Apa bedanya soto dengan coto?
Tebak-tebakan ini masih sering kami lontarkan tiap beli coto Makassar. Meski sudah tahu jawabannya, tetap aja asik buat diulang-ulang. Tujuannya memang untuk lucu-lucuan. Buat teman DW yang sudah tahu jawabannya, jangan bilang-bilang yaak… Biar aku aja yang bocorkan jawabannya.
Jadi, beda soto dengan coto adalah : kalau soto pakai daging sapi, sedangkan coto pakai daging capi! Hihihi…No debate yaaa… Joke mah bebas (tapi sebaiknya sih tetap tahu sikon yak ).
Kalau ada kuis dengan pertanyaan : sebutkan kuliner khas Makassar! Sepertinya coto akan jadi jawaban terbanyak. Bahkan, orang yang belum pernah mencicip coto pun mungkin bisa menjawab dengan tepat.
Baca : Hal-hal Unik tentang Medan
Namun, pengalaman pertamaku mencicip coto justru bukan di Makassar, melainkan di Medan. Lupa sih tepatnya tahun berapa, pastinya sekitar tahun 2010-an. Kalau tidak salah tempat makan coto-nya berada di Ring Road. Waktu itu, pagi-pagi aku dan BJ memilih coto sebagai sarapan (kayaknya waktu itu cuma berdua, kalaupun sama anak, Ale masih bayi jadi nggak ikut makan cotonya).
Kesan pertama makan coto? Seingatku kurang nendang. Tidak buruk sih, tapi tidak membuatku kepengin kembali makan di situ lain kali. Jadi, ketika beberapa tahun kemudian pindah ke Makassar, aku nggak punya ekspektasi khusus sama coto Makassar.
Baca : Pindah ke Makassar
Hari itu, setelah mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, BJ mengajak aku-Ale-Elo makan coto. Hari pertama tinggal di Gowa yang mepet Makassar, mesti makan hidangan khas-nya dong. Ecek-eceknya welcoming dinner, gitu๐. Kami makan di Coto Paraikatte. Di Makassar, ada tiga rumah makan Coto Paraikatte, yakni di Jalan AP Pettarani, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Hertasning. Kami makan di salah satunya, yang deket banget sama tempat tinggal.
FYI, dalam bahasa lokal, paraikatte berarti “para kita” atau sama-sama kita. Kurang lebih, maknanya bisa dijabarkan sebagai ikatan yang didasari oleh persamaan asal, daerah, dan keluarga. Tahu artinya berkat google dong. Kalau ada tempat dengan nama lokal, aku memang suka penasaran sama artinya.
Baca : Primodialisme Tahu Tempe
Kesan kedua makan coto? Waaaah..ternyata jauh beda dengan kesan saat makan coto di Medan. Walau sudah pernah makan coto, tapi kan sudah lamaaa. Sudah lupa detail rasanya. Jadi anggap aja saat itu coto sebagai makanan baru. Nah, tiap mencicip makanan baru kan ada kemungkinan nggak doyan. Atau doyan tapi dengan catatan. Atau…langsung doyan. Seperti dulu waktu aku coba daun ubi tumbuk khas Sumatra Utara yang pakai bumbu bunga kecombrang. Pertamanya, aku merasa aneh dengan rasanya. Butuh waktu untuk bisa menerima dan lama-lama malah jadi suka. Beneran wait ing trees no jala run se cow kulieno.
Nah, pengalaman makan coto pertama kali di Makassar, aku langsung suka. Nggak cuma aku, Ale juga langsung demen. Sedangkan Elo nggak seheboh Ale, tapi dia tetap doyan (dengan catatan daun bawang dan bawang gorengnya dipinggirkan). Fixed, bakalan sering makan coto nih.
Buat teman_DW yang belum pernah mencicip coto Makassar, selain sudah lihat gambar di atas, aku tambahkan deskripsi dengan kata-kata yak…Coto Makassar bisa digolongkan sebagai sup daging, yakni masakan berkuah (umumnya dari daging sapi) dengan racikan bumbu yang khas. Seandainya ditutup mata, saat ini sepertinya aku bisa menebak hidangan coto hanya dari aromanya. Khas banget pokokmen.
