Pandemi Covid-19 menjadikan kegiatan bertanam sebagai salah satu tren. Banyak waktu di rumah, bertanam menjadi salah satu hiburan. Saya sendiri, sejak dulu sudah suka bertanam. Itu juga salah satu faktor pendorong masuk fakultas pertanian. Namun, jalan hidup terlukis lain. Usai kuliah, saya turut dalam rombongan orang yang salah jurusan.
Ah ya, sebelum sampai pada tata-cara pembuatan pot, saya cerita-cerita dulu yaaa. Sebab, bikin pot-nya simpel banget. Kalau langsung ke cara pembuatan pot, tulisan langsung kelar hahaha.
Buat yang malas baca cerita,
boleh langsung skip ke bawah.
Keadaan rumah tempat tinggal serta hidup berpindah-pindah
kota juga membuat saya tidak pernah intens melakukan kegiatan bertanam. Setahun
tinggal di Karo, saya sempat menanam bunga matahari. Duuuh, jadi ingat impian
saat itu : Sebuah Rumah, Seekor Anjing, dan Bunga Matahari.
Kondisi yang belum pernah bisa saya wujudkan hingga impian
itu menguap dengan sendirinya. Ketika ada bunga matahari, tak ada anjingnya.
Ketika ada anjing, tak ada bunga mataharinya.^_^
Pindah ke Pematangsiantar, ada sepetak halaman yang bisa digunakan untuk
bertanam. BJ (suami)-lah yang cukup semangat melakukannya. Ia sempat menanam
tabulampot (tanaman buah dalam pot). Nggak banyak sih, hanya mangga,
kelengkeng, dan jeruk nipis. Tiga tanaman yang sudah sempat berbuah sebelum
kami pindah ke Medan.
Dua tahun pertama di Medan, rumah kontrakan tanpa halaman tanah. Seluruh bagian depan full lantai keramik dan atap tipikal khas kompleks perumahan.
Terlebih rumah membelakangi arah matahari terbit. Saya pernah mencoba menanam sawi hidroponik dalam botol dengan metode sumbu. Namun, tanaman sawi selalu tumbuh tinggi karena kekurangan sinar matahari. Saat itu, belum terpikir untuk “menanami pagar” (menggantung pot-pot tanaman pada pagar).
Dua tahun selanjutnya masih di Medan tapi pindah ke rumah
sendiri (saat ini cicilan belum lunas hehehe). Ada sisa halaman tanah meski
hanya sekitar 2x1 meter. Ukuran luas yang selalu menjadi pengingat akan “masa
depan”. Seberapapun luas tanah kita di
dunia, nantinya hanya butuh 2x1 meter saja kan?
Sebagai siasat keterbatasan luas, saya “menanami pagar”,
juga “menanami dinding”. Saya pilih tanaman yang murah-meriah (bahkan sebagian
hasil dikasih teman/tetangga). Saya juga
memilih tanaman yang bandel sehingga tak perlu perawatan ekstra.
Di sini, saya mulai berkreasi dengan pot botol bekas.
Lalu kami sekeluarga pindah ke Makassar. Sebagian tanaman dibeli tetangga. Ada juga yang diminta. Kan nggak mungkin juga kami bawa ^-^
Di kota baru, posisi rumah tempat tinggal (kontrakan) kami
berada di hook. Ada sisa tanah di samping rumah yang sudah penuh dengan tanaman
pemilik rumah. Ada pisang, alpukat, mangga, buah naga, cabai, dan lain-lain. Bahkan
ada juga lho pohon beringin (hahaha auto ingat partai berbendera kuning yang
sangat berkuasa pada masanya).
Bapak pemilik rumah rajin merawat tanaman-tanamannya. Jika
tidak hujan, pada pagi atau sore beliau pasti menyiram tanaman. Tempat tinggal kami
dengan tempat tinggal beliau memang hanya ungkur-ungkuran (apa sih bahasa
Indonesia-nya, kok saya blank hahaha).
