Turut Berduka Cita untuk Insiden Malang


Minggu (2/10) pagi. Aku baru bangun tidur ketika BJ bilang, ada kerusuhan paska laga sepakbola Arema vs Persebaya di Malang. Lebih dari 100 (supporter) meninggal! Meski bukan penggemar sepakbola, aku cepat-cepat membuka portal berita. 

Aku berharap, berita itu tak benar. Namun, harapanku pupus melihat berita teratas di layar gawai. Berita itu bukan hoax. Berita fakta meski jumlah pasti korban meninggal belum fixed (saat itu). Yang pasti lebih dari 100 (pagi itu tertulis 129) korban meninggal dan ratusan luka-luka.

Hatiku mencelos. Terlebih ketika lanjut membaca berita, bahwa banyak korban perempuan dan anak-anak 😭😭😭😭😭 Aku perlu mencerna beberapa saat untuk mengetahui jika ini bukan kematian akibat tawuran antar supporter bola (Aremania dengan Bonek). Namun, sebagian besar karena tumpukan massa akibat kepanikan paska tembakan gas air mata oleh aparat. 

Aku bukan orang Malang. Aku belum pernah tinggal di Malang. Aku baru sekali pergi ke Malang. Aku bukan penggemar ataupun pembenci Arema (aku bahkan bukan orang yang suka nonton pertandingan sepakbola). Namun, aku sungguh-sungguh turut menangis atas kejadian itu. Sambil mencuci piring, air mataku mengucur begitu saja membayangkan situasi di Malang.

Sebagai ibu-ibu, aku membayangkan para orangtua yang hari itu hancur hati karena anaknya pulang tinggal nama. Juga kepedihan anak-anak yang mungkin kehilangan orangtuanya. Duka orang-orang yang kehilangan kawan juga tak boleh dilupakan. Kehancuran hati yang rasanya butuh waktu lama untuk sembuh. Atau bahkan tak akan pernah sembuh sepenuhnya, pilihan mereka hanyalah berdamai dengan bekas luka yang dalam itu.

***

Ada satu masa, ketika aku sering berada di stadion bola atas nama pekerjaan. Jadi aku bisa membayangkan keriuhan suasananya (yang jauh berlipat dalam segalanya dibandingkan tangkapan kamera televisi). Aku bisa mengerti kalau banyak orang bela-belain datang ke stadion karena vibesnya jauh berbeda dari sekadar nonton di layar. 

Yang tak bisa kupahami adalah  keruwetan masalah sepakbola di negeri ini. Kalau tidak terlalu ruwet, mungkin tim nasional kita sudah bisa berlaga di Piala Dunia (kalau ini terjadi, sepertinya aku akan nonton PD). Kalau tidak sangat ruwet, mungkin tak akan ada berita supporter meninggal setiap beberapa waktu berselang. Kalau tidak terlalu ruwet, mungkin....

Ah...sudahlah.

Sebagai orang yang berada di luar lingkaran sepakbola, opiniku pasti sangat dangkal. Aku cuma bisa berharap investigasi berlangsung sungguh-sungguh dan transparan. Aku juga berharap, kejadian ini benar-benar bisa menjadi titik balik bagi sepakbola Indonesia. 

Dan harapan terbesarku adalah penghiburan, kekuatan, dan pemulihan bagi keluarga yang ditinggalkan. Keluarga-keluarga yang tidak aku kenal yang harus bergulat dengan kehilangan, entah sampai kapan. Kiranya air mata dan duka mereka tidak tertumpah sia-sia.(DW)








Posting Komentar untuk "Turut Berduka Cita untuk Insiden Malang"