Siapa yang suka ikan asin?
Kalau aku suka banget. Tapi, gara-gara suka banget, ikan asin malah aku masukkan “daftar makanan berbahaya.” Lah kok bisa? Lah bagaimana nggak berbahaya kalau tiap makan lauk ikan asin jadi nambah nasi terus... Bahaya buat timbangan berat badan lah.😉
Kesukaan pada ikan asin bisa jadi berhubungan dengan masa kecilku. Selera lidah memang sering berhubungan dengan kebiasaan di masa lalu bukan? Aku lahir dan tumbuh di daerah gunung. Berkebalikan dengan orang pesisir, ikan segar bukan lauk yang biasa kutemui sehari-hari.
Kalaupun makan ikan segar, paling ikan air tawar dari kolam atau sungai, seperti mujahir atau lele. Itu pun jarang-jarang... Itu makanya aku nggak hafal-hafal dengan jenis-jenis ikan laut. Sekarang, kalau belanja ikan segar, aku masih sering tanya pada penjualnya : “ini ikan apa?”
Ikan laut yang lekat dengan memori masa kecilku adalah ikan pindang. Entah jenis ikan apa saja, pokoknya sudah dalam bentuk pindang. Metode pengawetan yang sudah tua tapi tetap bertahan sampai sekarang. Biasanya, ikan pindang dijual di pasar dalam wadah keranjang bambu cukup besar. Ikan yang ukurannya besar, seperti tongkol, langsung ditata di wadah bambu. Sementara, ikan-ikan berukuran kecil dikemas dalam kotak-kotak bambu berukuran kecil. Sampai sekarang, aku masih familiar dengan istilah “ikan keranjang”.
Selain ikan pindang, masa kecilku akrab dengan ikan laut dalam versi ikan asin. Kadar air yang jauh lebih rendah membuat ikan asin lebih awet dibandingkan ikan pindang. Selain itu, harga ika asin juga lebih mengawetkan isi dompet (orangtua) dibandingkan ikan pindang.
Lidah jelataku jadi bersahabat dengan ikan asin. Nasi hangat, sambal bawang, sayur rebus, dan ikan asin adalah kuartet yang nikmat di mulut sekaligus perut. Oh ya, kalau nasi beras diganti nasi jagung, nikmatnya tak kalah agung (wkwkwk, ngejar rima banget siiih).
Waktu berjalan, orang berpindah. Tak lagi tinggal di kampung di gunung, ikan segar bukan lagi belanjaan yang susah kudapat. Di Medan cukup mudah, di Makassar apa lagi. Kota Makassar cukup terkenal dengan sajian sea food-nya. Lapak ikan segar ada di mana-mana. Bahkan, di kompleks tempat tinggal pun, ada beberapa penjual ikan segar yang tiap pagi berkeliling.
Tapi lidahku tetap menyimpan selera terhadap kenikmatan ikan asin. Meski memang, sekarang jadi tak mau sering-sering makan ikan asin karena anjuran kesehatan untuk mengurangi makanan dengan kandungan garam tinggi. Selain itu, makan ikan asin juga sering dibayangi cerita miring seputar prosesnya. Yang jauuuuuuh (u-nya banyak) dari higienis-lah, yang mungkin mengandung formalin-lah, yang ini-lah, yang itu-lah.
Apa teman-teman juga pernah (atau bahkan sering) mendengar hal serupa?
Ndilalah, kok ya aku nggak ketemu jualan ikan asin yang tampak bersih. Di kios di pasar-pasar (tradisional), ikan asin dijual curah. Ikan-ikannya sering dikerubungi lalat, bahkan tak jarang ada ikan yang tampak berulat. Aku bukan orang yang terlalu higienis (dalam artian sampai obsesif sama kebersihan). Tapi kalau lihat yang seperti itu tetap saja hilang selera.
Oh ya, pernah sih lihat ikan asin kemasan di swalayan. Jelas bersih tapi cuma satu macem, jadi nggak bisa milih jenisnya. Ikan asin yang tipis-tipis itu lho. Aku coba beli, eh ternyata kurang suka.
***
Btw, di tulisan ini aku pernah cerita, kalau aku menjalani masa putih abu-abu di SMK (dulu namanya STM). Tak seperti stereotype tentang STM, sekolahku dulu enggak full maskulin. Di jurusanku, yaitu Teknologi Hasil Pertanian, banyak juga murid perempuan.