Tik-tok-tik-tok-tik-tok (buka google)...A few moment later.....Ternyata ungkur-ungkuran is saling membelakangi dalam Bahasa
Indonesia....Mbah Google memang sering menolong saat blank menyerang hahaha.
Saya sih senang-senang saja. Tak hanya menikmati hijau
segarnya. Namun, kami juga turut menikmati buahnya. Tiga bulan saya tinggal di
rumah ini, sudah dua kali dapat bagian panen pisang. Sebentar lagi juga akan
dapat bagian mangga. Kalau cabai, tinggal petik saja.
Bapak tahu suami dan saya sama-sama keluaran faperta. Jadi
beliau menyilakan kalau kami mau bertanam-tanam. Hahaha, padahal saya mah apa atuh (serius, ini
bukan humble bragging). Judulnya saja
lulusan faperta. Tapi giliran mau menanam, tetap aja “sekolah” lagi ke youtube
:P.
Sekarang, saya sedang mulai bertanam. Semaian daun bawang,
hanya tumbuh sebagian. Semaian terong tumbuh satu. Semaian tanaman kemangi tak
satu pun yang tumbuh. Tragis hihihi.
Oh ya, mau juga lah menanam bunga. Saat ini baru mulai satu
bunga. Kembali seperti di Medan, yakni dengan pot dari botol bekas minuman. Bunganya juga seperti di Medan, si
krokot alias portulaca alias bunga pukul empat alias rose moss, si bunga bandel
perawatan. Saya tanam dengan metode semi hidronik supaya tak perlu rajin
menyiram :P.
Namun, bukan pot itu yang mau saya tulis untuk DIY yaaa....Melainkan pot dengan selotip seperti di gambar pertama. Tapi itu pot lama di rumah Medan. Di bawah ini nih yang baru saya buat. Sata bikin lima buah, tapi dua saja yang saya foto.
Belum saya kasih tanaman, baru mau berburu hehe. Penginnya sih kembali menanam sirih belanda. Saya memang kadung cinta dengan tanaman ini. Si mudah tumbuh dan tidak rewel perawatan. Selain itu, tak hanya indah (ini sih subyektif ya), tapi juga berfungsi sebagai penyerap polutan.
Berhubung botolnya kecil, nanti saya akan menggunakan media air saja. Pengalaman di Medan, meski hanya menggunakan selotip, tapi lengketnya tahan lama kok. Semoga kali ini juga awet meski saya agak sangsi. Sebab, botol-botol ini akan saya cantelkan di pagar, yang tertelak persis di bawah teritis. Lihat saja nanti..
So...berikut cara pembuatan potnya yaaa... Boleh kok kalau
mau kasih krisan (koreksi dan saran) :
Bahan :
- Botol bekas minuman kemasan
- Selotip berwarna
- Tali (saya menggunakan tambang ukuran kecil)
Alat :
- Gunting
- Solder (atau paku besar untuk dipanaskan)
Cara membuat :
1. Buat lubang pada botol. Dua lubang di kanan kiri
untuk memasukkan tali. Satu lubang lagi dengan ukuran lebih besar untuk
memasukkan tanaman.
2. Lekatkan selotip pada sekeliling botol. Jarak
dan penempatan bebas, seturut kreatifitas masing-masing.
3. Masukkan tali lewat lubang. Ikat (bundel) bagian
bawah sebagai penahan.
4. Gantungkan pada tempat yang tersedia.
S Sudah jadi deh. Simpel bangeeet kan? Kalau mau lebih awet, bisa saja dengan dicat. Tapi saat ini saya sedang pengin yang simpel-simpel saja (*)
-----------------------------------------------------
Prev : Menabung Emas Mulai Rp 100
Next : Logo Blog DW
Pikiran yang bagus, Mbak ... bagaimana menanam tanaman yang gak perlu terlalu dirawat dia akan tegar hihi. Bagus ketika mau traveling, tidak perlu dipikirin ya.