Coto menggunakan berbagai bagian daging sapi, termasuk pipi dan jeroan. Tapi, saat membeli coto, kita bisa rikues, mau daging saja atau campur dengan jeroan. Kalau favoritku sih, coto daging plus pipi. Ada rumah makan yang menyajikan coto bercampur dengan irisan daun bawang dan bawang goreng. Ada juga yang menyajikan daun bawang dan bawang goreng secara terpisah. Jodohnya coto adalah ketupat atau burasa (semacam lontong tapi berbentuk pipih, rasanya agak asin dan gurih karena dimasak dengan santan). Pelengkap sajian lainnya adalah sambal, jeruk nipis, dan kecap.
Konon,coto yang lengkap bisa menggunakan 40 macam bumbu (rampa patang pulo), antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar merah, ketumbar putih, cengkeh, pala, kacang, lengkuas, dan daun jeruk. Wedewww kalau ditulis semua jadi alinea khusus ya kan…
Jika ditelusuri sejarahnya, tak ada catatan khusus tentang coto Makassar. Konon cerita, coto sudah ada sejak zaman Kerajaan Gowa, yakni di abad 15. Dalam arsip pemerintah Kota Makassar disebutkan, coto mendapat pengaruh dari kuliner China. Di era itu, hubungan perdagangan antara Makassar dengan China memang sudah terjalin.
Baca : Mengunjungi Makam Raja-Raja Tallo
Sejak pengalaman pertama itu, kami jadi biasa makan coto. Termasuk menjelajah berbagai rumah makan coto di Makassar. Selain coto Paraikatte, ada banyak tempat makan coto yang populer di Makassar, antara lain :
- Coto Nusantara di Jalan Nusantara dan Jalan Merpati
- Coto Gagak di Jalan Gagak
- Coto Daeng Begadang di Jalan Sultan Alaudin
- Coto Ranggong di Jalan Ranggong
- Coto Dewi di Jalan Sunu
- Coto Daeng Aso di Jalan Hertasning
- Coto Daeng Sirua di Jalan Abdullah Daeng Sirua
Tiap rumah makan punya ke-khasan dan penggemar sendiri-sendiri, pastinya. Nah, kalau Teman_DW main ke Makassar dan mau mencicipi coto, bisa pilih rekomendasi di atas atau bisa juga coba rumah makan lainnya. Warung coto di sini layaknya warung soto di Jawa atau warung pempek di Palembang atau warung rawon di Surabaya atau…lanjut sendiri deh hehehe. Intinya, ada di mana-mana…
Tantangan Masak Coto
Nah, sekarang lidah Ale, si anak pertama sudah sohiban banget nih sama coto. Sampai suatu hari, dia pernah bilang begini : “kalau nanti pindah dari Makassar, jadi jarang ketemu coto deh.” Jiaaa… pindah entah kapan, tapi dia sudah mikir kayak gitu. Tapi memang, pindah-pindah beberapa daerah membuat lidah Ale jadi lumayan adaptif dengan berbagai masakan. Dia sudah berpikir bakalan rindu coto, soalnya di sini dia sering kangen mie pangsit Siantar yang untungnya bisa terobati di Solaria.๐
Baca : Perlengkapan Keluarga Pindah-Pindah
Jadi, si Ale menantang aku : “pokoknya sebelum pindah dari Makassar, Bunda harus sudah bisa masak coto!”
Wedeeeew… tantangan yang tidak bisa kukabulkan dengan gampang. Bumbunya 40 macem lhooo. Apa kabar diriku yang cuma jago masak pakai gulgar, bawang, ketumbar, dan merica? Paling-paling tambah rempah kunyit, jahe, lengkuas, dan daun salam…Mana diriku juga bukan orang yang bener-bener hobi memasak.
Baca : Membuat Bolu Presto
Tapi demi memenuhi harapan si bocah, aku mencoba masak coto. Pengalaman pertama adalah saat Idul Adha tahun lalu. Kebetulan dapat bagian daging dari ibu pemilik rumah. Baca-baca resep di internet, nggak harus 40 macam jenis bumbu kok. Apalagi, di grup WA ibu-ibu kompleks, ada yang jualan bumbu coto siap masak. Hhmm, pakai itu aja deh..tinggal siapkan kacang, air cucian beras, dan bahan pelengkap.