Ikan laut yang lekat dengan memori masa kecilku adalah ikan pindang. Entah jenis ikan apa saja, pokoknya sudah dalam bentuk pindang. Metode pengawetan yang sudah tua tapi tetap bertahan sampai sekarang. Biasanya, ikan pindang dijual di pasar dalam wadah keranjang bambu cukup besar. Ikan yang ukurannya besar, seperti tongkol, langsung ditata di wadah bambu. Sementara, ikan-ikan berukuran kecil dikemas dalam kotak-kotak bambu berukuran kecil. Sampai sekarang, aku masih familiar dengan istilah “ikan keranjang”.
Selain ikan pindang, masa kecilku akrab dengan ikan laut dalam versi ikan asin. Kadar air yang jauh lebih rendah membuat ikan asin lebih awet dibandingkan ikan pindang. Selain itu, harga ika asin juga lebih mengawetkan isi dompet (orangtua) dibandingkan ikan pindang.
Lidah jelataku jadi bersahabat dengan ikan asin. Nasi hangat, sambal bawang, sayur rebus, dan ikan asin adalah kuartet yang nikmat di mulut sekaligus perut. Oh ya, kalau nasi beras diganti nasi jagung, nikmatnya tak kalah agung (wkwkwk, ngejar rima banget siiih).
Waktu berjalan, orang berpindah. Tak lagi tinggal di kampung di gunung, ikan segar bukan lagi belanjaan yang susah kudapat. Di Medan cukup mudah, di Makassar apa lagi. Kota Makassar cukup terkenal dengan sajian sea food-nya. Lapak ikan segar ada di mana-mana. Bahkan, di kompleks tempat tinggal pun, ada beberapa penjual ikan segar yang tiap pagi berkeliling.
Tapi lidahku tetap menyimpan selera terhadap kenikmatan ikan asin. Meski memang, sekarang jadi tak mau sering-sering makan ikan asin karena anjuran kesehatan untuk mengurangi makanan dengan kandungan garam tinggi. Selain itu, makan ikan asin juga sering dibayangi cerita miring seputar prosesnya. Yang jauuuuuuh (u-nya banyak) dari higienis-lah, yang mungkin mengandung formalin-lah, yang ini-lah, yang itu-lah.
Apa teman-teman juga pernah (atau bahkan sering) mendengar hal serupa?
Ndilalah, kok ya aku nggak ketemu jualan ikan asin yang tampak bersih. Di kios di pasar-pasar (tradisional), ikan asin dijual curah. Ikan-ikannya sering dikerubungi lalat, bahkan tak jarang ada ikan yang tampak berulat. Aku bukan orang yang terlalu higienis (dalam artian sampai obsesif sama kebersihan). Tapi kalau lihat yang seperti itu tetap saja hilang selera.
Oh ya, pernah sih lihat ikan asin kemasan di swalayan. Jelas bersih tapi cuma satu macem, jadi nggak bisa milih jenisnya. Ikan asin yang tipis-tipis itu lho. Aku coba beli, eh ternyata kurang suka.
***
Btw, di tulisan ini aku pernah cerita, kalau aku menjalani masa putih abu-abu di SMK (dulu namanya STM). Tak seperti stereotype tentang STM, sekolahku dulu enggak full maskulin. Di jurusanku, yaitu Teknologi Hasil Pertanian, banyak juga murid perempuan.
Namanya sekolah kejuruan, jelas banyak praktiknya dong. Pas kelas satu, ada praktikum bikin ikan asin. Aku inget banget, pas hari pengamatan hasil praktikum, masing-masing murid disuruh bawa nasi. Aku lupa, sekalian suruh bawa sayur sama sambal atau tidak.
Yang pasti, setelah selesai pengamatan dan pencatatan data, ikan asinnya digoreng terus kami makan bareng-bareng satu kelas. Kalau orang Sunda bilangnya botram kali ya....Hhhm, seruuu deh.
Sayangnya, ingatanku sebatas makan rame-ramenya😂. Proses bikin ikan asinnya lupa blassss. Jadi, pas beberapa waktu lalu terpikir mau coba bikin ikan asin sendiri, aku mesti browsing. Hampir semua resep yang aku baca mencantumkan langkah penjemuran langsung dengan sinar matahari. Umumnya, kita tahu pembuatan ikan asin juga dengan cara dijemur kan?
Masalahnya, di tempat tinggalku saat ini banyak kucing. Kalau jemur ikan di luar, yakin deh wassalam. Jadi, resep ikan asin dengan jemur langsung impossible untuk aku coba. Tapi kemudian, aku ketemu resep ikan asin tanpa jemur di kukped (cookpad). Resepnya bener-bener simpel..
