Beberapa hari lalu, saya membaca sebuah komentar di grup
facebook Kreasi Daur Ulang Indonesia. Komentar itu berupa pertanyaan : siapa di
sini yang sering CLBK? CLBK di sini bukan Cinta Lama Bersemi Kembali, melainkan
Cuma Lihat Bikin Kapan-kapan.
Eh, entah deng. Saya nggak sepenuhnya yakin dengan ingatan
saya tentang kepanjangan “Cuma Lihat Bikin Kapan-kapan.” Mungkin kata-kata saya
sedikit kurang tepat tapi itulah intinya. Yakni, saat melihat sesuatu yang
menarik, banyak orang yang sering hanya sampai tahap melihat. Tahap bikinnya/beraksinya
mah kapan-kapan (yang entah kapaaaaan). Salah satunya bisa kita lihat dalam
kolom komentar video work-out di youtube. Banyak loh komentar “lihat video
work-out sambil rebahan.”
Saya juga masih sering gitu sih (ngakuuuuuu hihihi).
Salah satu “beraksi kapan-kapan” saya adalah dalam hal mengelola sampah basah rumah tangga. (Ini salah satunya ya...salah lainnya masih banyak wkwkwk). Saya sudah lamaaaa sekali dong melihat (membaca) tentang cara-cara mengurangi sampah rumah tangga. Namun, sedari lama praktiknya so so saja.
Mindset-nya memang sudah dapat, tapi praktiknya belum
jalan optimal. Kalau seumpama pekerjaan, progresnya lambat. Mungkin hanya berhasil
20-30 persen saja (itu pun sudah merasa turut dalam barisan peduli bumi #huh).
Dulu, saya baru bisa mengurangi sampah kering. Setidaknya memisahkan sampah kering, antara yang masih bisa digunakan kembali (reuse/recycle) atau tidak bisa saya reuse tapi masih bernilai jual.
Bernilai jual ini maksudnya
dijual masih dalam kondisi sebagai sampah ya... Dulu waktu tinggal di Siantar,
saya sering tuh mengumpulkan sampah-sampah seperti ini lalu ketika sudah
banyak, saya jual ke tukang botot keliling. Sekarang, saudara saya juga ada
yang telaten mengumpulkan barang bekas. Dia menyebutnya sebagai menabung
(persis seperti konsep menabung di bank sampah, hanya saya dia melakukannya
secara personal).
PS : Di Siantar (dan sepertinya umum di Sumatra Utara, entah
kalau bagian Sumatra lainnya), botot berarti barang bekas yang tidak terpakai. Beda
lagi kalau bontot, di sana bontot artinya bekal minuman/makanan.
Pindah ke Medan, kami tinggal di kompleks tertutup, nggak
ada lagi tuh tukang botot keliling. Namun, sampah-sampah yang kira-kira bernilai
jual tetap saya pisahkan. Saya taruh di tempat sampah dalam keadaan terpisah
dengan sampah basah. Maksudnya supaya tukang sampah tidak perlu repot lagi
memisahkan. Biasanya, petugas sampah keliling kompleks juga mengumpulkan sampah
di rumah mereka untuk dijual. Kalau sudah dipisahkan dari rumah, kan mengurangi
kerjaan mereka, gitu.
Waktu itu juga ada teman yang di rumahnya mengumpulkan
botot. Jadi deh, untuk sampah tertentu saya kasihkan ke dia. Mungkin tidak
seberapa, tapi bernilai jual lho. Kalau dikaitkan dengan religiusitas, mungkin
bisa juga disebut sedekah. Sedekah sampah, konsep yang bagus juga sepertinya.
***
Idealnya, sampah memang dipisahkan berdasarkan jenisnya. Seperti
kalau lihat di tempat-tempat umum, kan banyak tuh tempat-tempat sampah dengan
label masing-masing jenis sampah. Sayangnya, saya sering melihat isinya masih
campur-baur tanpa pemisahan. Belum lagi saya membayangkan pengelolaannya di
tempat pembuangan sementara atau akhir (TPS atau TPA), apa iya juga
dipisah-pisah dengan seksama?
Saya belum pernah berkunjung ke bank sampah atau tempat
pengelolaan sampah yang bagus. Tempat pembuangan sampah bersama dalam bayangan
saya selalu berupa tempat yang kotor, bau, dan sejenisnya. Coba sebut nama
Bantar Gebang, rasanya bukan daerah impian untuk tinggal (cmmiw). Atau
ingat Leuwigajah? Kisah tragis berupa ledakan timbunan sampah yang menelan
banyak korban jiwa.
