logo shopee, edited by canva |
Ada cerita sedih pada pulang kampung sebentar di awal April ini. Yakni, ada familiku yang menjadi korban penipuan online. Memang, sejalan dengan berkembangnya dunia maya, berkembang juga aksi penipuan di sana. Mungkin, masyarakat sudah mulai hafal dengan berbagai modus yang biasa digunakan penjahat maya. Meski demikian, masih ada saja orang-orang yang menjadi korban.
Kita pasti sudah sangat sering membaca berbagai kasus penipuan online di media massa. Mungkin, rasa kaget kita sudah terkikis akibat begitu banyaknya berita sejenis. Namun, ketika korban itu adalah orang dekat, rasanya beda banget lho. Wajar sih, kedekatan membuat kita merasakan empati yang lebih. Juga ada semacam “penyesalan”, mengapa kita tidak mampu mencegah kejadian itu padahal melibatkan orang dekat.
Baca : Swab Antigen saat Pulkam
Ceritanya, pamanku
tertarik dengan penawaran sebuah mesin di “Shopee.” Dengan harga yang sangat
kompetitif (sekitar lima puluh persennya), jelas saja sangat menarik. Aku lupa
bagaimana kronologis persisnya, yang pasti sepupuku membantu mengecek harga
mesin dengan spesifikasi tersebut di Shopee dan mendapati harga normal
(kalaupun ada selisih harga, tidaklah terlalu jauh).
Jadi pamanku memutuskan
untuk tetap membeli di toko “Shopee” yang telah ia lihat sebelumnya. Pembayaran
dilakukan dengan cara transfer bank. Namun, hingga lima hari berlalu, barang
yang dibeli belum juga diterima.
Cek dan ricek babak baru.
Bibiku mendatangi sepupuku dengan membawa bukti chat di whatsapp dan juga bukti transfer. Saat itu, aku tengah berada di sana. Dari kronologis chat, sepupuku sudah yakin jika itu adalah penipuan. Aku turut membaca, si penjual memburu-buru pembeli untuk transfer. Ditambah lagi, sebelum pembeli (pamanku) transfer, si penjual mengirim foto gambar barang yang sudah selesai dibungkus. “Barang siap kirim!”
Sudah terlihat banget
kan kalau penipuan?
Tapi baiklah, supaya
bibiku yakin, sepupuku mencoba untuk chat dengan si penjual (dengan nomor HP sepupuku sebab nomor paman/bibi sudah diblokir). Tak
lama tanya-jawab, nomor sepupuku diblokir!!!
Fixed. Jelaslah itu
penipuan. Bibiku yang sebelumnya masih tampak denial akhirnya teryakinkan. Kecewa
dan sedih. Sudah pasti!!! Terlebih aku tahu, bagi paman dan bibi, uang yang
melayang itu sangatlah bernilai.
Tapi ada cerita lucu
di balik kesedihan ini. (Lucu tapi getir :D).
Sebelum datang ke
sepupuku, paman dan bibi sudah terlibat diskusi. Bibi bertanya pada paman,
kenapa tidak belanja di Shopee saja, kan bisa pembayaran dilakukan di rumah
seperti orang-orang lain kalau belanja online (kita tahu, maksudnya COD = Cash on
Delivery).
Pamanku berkeras
kalau ia belanja di “Shopee.”
Teman-teman
memerhatikan tidak jika sedari tadi aku membedakan penulisan Shopee dengan “Shopee”
(ada tanda kutip)?
Selidik punya selidik,
sedari awal ada perbedaan pemahaman tentang Shopee ini. Saat mengecek harga
(yang kutulis di awal tadi), sepupuku membuka aplikasi Shopee yang umum kita
kenal. Sementara, pamanku berbelanja di sebuah akun facebook (akun penipu
pastinya) bernama Shopee! Ya memang “bener”
pamanku belanja di Shopee, tapi bukan Shopee yang oren ituuuu huhuhu. Aku kembali mencari akun facebook itu, tapi sudah nggak ketemu.
Duuuh, asli bikin
ngakak tapi sekaligus nyeseg-seg-seg.
Perubahan
Mungkin teman-teman
ada yang mikir, kok bisaaaa siiih??? Faktanya memang bisa.
Sedikit cerita latar
belakangnya dulu yaaa...
FYI, kampungku itu
lumayan mblusuk. Teman-teman yang pernah main ke kampungku pasti mengaminkan
itu. Sekarang saja masih ada yang bilang mblusuk, apalagi duluuuuuu. Saat itu, jalan
ke kampungku belum diaspal dan tak ada angkutan umum reguler. Kami harus jalan
kaki dua kilometer untuk sampai ke jalur angkutan pedesaan. Tak berlebihan
kalau temanku bilang, jalan ke kampungku menghabiskan sandal. Saat itu,
kampungku memang seperti antah berantah. Listrik juga baru menyala saat aku
sekolah dasar.