Wahhhhh....bener-bener seperti nemu harta karun (hihi lebay). Namun, meski sudah ketemu resep itu sejak tahun lalu, tapi aku baru bergerak mencobanya di bulan Februari ini. Ya gitu deeeh, sering ada gap lebar antara keinginan dengan pelaksanaan.😁
Resepnya aku ambil dari @liljazkitchen di sini. Tapi, di sini aku tulis berdasarkan pengalaman mencoba bikin sendiri :
Bahan :
Alat :
Wadah untuk menyimpan ikan (aku pakai wadah tupperware dengan colander/saringan). Bentuknya seperti yang di bawah ini. Aku pilih wadah ini karena tetesan air ikan akan langsung tertampung di wadah bagian bawah. Tapi bebas kok, wadah yang tidak seperti ini juga bisa.
Langkah :
Yang pasti, setelah selesai pengamatan dan pencatatan data, ikan asinnya digoreng terus kami makan bareng-bareng satu kelas. Kalau orang Sunda bilangnya botram kali ya....Hhhm, seruuu deh.
Sayangnya, ingatanku sebatas makan rame-ramenya😂. Proses bikin ikan asinnya lupa blassss. Jadi, pas beberapa waktu lalu terpikir mau coba bikin ikan asin sendiri, aku mesti browsing. Hampir semua resep yang aku baca mencantumkan langkah penjemuran langsung dengan sinar matahari. Umumnya, kita tahu pembuatan ikan asin juga dengan cara dijemur kan?
Masalahnya, di tempat tinggalku saat ini banyak kucing. Kalau jemur ikan di luar, yakin deh wassalam. Jadi, resep ikan asin dengan jemur langsung impossible untuk aku coba. Tapi kemudian, aku ketemu resep ikan asin tanpa jemur di kukped (cookpad). Resepnya bener-bener simpel..
Wahhhhh....bener-bener seperti nemu harta karun (hihi lebay). Namun, meski sudah ketemu resep itu sejak tahun lalu, tapi aku baru bergerak mencobanya di bulan Februari ini. Ya gitu deeeh, sering ada gap lebar antara keinginan dengan pelaksanaan.😁
Resepnya aku ambil dari @liljazkitchen di sini. Tapi, di sini aku tulis berdasarkan pengalaman mencoba bikin sendiri :
Bahan :
- ½ kg ikan ukuran kecil.
- Garam secukupnya (aku pakai garam halus karena tidak punya garam krosok)
Alat :
Wadah untuk menyimpan ikan (aku pakai wadah tupperware dengan colander/saringan). Bentuknya seperti yang di bawah ini. Aku pilih wadah ini karena tetesan air ikan akan langsung tertampung di wadah bagian bawah. Tapi bebas kok, wadah yang tidak seperti ini juga bisa.
Langkah :
- Bersihkan ikan, termasuk buang bagian dalam perutnya.
- Taburkan garam di wadah, susun ikan di atasnya, tabur kembali garam di atas ikan sampai merata. Lalu tutup wadahnya.
- Taruh ikan di dalam kulkas. Setiap hari, buang cairan yang keluar dari ikan.
Bisa dibilang, ini adalah proses marinasi berkelanjutan ya..Tapi ditambah proses osmosis dan suhu dingin membuat ikan lama-lama kering dalam kulkas. Jadi ingat kalau di dalam ruang ber-AC dan enggak minum, kulit kita lama-lama jadi kering.
Menurut resep, pada hari ke-30 ikan asin tanpa jemur bisa dipanen. Supaya kering optimal, bisa dipanggang di oven dengan suhu rendah.
Tapiiiii, di aku, baru sekitar dua minggu ikan sudah lenyap dari kulkas. Bukan lenyap digondol kocheng, tapi gara-gara ketika nggak selera sama lauk yang ada, aku coba menggoreng si ikan. Lah, kok sudah enak. Memang masih jauh dari kering, tapi sudah cukup kesat. Jadi teksturnya sudah tak lagi seperti ikan segar. Asinnya sudah meresap to the bone (pinjam judul lagu Pamungkas).
