemana-mana, apalagi kalau pergi ke suatu daerah yang belum pernah kami datangi sebelumnya. Tapi sekarang sudah ada google map, bisa membantu kalo nyasar, tapi ya tetep aja deg-deg an :D
BalasHapusSaya mah suka agak sulit menghapal jalan. Makanya GPS itu membantu. Tetapi, kalau udha masuk ke dalam gang, GPS kadang-kadang juga gak membantu hihihi
BalasHapusKayaknya perempuan ditakdirkan kurang hapal jalan, ini sih kata suamiku, hahahaa
BalasHapusTapi aku biasanya mengingat tanda jalan agar tidak tersesat gitu
Paksu termasuk suami yang selalu ngajak istrinya untuk mengingat-ingat jalan yang sedang kami lalui. Supaya ada yang mengingatkan kalau paksu ragu dengan jalan yang dilewati. Tapi yaitu, kadang saya yang ditanya malah lupa jalan wkwkwk..
BalasHapusTapi untunglah kalau paksu selalu hafal jalan :D
Ahahaha I feel u mbaaakk, KTP mana, domisili di mana, tapi lebih banyak menghabiskan waktu di mana. Jadi kalau ada yang nanya ttg Bogor maafkan saya menyerah jadinya :D
BalasHapusTapi emang penting sih buat eksplor kota yang kita huni, saya udah mulai nih dikit2, moga2 punya banyak kenangan ttg kota ini jg sblm pindah lagi (maybeeee :D)
Saya justru sekarang kemanan2 selalu GPS jd andalan mba.. tapi kadang banyakkan nanya Juga sama orang dijalan buat mastiin ,, dulu tinggal duduk sekrang pas bisa nyetir trpaksa hrs hpal jalan
BalasHapussaya kalau pakai GPS malah gak bisa. wkwkw. sebab sering keliru belok kanan atau belok kiri. kalau gak pakai GPS juga gak apal2 jalan. pokoknya kemana2 kudu sama suami
BalasHapusKalau aku selalu mengandalkan maps, tapi ke tempat yang aku belum hafal saja jalannya. Kadang sudah beberapa kali ke tempat itu pun aku masih suka nyasar.
BalasHapusSaya termasuk yang sering tersesat di jalan haha soalnya suka lupa jalan gitu kalau gak sering dilewati. hehe
BalasHapuskalo get lost di Medan mah jadinya lust ya mba karena kulineran di sana enak-enak semua katanya kan
BalasHapusDuh duh aku termasuk yang sudah menghapalkan jalan, rumah teman yang bolak-balik ke sana saja lupa..kumaha ieuu!
BalasHapusJaman sekarang kalau tersesat, bisa langsung cek di handphone ya. Kalau jaman dulu, cari warung di pinggir jalan, lalu turun dari kendaraan dan bertanya.
BalasHapusTersesat di suatu tempat mengajarkan kita hal-hal baru dan menemukan sesuatu yang baru. Q malah lbh suka tersesat di jalan klu lg jalan2 biar bisa hafal jalan hahaha itu klu lg santai
BalasHapusKalau seukuran kota Medan tersesat ya wajar sih, kan luas daerahnya mak. Aku aja yanh di malang kadang bisa salah jalan terutama daerah yang namanya sawojajar
BalasHapusAku juga kadang suka merasa gagal jadi navigator deh, kalau pergi pergi bareng keluarga, selalu aku lupa jalan. Jadi ya, duduk di samping pak suami, ya sekadar teman berbincang aja sih haha karena aku ga bisa diandalkan mencari arah, sedih juga sih, tapi itulah kelebihan dan kekurangan saya hihi (menghibur diri sendiri jadinya ini ya hihi) ayo semangat mbak, insyaAllah lambat laun akan terbiasa jalan jalan di medab tanpa tersesat lagi.
BalasHapus