TPS atau TPA selalu identik dengan daerah yang kotor dan
bau. Tak heran jika rencana pembukaan
TPS/TPA baru selalu menimbulkan pro-kontra. Bagaimana nggak kontra kalau
keberadaan tempat pembuangan sampah menganggu kenyamanan tinggal, baik dari
segi pemandangan maupun kesehatan.
Belum lagi jika berpikir tentang para pengerja sampah.
Beberapa waktu lalu saya kembali diingatkan sebuah tayangan lama di BBC. Tentang petugas sampah dari London yang mencoba cara kerja petugas sampah di Jakarta. Dalam dokumentasi itu diceritakan, petugas sampah di London dilengkapi dengan alat kerja dan sanitasi yang bagus. Pengelolaan sampah sudah sudah modern. Gaji petugas sampah juga memadai. Petugas sampah adalah pekerjaan profesional.
Bumi langit dengan di Indonesia. Alat kerja dan
sanitasi tidak memadai. Pengelolaan sampah jauh dari modern. Penghasilan tidak
memadai. Menjadi petugas sampah jelas bukan salah satu pekerjaan impian. Jadi, ketika si petugas sampah London ini mencoba pekerjaan petugas sampah
di Jakarta, dia shock dong.
Kita yang tinggal jauh dari urusan kumpulan sampah mungkin
tidak terpikir sampai demikian. Hanya dengan rajin beberes, rumah dan lingkungan
kita jadi cling, bersih dan rapi. Namun, apakah itu benar-benar cukup? Apakah kita
cukup meringankan kerja para petugas sampah? Lebih jauh, apakah kita cukup meringankan beban
bumi?
Pertanyaan seperti ini sudah lama mengganggu saya.
Namun....... ya itu tadi. CLBK. Cuma Baca, Beraksinya Kapan-kapan.
Bersyukurnya, beberapa waktu ini saya sudah mulai bisa mencicil lebih banyak aksi. Memang belum zero waste (huwaaaa, saya kok masih selalu berpikir kalau waste yang bener-bener zero itu utopis ya...maapkan saya ya para pejuang zero waste).
Mungkin karena saya belum termasuk pejuang sampah garis
keras. Saya juga belum paham bagaimana untuk bisa benar-benar ZERO (bukan
sekedar jargon). Setidaknya sampah kami sudah berkurang drastis setelah saya
juga berhasil mengurangi sampah basah. (haha, begini saja sudah merasa hero :D)
Saya belum pernah menghitung sih persentase pengurangannya.
Hanya saja, bisa saya rasakan dari frekuensi dan volume buangan sampah. Semula,
bisa tiap hari menaruh sekantung besar di tempat sampah. Sekarang, dalam
kondisi normal, bisa dua-tiga hari sekali baru “setor” sampah di tempat sampah.
***
Nah, berikut beberapa cara saya dalam mengelola sampah rumah
tangga :
- Mengurangi pembelian barang-barang. Pernahkah membeli barang yang tingkat kemanfaatannya rendah? Beli impulsif hanya karena ingin? Lalu ternyata barangnya jarang/nggak pernah dipakai? Apalagi kalau kita nggak pernah beberes skala besar (decluttering). Barang-barang yang nggak pernah dipakai lama-lama lapuk. Saat tiba waktu decluttering, ternyata barang-barang itu sama sekali sudah nggak bisa dipakai. Bahkan sebagai barang bekas untuk didonasikan pun sudah tidak layak. Sayang sekali yaaa....
- Membeli barang kebutuhan dalam ukuran besar. Semisal sabun atau body-cream, membeli ukuran besar akan menghasilan lebih sedikit sampah. Selain itu, wadah berukuran lebih besar lebih memungkinkan untuk reuse/recycle. Untuk pot tanaman, misalnya.
- Memanfaatkan barang bekas untuk dipakai kembali. Pasti banyak orang hafal dengan tri-mantra reuse-reduce-recycle, ya kan? Bergabung di grup facebook KDUI jadi banyak inspirasi untuk reuse dan recycle. Banyak nih list CLBK saya dari grup KDUI, semisal bikin sabun cuci dari minyak jelantah, bikin pot tanaman dari kain bekas.... Ahaaa, CLBK!!