Tiba saat eksekusi tantangan : ya ampuuuun, hasilnya bukan coto Makassar melainkan coto ambyar๐๐. Beneran gak jelas rasanya. Sedemikian ambyarnya, aku sampai lupa motret. Lawak kali lah pengalaman pertama masak coto. Saking ga tentu arah rasanya, sampai kutambah-tambah bumbu entah apa biar rasanya agak jelas sikit hihihi.
Butuh waktu hingga beberapa bulan kemudian untuk melakukan percobaan kedua. Kali ini bukan coto capi, melainkan coto ayam. Bumbunya juga tidak beli instan, tapi bikin sendiri. Hasilnya….. tidak wow sih. Tapi lumayan, nggak ambyar-ambyar banget. Kalau misal goalnya ke utara, mungkin ini mengarah ke barat laut atau timur laut. Nyasarnya tak terlalu parah-lah hehehe.
Tapi demi memenuhi harapan si bocah, aku mencoba masak coto. Pengalaman pertama adalah saat Idul Adha tahun lalu. Kebetulan dapat bagian daging dari ibu pemilik rumah. Baca-baca resep di internet, nggak harus 40 macam jenis bumbu kok. Apalagi, di grup WA ibu-ibu kompleks, ada yang jualan bumbu coto siap masak. Hhmm, pakai itu aja deh..tinggal siapkan kacang, air cucian beras, dan bahan pelengkap.
Tiba saat eksekusi tantangan : ya ampuuuun, hasilnya bukan coto Makassar melainkan coto ambyar๐๐. Beneran gak jelas rasanya. Sedemikian ambyarnya, aku sampai lupa motret. Lawak kali lah pengalaman pertama masak coto. Saking ga tentu arah rasanya, sampai kutambah-tambah bumbu entah apa biar rasanya agak jelas sikit hihihi.
Butuh waktu hingga beberapa bulan kemudian untuk melakukan percobaan kedua. Kali ini bukan coto capi, melainkan coto ayam. Bumbunya juga tidak beli instan, tapi bikin sendiri. Hasilnya….. tidak wow sih. Tapi lumayan, nggak ambyar-ambyar banget. Kalau misal goalnya ke utara, mungkin ini mengarah ke barat laut atau timur laut. Nyasarnya tak terlalu parah-lah hehehe.
Pengalaman kedua membuatku rada optimis, kalau aku nggak gagal-gagal amat masak coto. Yah, setidaknya kelak bisa buat tamba (obat) kalau sudah di luar Makassar dan Ale kangen coto.
Masalahnya, sejak percobaan kedua itu, aku belum pernah mencoba masak coto lagi. Gimana mau bener masaknya kalau cuma dua kali mencoba? Kayaknya menulis ini malah jadi reminder buat coba lagi ๐๐. (DW)
------------------------------------------------------
Terima kasih telah berkunjung๐๐๐
------------------------------------------------------
Terima kasih telah berkunjung๐๐๐
-------‐----------------------------------------------
Referensi :
https://sulselprov.go.id/welcome/post/kuliner-sulawesi-selatan-coto-makassar-dan-pallubasa-seruo9pa-tapi-
..k-samaklmi89o7
Aku penggemar soto tp kalau coto makasar suka tp gak suka banget gitu. Aku nyoba waktu aku ke makasar dulu . Yg paling nilainya minim itu soto pekalongan , rasa tauconya bikin gak enak tp entah kalaua makan soto pekalongan di kotanya bisa lain kali ya
BalasHapusSaya malah belum pernah coba soto pekalongan bund. Soale cuma lewat2 aja kalo pekalongan hehe. Yg jelas saya kangen empal gentong di kota Bunda Tira :D
HapusAhahaha, anaknya sampai ngomong mamanya hrs bisa masak coto sblm pindah dr Makassar. Pasti makanan ini akan jd memorable bgt deh, kemana2 bs2 akan blg: the best coto Makassar ya cuma di Makassar sm bikinan mamakuh
BalasHapusAnak sulungku mmg suka gitu sama makanan mba hehehe. Koment2nya sok ala-ala chef
HapusSaya belum pernah ni mencicip Coto Makassar. Sungguh makin tergiur setelah lihat fotonya dan baca ulasannya sampai detail disini. Semoga kesampaian merasakan enaknya olahan daging sapi ini. Aamiin...