Soal listrik itu, aku pernah menyinggungnya di sini : MampirSebentar di PLTB Sidrap
Tapi zaman terus
melaju. Perubahan buanyak terjadi. Jalan batu itu sudah masa lalu, terganti
aspal hingga ke pedalaman. Jalan kaki kemana-mana juga cerita lama. Punya mobil
atau setidaknya motor sudah menjadi hal wajar. Rumah-rumah papan banyak berganti
menjadi gedong (berdiding tembok) indah.
Sudah belasan tahun
lalu aku meninggalkan kampung. Meski rutin pulang setidaknya setahun sekali,
perubahan itu terasa nyata.
Saat pulkam kemarin,
aku takjub ketika melihat ada dua agen jasa pengiriman di kecamatanku. Bukan
nama jasa pengiriman yang asing lho, tapi yang sudah kita kenal sehari-hari. Terakhir
aku pulkam akhir tahun 2019, aku belum melihat agen-agen jasa pengiriman itu. Dulu
tuh, kurir jasa pengiriman jarang sampai ke tempatku. Kalau mengirim paket, aku
imbuhi pesan supaya kurir menghubungi penerima biar paket diambil di kantor
cabang di kota kabupaten. (Beda cerita kalau layanan pos yaaa...tapi kantor pos
yang dulu eksis di kecamatanku malah sudah lama menghilang, disatukan dengan
kecamatan sebelah).
Lebih menakjubkan lagi,
menurut kakakku, sekarang kurir-kurir paket juga biasa mengantar sampai desa-desa.
Termasuk kurir-kurir marketplace yang melayani COD. Waaaah...elok tenan.
Kesenjangan Informasi
Kemajuan zaman yang
di dalamnya termasuk kemajuan informasi. Dua-tiga tahun lalu (aku lupa
persisnya), layanan wifi gratis ada di balai desa. Ditambah lagi pandemi,
banyak keluarga dengan anak sekolah/kuliah yang akhirnya memutuskan memasang
wifi pribadi demi proses belajar daring.
Tapi kesenjangan
memang warisan zaman yang sepertinya sulit dihapuskan. Dalam setiap hal, selalu ada
golongan maju, sedang, dan masih terbelakang. Ada orang-orang sedemikian sukses
mendirikan dan menjalankan perusahaan marketplace. Ada orang-orang yang sukses rajin berbelanja
di marketplace (ada yang mau ngacuuung??😀). Ada juga orang-orang yang bahkan tidak
tahu istilah marketplace dan sama sekali awam dengan tata cara belanja online.
Itu fakta!!!!
Kesenjangan yang sama juga ada pada berbagai hal lainnya.
Aku sama sekali tidak menertawakan paman dan bibiku. Aku menyadari, mereka adalah generasi di atasku (sementara aku saja sudah dianggap berumur!). Generasi yang umumnya dianggap lebih lambat dalam meng-update segala-gala perkembangan. Di saat anak-anak sekarang sudah migrasi dari Facebook, mereka baru saja mengenal aplikasi tersebut. Terlepas dari faktor itu, siapa saja bisa tertipu kok. Bahkan orang yang sudah biasa belanja online pun bisa saja lengah dan tertipu. Bagaimanapun, penjahat akan selalu meng-update cara-cara operandi bukan?
Bersyukur
pamanku cukup bijak menyikapi kejadian itu. Ia juga punya selera humor yang cukup keren
ketika menceritakan kejadian itu pada orang lain. Ia mampu menertawakan diri sendiri yang ujungnya membuat orang lain ikut tertawa. Kemampuan yang tidak dipunyai semua orang kan?
Aku bahkan ikut "terhibur" dengan cara pamanku merespon keadaan.
Internet Aman dan Sehat
Selama ini aku sudah sering melihat pesan-pesan kampanye penggunaan internet secara aman dan sehat. Dengan semakin masifnya penggunaan internet, sepertinya kampanye ini juga harus semakin digalakkan ya...
Terpikir kalau poster-poster di kampung-kampung itu sudah seharusnya semakin berkembang. Tidak hanya bertema PKK, hidup bersih, buang sampah, dan sebangsanya. Namun, juga tentang penggunaan internet secara aman dan bijak. Tema yang sama mungkin juga bisa diusung dalam arisan RT, dasa-wisma, rapat desa, dan semacamnya. Intinya, dengan semakin meluasnya penggunaan internet harus dibarengi dengan perluasan informasi keamanan penggunaan. Bukan hanya informasi yang disebarkan secara online tetapi juga melalui jalur offline.