- Memisahkan sampah kering dan sampah basah. Berhubung, belum sepenuhnya mampu untuk reuse maupun recycle. Memisahkan sampah kering karena : mana tahu ada orang-orang yang memanfaatkan bagian sampah kering (pemulung misalnya). Lumayan kan, mereka jadi nggak perlu memisah-misahkan. Ya ini memang hanya “mana tahu”, tapi ya mana tahu memang bermanfaat.
- Membuat lubang biopori. Di Makassar, kami tinggal di rumah dengan halaman terbuka. Meski tidak terlalu luas, tapi akhirnya kesampaian deh coba bikin lubang biopori. Ini bagian dari “praktikum the series”. Beberapa lubang kecil di halaman, ternyata cukup bermanfaat dalam menampung sampah-sampah basah. Selain bermanfaat untuk resapan air, lubang biopori juga menghasilkan kompos. Kali lain, saya buat postingan tersendiri tentang biopori.
- Membuat kompos. Selain di lubang biopori, saya juga mulai membuat kompos. Saya pakai cara yang paling mudah dulu deh, yakni menggunakan karung bekas. Dengan cara ini, asal punya karung bekas dan punya sedikit tempat untuk meletakkan karung, bisa deh buat kompos. Berhubung baru mulai, saat menulis ini, kompos karungnya masih dalam proses. Mudah-mudahan juga bisa saya buat dalam postingan tersendiri.
- Membuat MOL alias mikroorganisme liar. Bahan-bahannya juga dari limbah dapur.
Itu upaya-upaya saya untuk mengelola sampah rumah. Belum
sempurna, faktanya rumah masih sering terlihat bersampah (eheeee). Namun,
setidaknya sebagai produsen sampah, tingkat produksi saya sudah lumayan jauh
berkurang. Kalau pinjam istilah Marie Kondo, buat saya pencapaian kecil itu sudah "Spark Joy"😍😍😍.(DW)
-------------------------------------------------------------
Prev : Membuat MOL dari Limbah Dapur
Dengan membawa tas belanjaan sendiri agar tidak banyak sampah plastik/kresek adalah salah satu cara sederhana menurut saya yg bisa dilakukan siapapun
BalasHapusKalau aku pernah ngelola sampah plastik jadi tas. Waktu itu penasaran banget dan sehari-hari nyoba sampai bisa. Setelahnya ya udah tinggal. Dasar aku, hahaha. Sekarang tetap berusaha ngurangi sampah plastik
BalasHapusSalah satu cara untuk mengurangi samoah rumahbtangga adalah membawa tas sendiri saat belanja sayur mingguan. Ini kerasa banget sih buat saya, sebelum bawa tas sendiri, plastiknya banyak banget. Alhamdulillah setelah bawa tas sendiri, maksimal 3 plastik. Paling bubgkus ikan aja.
BalasHapusAku juga samaa, mak. CLBK mulu ni soal hidup minim sampah, haha.
BalasHapusPengen banget bisa bikin biopori juga di rumah. Ini pun masih angan2.
Tapi kemana2 sekarang biasain bawa kantong kain sih. Termasuk beli sayuran.
Kalau beli sayur mateng pun bawa rantang dari rumah deh. Setidaknya meminimalisir sampah plastik
Huhuu, iya banget. Kadang sampah di dapur selalu ada aja tiap hari, meski jarang masak eh makan gopud sama aja banyak dus2 bekas makannya. Makasih loh upaya2nyaa, beberapa sama kujalanin juga.
BalasHapusSemoga kita makin bijak mengelelola sampah yaaaa..
Sampah sayur yang belum diolah dan buah dikumpulin buat dijadikan pupuk. Cangkang telur juga dipakai untuk pupuk. Itu salah satu cara kami mengelola dan mengurangi sampah
BalasHapusyess bener, aku juga lagi belajar untuk zero waste dalam bahan-bahan makanan. beli secukupnya, masak secukupnya dan dalam porsi yang pas :D
BalasHapusAku masih belum kesampaian bikin lubang biopori karena belum punya bor tanahnya, beli online mahal ongkirnya hiks
BalasHapuside yang menarik nih, bisa mengurangi sampah rumah tangga juga, dan bantu dunia ini biar lebih lestari
BalasHapussuka deh dengan idenya, ini sapah udah pada numpuk, mana hujan behari-hari, sebab sampah kamimoleh sendiri sih, masih dikresek nih, belum diberesin
BalasHapusyahh aku juga mulai mengurangi sampah rumah tangga dgn diet plastik dan membuat keranjang takakura dan felita.
