Pada satu hari di minggu pertama Desember ini, BJ dan aku berulang tahun pernikahan ke-16. Nggak ada perayaan khusus sih. Yang penting, kami sama-sama ingat dan saling mengucapkan selamat. Puji Tuhan, sudah 16 tahun saja kami bersama memanjat tangga rumah.
Hmmh, tangga rumah… rumah tangga doong.
Sengaja salah sebut 'tangga rumah' karena beberapa hari lalu di kepalaku terbersit lagi pertanyaan tentang asal-mula istilah rumah tangga. Sebelumnya sudah beberapa kali bertanya-tanya, tapi tidak berniat cari jawaban gitu lho..
Kali ini, aku niatkan buka google. Dari sekian rekomendasi artikel, aku mengklik sebuah tautan di Kompasiana berjudul “Etimologi Bahtera Rumah Tangga.” Dipaparkan di tulisan itu, ‘rumah’ berarti tempat tinggal dan ‘tangga’ berarti tumpuan atau pijakan untuk memanjat.
Jika ditelusuri dari bentuk bangunan, kata rumah tangga berasal dari konsep rumah panggung. Rumah tapak berlantai satu kan tidak perlu tangga yaa...Di beberapa daerah, rumah panggung masih lestari. Namun, secara umum, rumah tapak lebih mudah dijumpai.
Aku tidak tumbuh dengan budaya rumah panggung. Namun, masa kecilku yang tomboy akrab dengan aktivitas memanjat… Memanjat tangga, memanjat pohon, memanjat apapun yang biasa dipanjat anak-anak. Namanya memanjat tentu butuh usaha dan energi ekstra. Saat memanjat, kaki harus kuat menapak dan tangan harus kuat berpegangan. Jika kurang hati-hati atau tangga rapuh, risikonya jatuh terjerembab.
Aaaaaaaa ……Siapa pernah jatuh saat memanjat? Pasti sakit ya kaaan…
Jadi, segala puji syukur bagi Tuhan untuk 16 tahun kami bersama memanjat tangga rumah. Dari tim panjat hanya dua anggota, sekarang bertambah dua anggota lagi, yaitu anak-anak kami. Total jenderal, sekarang tim panjat tangga rumah kami terdiri dari empat orang anggota.
Usia 16 tahun pernikahan bisa dibilang sudah cukup panjang, sebaliknya bisa dirasa masih pendek, tergantung angka pembandingnya. Jika disandingkan dengan pengantin baru, 16 tahun pasti sudah terasa lama. Namun, jika disejajarkan dengan opa-oma yang sudah melewati kawin emas, 16 tahun belum ada apa-apanya.
Semakin bertambah angka ulang tahun pernikahan, bertambah juga rasa haru yang aku rasakan. Sebab, dulu aku termasuk perempuan yang sempat berpikir “ngapain menikah, kalau sendiri saja bisa bahagiah?” >> Haha, ngejar rima banget siiih.
Sepertinya, pemikiran semacam itu lazim pada perempuan di era emansipasi. Semakin ke sini, rasanya semakin menjadi. Punya karir yang bisa mendukung mandiri finansial, ngapain merepotkan diri dengan pernikahan?
Coba, dulu sudah ada media sosial dengan tren-tren yang viral, barangkali aku turut posting tren #marriageisscary. Yah, walaupun bagiku lebih tepatnya bukan #marriageisscary tapi #marriageisribet hehehe.
Bersyukurnya saat itu media sosial belum marak seperti sekarang, sehingga aku aman dari jejak digital. Yah, walaupun seandainya ada jejak digital, aku siap berkelit dengan jawaban : berubah itu niscaya, di dunia ini hanya satu yang tidak berubah, yakni perubahan itu sendiri 😂
Gray Divorce
Pasti bukan kebetulan ketika di seputar ulang tahun pernikahanku muncul video yang membahas tentang gray divorce di beranda Youtube-ku. Jujur, aku baru tahu istilah gray divorce. Padahal, sudah banyak kasus gray divorce yang ramai di media, salah satunya perceraian Bill Gates dan Melinda French yang sudah menikah selama 27 tahun. Sedangkan di dunia selebriti tanah air adalah perceraian Ari Lasso dan Vita Dessy setelah 25 tahun menikah.