BalasHapusAmin teh Okti..bisa coba kalo ada kesempatan. Suka atau tidak mmh tergantung selera sih ya..hehehe
HapusCoto banyak bener ya rempahnya. Aku blm pernah masak ituuh. Kadang anak2kuu suka nggak doyan klo banyak rempahnya. Apa karena belum terbiasa ya. Padahal aromanya harum..
BalasHapusWah lengkaap list cotonya ๐ duh kapan ya bisa makan coto lanhsung di Makasar. Semoga suatu hari hehe.. amiim
Aku aslinya jg ga terbiasa dg masakan banyak rempah. Gara2 lama di Sumatera, lidahku jd adaptif sama aneka rempah :D
HapusYa ampun, udah baca serius2, eh ujung2nya pake daging capiii, wkwkwkw. Aku pernah makan di Bandung, ada restoran khas Makasar tapi rumahan gtu. Aku beli coto Makasar sm es pisang ijonya, menurutku enak banget, tapi ada juga sih keluarga yg kurang suka, tapi menurutku juara sih soto atau coto-nya Indonesia.
BalasHapusSelera memang unik ya kan mba...sengaja dibikin beda2 kali ya sama Tuhan. Jadinya tercipta banyak ragam makanan :D
HapusYa ampuuuuuun makanan kesukaaankuuuuuu ๐๐๐๐❤️. Aku pertama kali coba Coto pas idul fitri btah THN berapa, kebetulan sepupu ada yg suaminya orang Makasar. Dan sebenernya mama ku juga pernah tinggal di Makasar lama zaman sekolah mba. Jadi pernah Diksh taulah ttg makanan ini.
BalasHapusPas ke rumah sepupu yg suaminya orang sana, dia masaknya Coto, bukan lontong. Pake buras trus sambelnya pedeeees byabgeeeet, tapi enaaaak. Sejak itu aku sukaaaa ๐.
Tapi beruntung ya di kelapa gading ada bbrp resto Makasar yg terkenal, dan enak, ada Marannu, ada Karebosi. Jadi kalo kangen aku ga susah2 amat ngidamnya ๐คฃ.
Sempet sih mau belajar bikin, tapi kok ya mikir, mubazir amat kalo gagal wkwkwkwkwk. Jadi ya sudahlaah, beli ajaaa ๐คฃ
Pas ke Makasar aku cobain coto yg gagak mba. ENAAAK juga. Ntr kalo ke Makasar lagi mau coba yg lainnya
Kalo di Jkt sepertinya semua masakan nusantara ada ya mbak..Kalo di ibukota provinsi bisa jadi ada meski rasanya belum tentu pas. Nah kalo pindah ke kota kecil nih, belum tentu ada. Makanua jadi pengin bisa masaknya. Kabar2 kalo ke Makassar yo mbak..
HapusSampai detik ini aku blm pernah coba si.coto ini mb
BalasHapusDi Sby banyak sih warung yg jual.
Tapi ngga tau kok daku blm dpt hidayah buat coba.
Aku kuangen rawon lho mbaa...Tp ndek kene belum nemu yg nendang. Mencoba makanan "asing" mmg butuh hidayah sih..soale ada kemungkinan bener2 ga masuk di lidah hehehe
HapusAku belum pernah makan Coto Makassar. Kayanya kalau mau, kudu datang ke tempat langsung biar tahu betulan bagaimana rasanya. Soalnya pernah nemu makanan dari daerah lain yang dijual di daerah sendiri, ambyar tidak jelas. Bikin kapok deh
BalasHapusSebagai orang rantau yang besar di Tarakan - Nunukan Kaltim, aku malah akraaaab banget dengan Coto Makassar. Yang paling top ada Coto Bang Abu, Coto Makassar 29 Daeng Kulle, dan tentu saja favoritku sop konro haji Ali di jalan Yos Sudarso.
BalasHapusjujurly masaknya susyaaah ya beib, ga mau ah kalo disuruh masak, aku pesen aja biar dianterinnya frozen hahaha
Makanan daerah kalau di makan di daerahnya langsung seperti Coto Makasar rasanya pasti beda. Apa lagi yang olah asli orang Makasar, pas banget bumbunya. Aku pernah makan coto ini di Jakarta. Tapi memang enak pas di lidah, karena yang masak orang Makasar asli
BalasHapusAku belum pernah eh makan Coto Makassar. Dulu pernah ke makassar tapi malah nggak nyobain Coto-nya. Nyesal banget deh rasanya.