BalasHapusHihi..iya mbak. Soalnya terpikir kalau ditinggal pulkam. Pengalaman pas di Medan, tanaman kering semua ditinggal pergi lama. Meski sekarang ada Pak Haji yang rajin menyiram tanaman hahaha
HapusWaaa kreatif Mba, saya juga lulusan Faperta masuk gerbong salah jurusan wekekeke
BalasHapustossss dong mbak...jangan2 kita pernah sekereta #eh
HapusIni sih kreatif banget mbak Lisda, memanfaatkan barang yang ada dan aku malah gak kepikiran loh padahal suka beli kopi literan gitu dan biasanya botol aku pakai untuk campuran serum dan air.
BalasHapushai mba chie yang juga lagi suka nanem2 ^-^
Hapuswahh kreatifnya...
BalasHapusbotolbotol klo di kreasikan bisa jadi cantik gini ya mbak
sebenernya bukan kreatif mbak. karena tinggal contek hehehe
HapusAwal-awal menikah dan tinggal di kontrakan, suami saya juga rajin nanam di botol bekas, cuma di kasih lubang dan diisi tanah gitu aja. Nggak pakai di cat ataupun di hias warna-warni.
BalasHapusSekarang, udah nggak sempat ngurusi tanaman di rumah, jadinya di kasih-kasih aja ke teman/tetangga
mengecat memang perlu effort khusus. makanya ini saya selotip aja mbak :)
HapusKayaknya bukan cuma Mba ajayg lulusan fapetra mau nanem liat yutub. Saya pun jurusan filkom mau masukin coding ke blog juga kudu belajar ke yutub ama om google.. hahaha.. tapi memang kreatifitas itu tak akan ada kalau ga ada niat dr org itu sendiri.
BalasHapusini problem pendidikan di indonesia atau di banyak negara ya? secara bayangin kalau namanya "insinyur" itu ya seenggaknya mayan pinter lah...lha saya wkwkwkwkwk
HapusWah hebat mba seneng nanem. Aku lihat juga pandemi gini makin banyak orang yang seneng namem dan suka taneman ya. Aku ikut seneng sekaligus sedih. Soalnya aku belum nemu hobi baru yang bikin aku seneng hahaha *malah curcol aku.
BalasHapusBumil konsen dulu aja ke persiapan lahiran bund ^-^
HapusCantik potnya Mbak, kemarin aku mau beli pot kok eman ya duitnya hihi akhirnya bikin sendiri memanfaatkan botol mineral dan gelas plastik bekas beli kopi susu...lumayanlah..hihi
BalasHapusnaaaah...eta..menghemat pengeluaran di sini meski akhirnya bocor di pengeluaran yg laen :D
HapusSaya punya sirih belanda, Mbak. Sedang saya kembangkan di polibag-polibag. Suka juga sih alasannya. Hanya perlu cari tips agar menjalarnya tetap cantik
BalasHapusdulu di medan sampai saya buang-buang karena menjalar2. ini kemarin ke kios tanaman, yg kecil aja ditawarkan 50 ribu hihihihi
HapusThe idea is cool, I have so many pot creations from this bottle that I can even make chairs in a bottle village in the city of Bengkulu
BalasHapuswaaah...bottle village...sounds good mbak :)
Hapuscakeeeep ya mbaaa aku sukaa deh dengan aksen stripes dari selotipnyaaa
BalasHapusstripe dan merah...seksi mbak :)
HapusSelotipnya itu untuk pemanis saja atau ada fungsi tambahan mba? Ibuku ya pakai botol tuh untuk pot gantung, biasanya yang tanaman menjulur ke bawah itu loh, duh namanya apa yaaa hehehee aku ga begitu paham.
BalasHapusKreatif sekali mba!
BalasHapusSemoga ini bisa menginspirasi bagi banyak orang yang saat ini memiliki banyak aktifitas id rumah.