Awalnya hanya mencoba sedikit (dua ekor), selanjutnya juga digoreng sedikit demi sedikit. Terusss...dalam waktu beberapa hari, praktik bikin ikannya beresss sebelum waktunya. Bener-bener beressss dalam arti tak tersisa satu pun. Hihi, untung praktikum di rumah yaa...Coba kalau praktikum di sekolah, gimana tuh data hasil pengamatannya?? :D
Bisa dibilang, aku share pengalaman trial yang gagal tapi sudah cukup berhasil (eh piye to😂??). Waktu menulis ini, aku sedang mencoba bikin lagi dan baru sampai hari ketiga. Semoga kali ini sabar sampai benar-benar tuntas. (*)
Hemm, suka banget, ikan satu ini walaupun murah tapi tetep aja jadi favorit yang gak boleh ketinggalan setiap makan sambal. Bisa banget kalau buat sendiri.
BalasHapusAku tunjuk tangan suka makan pakai ikan asin, ditambah sambal enak banget apalagi kalau nasinya masih hangat. Cuma selama ini belum pernah bikin ikan asin sendiri, ternyata mudah juga ya.
BalasHapusGak apa-apa yg penting mencoba, semoga berhasil ya
Aku doyan ikan asin tapi jarang beli atau menggorengnya sendiri. Biasanya dikasih sama mamahku udah tinggal hap hahahaha :D IYa tuh ikan asin di pasar kadang kelihatan kurang bersih ya. Mantap nih mbak bisa bikin ikn=an asin sendiri, berbekal praktikum sekolah dulu ya, keren deh.
BalasHapusSaya pun penggemar ikan asin. Terutama ikan teri yang di goreng balado pakai petai. Terus satu lagi ikan sepat yang juga di goreng balado pakai cabai hijau. Wah kalau sudah makan itu lupa pokoknya, berat badan mah gimana entar saja.
BalasHapusDan selama ini belum pernah mencoba bikin ikan asin sendiri. Selalu beli yang sudah kinyis-kinyis dan siap diolah. Ternyata dengan memanfaatkan kulkas Kita juga bisa bikin sendiri ya. Keuntungan dari bikin ikan asin sendiri adalah kita tahu bahan-bahannya yang pasti lebih baik
Kali ini harus sabar ya bun..
BalasHapusBiar ada cerita pembuatan ikan asinnya yg suksesss������
Dua minggu udah enak ya berarti...pantesan lenyap tak bersisa di kulkas hahaha.
BalasHapusUpdate kalau bikinnya beneran 30 hari nanti ya, Mbak Lisdha
Aku anak gunung juga tahunya ikan asin deh..
Tapi pas KKN dulu dapat ikan dari desa yang dekat pantai, aku dan teman-teman bikin pindang bukan diasinkan..kelamaan memang keburu lapaar lihat ikan kwkw
Wah canggih ih
BalasHapusBisa buat ikan asin sendiri, Uda gitu tanpa harus dijemur pula
Buat ikan asin sendiri pasti lebih enak dan sehat ya mbak
Walaah maak ternyata penyuka ikan asinn to. Aku gak tahan sama asinnya kadang iseng2 coba dapat yang keras tapi asinn banget.
BalasHapusNgiler maak ikan asin yg ga tll asin campur dg nasi liwetan kek sunda gitu endesss yaaks
Aha ini makanan kesukaanku banget kakak.Ikan asin nikmatnya tiada tara.Dimakan dengan sambel,nasi hangat, lalapan =mantaps tak terhingga.Thanks nih sudah berbagi tips membuat ikan asin.Suatu hari aku akan coba ya.Lebih hemat dan higenist tentunya
BalasHapusAku ngga tahan asinnya hehe tapi memang mantap sih disantap dengan nasi panas, sambal dan lalapan, ternyata bisa bikin ikan asin tanpa dijemur ya
BalasHapusAkuuuu suka banget sama asiin, apalagi kalo dimakan sama nasi anget, sambal, tahu panas, ternikmaat .
BalasHapusMAkasih loh tipsnyaa, aku belom pernah nyobain juga, taunya udah jadiii aja tinggal goreng hiii.
Wah patut dicoba nih ikan asin tanpa jemur, karena saya juga suka makan ikan asin tapi mahal ya ikan ikan tertentu hehehe makasih resepnya mbak, emang makan ikan asin berbahaya, bisa bikin nambah terus hihi
BalasHapusikan asin meman salah satu penyebab makan lahap. hihi. aku juga sekarang menghindari makan ikan asin mbak soalnya berat badan naik banget jadi makan harus dijaga
BalasHapusikan asin meman salah satu penyebab makan lahap. hihi. aku juga sekarang menghindari makan ikan asin mbak soalnya berat badan naik banget jadi makan harus dijaga
BalasHapusWaaah kalau menu nasi hangat, sambal bawang, sayur rebus, dan ikan asin aku juga pasti kalap mbak. Menu sederhana yang menurutku mnikmatnya luar biasa bgt. Aku pas kecil tinggal di pesisir sih. ibu sering masak ikan segar juga, tapi entah knapa tetap aja aku sedoyan itu ama ikan asin.. apalagi kalau menunya kayak yang tadi tuh
BalasHapusYa Allah..