Buatku pribadi, kejadian itu menguatkan kesadaran untuk tidak lelah berbagi melalui cara-cara yang aku bisa (salah satunya ya dengan ngeblog ini). Saat melihat orang lain yang sepertinya sudah "high", kadang memang ada rasa inferior. Ah, aku mah tahu apa atuh? Tapi ternyata, sedikit informasi yang kita tahu mungkin bermanfaat bagi orang lain.
Jadi, memang, jangan lelah untuk berbagi.(*)
-----------------------------------------------------
Postingan sebelumnya : Obrolan Fiksi dengan RA Kartini
Penipuan semakin marak ya, malah di era teknologi canggih seperti saat ini ada aja celahnya buat orang nipu..
BalasHapusiya bener mbak
Hapusmeski merasa uda familier dengan berbagai modus penipuan pun gak jamin gak ketipu
Mak, takjub banget akutuuu dgn sosok seperti paman dikau.
BalasHapuspaman cukup bijak menyikapi kejadian itu. Ia juga punya selera humor yang cukup keren ketika menceritakan kejadian itu pada orang lain. Ia mampu menertawakan diri sendiri, kemampuan yang tidak dipunyai semua orang lho.
KEREN BANGET!
Daya juangnya pasti tinggi ya
iya mak..
Hapusbisa legowo menertawakan diri sendiri itu kemampuan keren menurutku
Kemajuan teknologi tapi tak diiringi edukasi...Jadinya ya begini. Kasihan yang jadi korban biasanya ya yang awam..Ikut bersimpati dengan Pamannya Mbak Lisdha, semoga dapat ganti yang lebih baik lagi nanti kehialangannya ya
BalasHapusAlmarhum mertuaku dulu juga pernah kena tipu-tipu. Waktu ke mal di Madiun ditawarin pijat di kursi pijat itu dan dibujuk beli barang A gratis B dan C. Keduanya sudah sepuh lho..eh malah disuruh kasih tahu rumahnya dan gitu deh pokoknya. Esoknya barang sudah diantar dan uang cash mereka serahkan. Padahal Alm Mertua keduanya pensiunan kepala sekolah SD, tapi mereka ga sadar itu sebenarnya bukan gratisan dan jenis penipuan atau malah nyaris kayak hipntis. . Jadi deh jutaan melayang dan barangnya haduh...ga sepadan senilainya. Hiks
makasih simpatinya mba Dian
HapusNah itu modus penipuan yg sempat marak juga yaaa..
membeli mahal utk kualitas yg ga sepadan
dan memang ga jamin mau berpendidikan atau berpengalaman bisa lepas dr penipuan
jd memang kita ga boleh takabur ya kan mbak
tetap waspada
Bacanya ikutan nyeseeeg tapi kagum sama si paman yang bisa menyikapi rejeki
BalasHapusBerarti disitulah "IMAN" berperan penting ya
betul mak neng
Hapuspercaya bahwa kejadian ini pasti ada hikmahnya
Duh, baru semalem temen tertipu juga pas belanja online, dan siakunnya sampe ganti akun buat menipu mencari mangsa baru lagi.
BalasHapusSemoga saja kita lebih aware yaa, dan lebih bijak dalam berbelanja onlen dan dijauhkan dari penipuan2.
aku juga pernah mendapati harga2 ga wajar di shopee
Hapusdan ternyata emang akun penipu
cuma kalau di shopee betulan kan uang kita tetap aman meski sdh trf ya..
Ya ampun gemes banget iiih bacanyaaa. Mirisnya, penipuan dengan berbagai modus memang semakin marak, harus semakin waspada kitanya ya. Dan pemahaman mengenai trusted olshop ini juga aku sosialisasikan terus ke Ortuku yang memang masih awam.
BalasHapusBtw salut dengan Paman yang menyikapi kejadian ini dengan bijak.
Iya bener mak..yang sudah lebih paham seharusnya ambil bagian dlm sosialiasi
HapusYah sedih banget mba, emang mba dulu suami juga temenku tergiur dengan toko yang ada di facebook eh ketipu lumayan jutaan padahal uangnya hasil ngumpulin sedih banget yah smeoga pamannya dapat ganti berkali lipat..tapi salut pamannya masih bisa humor sehat2 yah
BalasHapusamiin mak. makasih
Hapusbisa humor sehat memang jd penawar sakit hati
agak kaget aku, kok bisa tertipu di marketplace yg relatively aman, ternyata shopee yg lain yaa.