BalasHapusmayan berkurang jadinya
Hahahahahah iya nih CLBK cuma lihat alias SS dulu aja deh, bikinnya kapan-kapan alias kapan taaau. Aku dari dulu pengen banget ngerealisasiin menscup buat ngurangin sampah softex tp yaitu scroll aja terus tanp eksekusi
BalasHapusMakasih mba infonya, saya langsung search komunitas KDUI. Siapa tahu setelah berhasil join, tambah semangat menjalankan zero waste.
BalasHapusSelama ini baru sebatas, membawa tempat makan dan tas belanjaan sendiri, memilih sampah yang bisa didaur ulang dan tidak, membuat kompos sendiri, mengolah kulit sayuran, buah jadi masakan.
Pengen deh bisa memanfaatkan minyak jelantah, daripada dibuang gitu aja sama membuat Mol.
Wah wah, menarik banget nih. Selama ini saya belum kepikiran untuk mengolah sampah di rumah. Saya baru berusaha untuk membeli barang-barang sesuai kebutuhan saja. Semoga selanjutnya saya bisa membikin kompos sendiri.
BalasHapusKalau mau bergerak, ternyata sampah masih bisa digunakan untuk banyak hal yang bermanfaat ya. Masalahnya aku juga sering tuh CLBK haha..
BalasHapusAku iri sama sistem sampah di negara maju kek Jepang atau Korea gtu, apalagi Jepang bener2 dipilih banget.
BalasHapusKalau di rumah kami sementara ini misahinnya sampah basah dan kering.
Pas aku mesenin ke tukang sampah ini sampah kering, pak sampah hanya bilang: ah sama aja
T.T di situ aku sedih. Aku kan kasi tau kalau sampah keringnya tu berharga kali mau dipilah dan plastik/ kertas mau dijualin lg, heuheu
Btw thanks pencerahannya soal sampah RT mbak :D
Aku juga udah mengelola sampah rumah, mba. Dari yang ngumpulin botol plastik, kemasan sabun, dan memisahkannya dengan sampah organik. Yang organik aku gunakan untuk kompos
BalasHapusAku lagi jalanin gaya hidup minimalis nih mbak, jujur belum sampai ke memisahkan sampah rumah tangga skala besar. Baru sebatas misahin sampah bekas skincare dan kaleng-kaleng makanan kucing. Rencananya semuanya mau di donasikan ke @waste4change, baca ini jadi diingatkan sama istilah CLBK nya hehe..
BalasHapusPoin pertama di cara mengelola sampah rumah tangga itu ya dengan mengurangi pembelian barang-barang. PR banget nih, karena ya memang sumbernya di situ ya mbak. Kita yang sering belanja, kita pula yang bingung kenapa barang-barang ini makin banyak aja. Heuheuheu
BalasHapusNah ini juga tantangan banget utk ngurangin sampah ya..Kalo sembarangan ya..Terutama plaatik yang isi
BalasHapusKDUI apa ya mbak? jadi tertarik ikut nih
BalasHapusaku masih memisahkan sampah organik dan anorganik aja. Gini tuh masih sering disindir, buat apa pisahkan toh nanti di tempat sampah bakal dicampur lagi sama tukang sampahnya. Huhu ... padahal kan supaya ga bau dan mudah untuk memilah.
setuju banget nih sama postingan ini. Sebisa mungkin kita emang harus mengurangi sampah terutama dari rumah tangga sendiri ya maaaak.. Makaso tipsnya maaaak
BalasHapusSampah ini memang masalah klasik yang tidak pernah bisa selesai jika kita tidak mengubah kebiasaan ya. Dan memulainya dari rumah sendiri merupakan langkah yang tepat dalam mengurangi jumlah sampah. Alhamdulillah, beberapa langkah yang disebutkan sudah dilakukan di rumah saya. Paling yang MOL itu deh yang belom.
BalasHapusSaya yang masih belum konsisten itu memilah sampah rumah tangga, Mbak. Apalagi bikin lubang biopori sendiri hehehe. Mungkin nanti kalau sudah tinggal di rumah sendiri yaaa. Makasih tipsnya, Mbak.
BalasHapusSaya membaca artikel ini terasa kena tampol
BalasHapusKadang ada rasa malu jika bicara soal sampah
Wis pokoknya aku banget deh
Bisa dibayangkan memang masalah sampah ini, kalau tidak pandai mengolahnya semua-mua akan menjadi sampah dalam jumlah yang banyak. Kalau saya menguranginya dengan memisahkan sampah wadah plastik untuk dikasihkan ke pemulung langganan.
BalasHapus