BalasHapusBeneran bahaya, kak Lis.
Aku juga seneng banget sama ikan asin. Kesannya sederhana, tapi nasi satu piring takkan pernah cukup.
Mantul!
hihi.. semoga kali ini bisa sabar nunggu sampai 30 hari ya mbak.
BalasHapusAku juga suka ikan pindang dibanding ikan asin yang kering. Jaman kecil dulu, kalau makan pindang yang asin malah nggak mau. Kalau ibu nggoreng pindang (kami nyebutnya gereh krenjang), selalu saya tanya dulu belinya di mana. Soalnya sudah hapal kalau di warung A pasti asin banget, kalau beli di warung B pasti nggak asin
Hahaha sama kyk aku kalau makan ikan asin ya sambal tu wajib banget ada gak boleh skip :P
BalasHapusWah baru tahu bisa mengasinkan ikan tanpa dijemur. Kyknya aku butuh juga nih nyatet langkah2nya soalnya di sekitar rumahku jg banyak kucing mengintai kalau jemur2 ikan. Ikan asin bikinan sendiri pastinya lbh manteb dan resik ya mbak :D
tanpa dijemur pun sudah enak dan langsung habis ya mba hehehe. Aku jadi kangeeen nih makan ikan asin, paling pas kalau dengan nasi hangat dan sambal yaa
BalasHapusSaya suka banget dengan ikan asin. Wah senangnya bisa bikin ikan asin sendiri dan mudah pula tanpa dijemur. Bisa kontrol tingkat asin yang diinginkan juga ya. Makasih tipsnya,Mbak.Semoga bisa sempat ikutan mencoba
BalasHapushahaha jadi sebenarnya ini percobaan yang berhasil atau bagaimana karena belum sampai 30 hari sudah ludes?
BalasHapusikan asin di rumahku juga jadi rebutan. Suka beli yang di pasar itu mbak, kecil-kecil banyak macamnya. Tapi termasuk harganya tinggi, sih.
nah dulu aku tahunya ikan pindang. bahkan ku pikir pindang adalah nama ikan padahal itu prosesnya yaa di-pindang.
Apa-apa itu? Bikin ikan asin belum saat panen kok habis duluan, hahaha
BalasHapusAku termasuk yang suka juga sama ikan asin. Pas musim hujan kaya gini, digoreng plus nasi panas tuh udah sedappp
Kapan nyoba bikin deh ikan asin tanpa jemur ini
Wah baru tahu aku metode begini. Tapi memang iya sih, aku sendiri sering nyimpen ikan yang udah dibumbui. Eh lama-lama kering. Bisa juga ya bikin ikan asin kayak gini. Lebih sehat pula kalo bikin sendiri. Gak pake formalin dan ikan yang digunakan adalah ikan segar yang kita pilih.
BalasHapusaku suka makan ikan asin mak, atau ikan asin tawar, tapi ikannya harus milih gak bisa semua ikan, hehehe.
BalasHapusOh ternyata malah dimasukin kulkas yaa metode yang ini, kebalikannya sama dijemur, hehe. Baru tau aku, Mbak.
BalasHapusBtw kocak pengalamannya pas SMK, yang diinget makan rame-ramenya tapi ilmunya lupa... hihihi.
Wah bisa dicoba nih di rumah. Kayaknya lebih higenis ya ini. Karena ga harus dijemur di luar gitu kan ya
BalasHapusIkan asin emang emank Mbak, apalagi makannya nasi jagung, duh enak banget.
BalasHapusBaru tahu nih bikin ikan asin tanpa dijemur, jadi kapan2 bisa praktek. Bikinnya enggak ribet juga yak..
🤣🤣🤣🤣 gimana toh mba, blm waktunya udah dimakan hahahaha.
BalasHapusEh tapi Yaa mungkin aku juga lebih suka yg setengah kesat gitu. Asinnya udah masuk tapi blm terlalu asin. Soalnya aku juga suka ikan asin, tapi ga doyan yg terlalu asin mba. Sama kayak telur asin. Sukanya yg asin biasa aja, kalo kelewat, ga ketelan. Yg penting kuningnya Masir.