BalasHapusklo aku pernah tertipu olshop lewat media instagram mba...
dua kali kejadian berturut2 dan berdekatan aku langsung searching dan akhirny bs mengidentifikasi akun2 olshop penipu via Ig, ku tulis deh di Blog...mereka para akun tipu2 ini cara kerjanya mirip2 dan memang profesionalnya tipu2 jadi akuunya kelihatan meyakinkan banget...tp ada tips2 utk mengecek utk antisipasi kita
aku malah karna parno jd ga pernah belanja di olshop langsung mak (kecuali kenal ya..)
Hapuspasti pilih di aplikasi marketplace, apalgi sering ada diskon ongkir
Penipunya memanfaatkan kepolosan para korban. Saya juga setuju banget kalau mulai ada sosialisasi tentang penggunaan internet yang bijak dan sehat hingga ke desa. Karena teknologinya sudah sampai. Tetapi, cara menggunakannya yang terkadang masih belum tepat
BalasHapusiya bener mak mira...makanya aku bayangin slain plank hati pkk juga ada poster internet aman dan sehat di desa2
HapusGini ini kak Lis...yang bikin aku gak nyaman belanja online.
BalasHapusUdahlah barangnya gak bisa dipegang, belum lagi ketika datang ternyata gak cocok sama keinginan atau gak sesuai gambar.
Duuh,
Pernah banget mengalami hal seperti ini.
Mungkin hanya anak generasi Alpha yang bisa membayangkan dimensi yang tepat mengenai barang yang akan dibeli yaah..
Semoga Pamannya kak Lis diberi kesabaran dan kemudahan karena memiliki pengalaman, gakkan kena tipu-tipu lagi.
amiin..makasih mak len.
HapusHaha, emaaang belanja ol itu harus siap kalau barang ga sesuai ekspektasi.
Kecuali utk barang2 tertentu yang kita emang uda tahu betul
Ya ampuun aku yg baca ceritanya nyesek banget deh ketipu gitu. Jahat banget sih orangnya. Tapi mungkin jadi pelajaran bareng2 ya. Yang penting diambil hikmahnya aja. Trus dilaporin ke polisi nggak?
BalasHapusenggak mak..
Hapuskalau nilainya enggak fantastis keknya malah ribet juga sih lapor ke polisi
Jahay banget sih mbak itu, cari rejeki ngga berkah. Sejauh ini aku beli pernah tertipu. Semoga jangan. Tapi seringnya barang yang diterima tidak sesuai ekpektasi. Sama aja kali ya itu namanya tertipu. Semoga kita jadi lebih mawas diri ya mbak.
BalasHapusiya bener mak. jadi pelajaran banget ke depannya
HapusDuh jahat banget itu penipunya
BalasHapusmemang ya mbak, salah satu kekurangan belanja online ya seperti ini ya
makanya kita harus lebih hati-hati saat belanja online
dan ga nyangka aja bisa ketipu dengan nama aplikasi
Hapusbener2 memanfaatkan pengguna awal
Sebagai seller Shopee saya merasa aneh dengan penipuan ini. Ternyata ada akun Facebook yang jualan di marketplace dengan nama Shopee? Bener ga sih? Meski tak da kata FB marketplace di tulisan ini hanya dikatakan beli di Facebook dengan nama Shopee.
BalasHapusMungkin bisa dilengkapi agar tidak menjadi blunder.
kalau beli di Shopee, uang pasti kembali jadi Shopepay dalam waktu 3 hari.
Iya mbak susi. Jadi memang akun FB bernama shopee yg profil picture-nya pun bahkan bukan logo shopee. Tapi ya paman saya ini baru kenal internet. Belum ngeh yang gini2.. Bahkan yg sudah kenal inet saja masih bisa ketipu ya kan mbak.
HapusBuat pamannya, semoga digantikan dengan yg jauh lebih baik ya mba. Aku jg ga menyalahkan si paman kenapa bisa tertipu, padahal zaman udh maju dan penipuan macem itu udh terlalu sering.
BalasHapusNamanya orang tua, mereka ga seupdate kita pasti. Lah mamaku aja nyaris pernah kena jugaa. Makanya skr mama kalo dpt telp aneh2 ato mau beli sesuatu, pasti adekku yg bantu.
Utk si penipu, geleng2 kepala aja sih. Krn aku slalu yakin uang panas ga akan berkah.
Semakin harus hatin-hati ini ya, belum lagi kalau ada saudara kita yang terjebak di pinjol alias pinjaman online. Ngeri, orang satu kampung bisa ditelpon sama penagih. Ditelpon satu-satu agar peminjam segera mengembalikan uangnya.
BalasHapussepertinya "crime" meningkat di mana mana, termasuk di dunia maya.....
BalasHapuskartu kredit dan debit kami (saya, istri dan anak) selalu dijebol, minimal setahun sekali....
# memang kita mesti semakin hati hati .....