BalasHapusAku suka sih sama coto makassar. bumbunya tuh mantab, rasanya juga enak. sayang aku belum nemu yang enak di kotaku, huhuhu
BalasHapusaku suka bangeeet mbaaa.. terakhir ke Makassar, sehari 2 kali makan cotto hahaha..di tempat yang berbeda - beda juga. asliii yummu
BalasHapusCoto Makassar ini kuliner wajib dicicipi. Tapi ya, aku belum nemuin tempat di mana yang jual. Mungkin karena aku tinggal di Jateng kali ya. Coba melipir ke Sulawesi atau ke daerah barat, bisa jadi ada yang jual.
BalasHapusMau praktek bikin sendiri, kok ya kayaknya robet aku bukan chef. Wkwkwwk
udah luamma banget nih gak ke Makassar dan menikmati coto makassar... meski sama2 cotto makasar di tiap rumah makan selalu ada kekhasan sendiri2 sih yaa
BalasHapusKebetulan hujan nih moms, enak banget kayaknya makan coto makasar, apalagi kuahnya harum dan khas. Coto pakai daging pipi, aku belum bisa membedakan seperti apa bentuk dan rasa daging pipi sama daging bagian lain
BalasHapuswah bumbu lengkapnya sampai 40 macam rempah ya mba, saya baru nyoba satu kali makan coto maksar itupun bukan di makasar, di sini banyaknya soto pekalongan sama soto bogor mba
BalasHapusDi Surabaya banyak yang jual soto
BalasHapusMulai soto ayam, soto daging, sampai soto ceker
Coto Makassar aku juga sudah pernah nyoba
Soto Kudus juga
Memang kaya ya kuliner Nusa
Intinya jangan menyerah ya maak, gagal coba lagi jadi inget jargon "Habiskan Jatah Gagal kita๐คญ"
BalasHapusNext dicoba lagi masaknya kak... Yang pasti Aku pernah makan coto makasaar itu enak pas banget dengan lidah Sunday Aku... Banyak kandungan rempahnya memang.
BalasHapusSuamiku pernah dinas di Makasar langsung "bagus" pertumbuhan badannya krn keseringan makan coto haha :P
BalasHapusEh tapi akunya belum pernah malah makan coto :P
Jd pengen ah ntr kalau liburan nyari menu ini.
Kalau bikin pun aku belum bisa :P
Wah ibu2 yang jualan bumbu coto jadi itu sangat2 memudahkan sekali yaaa :D
Aku sesungguhnya lupa, sudah pernah makan Coto Makassar belum yaa..?
BalasHapusKarena seringnya makan Soto Betawi yang gurih.. dan akhirnya lebih sering masak makanan yang gurih-gurih.
Salut banget dengan kuliner Indonesia yang meski judulnya sama-sama Soto atau Coto, namun bumbunya bisa berbeda-beda sehingga membuat penikmat kuliner merasakan ke-khas-annya.
Saya belum pernah makan Coto Makassar Mba. Ini kaya lontong kari sapi kah? Rasanya khas banget pasti ya, kebayang harumnya aroma rempah Coto. Apalagi katanya Coto Makassar asli bikinnya pakai 40 macam rempah. Jadi penasaran pengen nyobain rasa Coto Makasar
BalasHapusAku belum pernah makan Coto nih. Kalo soto sih sering. Kuahnya bersantan ya itu. Jadi penasaran apa bedanya sama soto.
BalasHapusHahaaa... ayo semangat memasaknya mbaaa... Kalau aku sih udah lah nyerah aja. Semoga habis ini pindah ke Jawa mba, banyak kok resto yang jualan Coto Makassar. Di Semarang sini ada loh, enak pulak Coto-nya. Makan Coto trus hidangan penutupnya es pisang ijo, uwwhh... mantap kenyang banget.
BalasHapusdi Jogja ada warung langganan favoritku yang khusus menjual coto makasar ini mb. Dan seringnya penuh warungnya. Padahal pengen juga nyoba bikin sendiri di rumah tapi belum dicoba
BalasHapus