Gray divorce? Apa pula perceraian kelabu? Istilah gray divorce mengacu pada perceraian pasangan yang sudah lama berumah tangga. Kalau sudah lama berumah tangga, katakanlah sudah sekitar usia kawin perak, biasanya rambut sudah beruban (kelabu) dong.
Dulu, aku pernah berpikir, kalau sudah sama-sama tua ngapain memutuskan bercerai? Usia sudah tua, bisa dibilang ‘tinggal tunggu waktu’. Di usia-rambut-uban, tinggal urus diri sendiri dan menikmati hari bersama anak-cucu. Lha kok malah repot cerai segala.
Namun, dengan pengalaman 16 tahun berumah tangga plus mengamati kehidupan rumah tangga orang lain, aku jadi ‘bisa memahami’ keputusan itu. Sebagai catatan, ‘bisa memahami’ bukan berarti pro tindakan tersebut. Apalagi aku tumbuh dalam ajaran kristiani yang melarang perceraian (meski pada praktiknya banyak juga pasangan kristen yang bercerai).
Banyak orang bilang, lima tahun pernikahan adalah masa krusial. Mungkin itu benar, karena banyak perceraian terjadi di usia pernikahan yang masih muda. Namun, menengok fenomena gray divorce, berapapun usia pernikahan tetaplah krusial. Dua puluh bahkan tiga puluh tahun usia pernikahan ternyata tidak menjamin selamat dari perceraian.
Seumur hidup dengan orang yang tidak tepat pasti sangat menyiksa. Jika memang masih ada kesempatan untuk menghabiskan umur tanpa siksaan, why not? Sepertinya, demikian alasan dasar pasangan yang menjalani gray divorce. Berikut beberapa penyebab gray divorce yang aku rangkum dari beberapa sumber :
Masa pengasuhan anak-anak sudah selesai. Kita lazim mendengar alasan “mempertahankan rumah tangga demi anak-anak.” Pasangan bertahan dalam konflik dengan alasan anak. Alhasil, setelah anak-anak dewasa dan mandiri, tak ada lagi alasan kuat untuk mempertahankan pernikahan.
Sindrom sarang kosong (empty nest). Berbeda dengan poin pertama, saat masih ada anak, pernikahan berlangsung seolah tanpa konflik berarti, Namun, tanpa disadari suami dan istri sama-sama terlalu fokus pada upaya membesarkan anak-anak sampai melupakan keintiman sebagai pasangan. Saat anak-anak sudah mandiri, mereka tak lagi punya keintiman, bahkan merasa asing sehingga memilih bercerai.
Masalah finansial. Uniknya, dalam kasus gray divorce, masalah finansial tidak selalu berarti kekurangan uang seperti pada keluarga-keluarga muda. Masalah keuangan pada ‘pasangan senior’ bisa disebabkan oleh konflik yang meruncing akibat ketidaksepakatan pengelolaan keuangan rumah tangga. Atau bisa jadi karena pihak yang sebelumnya tergantung secara ekonomi (umumnya istri) justru mencapai kemandirian finansial.
Konflik yang berkepanjangan. Sepanjang pernikahan yang cukup lama, sudah ada konflik yang disebabkan oleh berbagai hal krusial, seperti kecanduan, kekerasan, kebohongan, perselingkuhan dan lain sebagainya. Namun, keberanian untuk bercerai baru muncul pada usia yang sudah sangat matang.
Pergeseran nilai tentang pernikahan. Sebagian pasangan senior bertahan dalam pernikahan yang hambar dengan alasan norma agama dan atau sosial. Namun, pergeseran nilai dalam masyarakat membuat mereka tak ragu untuk bercerai.
Ada rasa sedih menulis tentang gray divorce pada ulang tahun pernikahan. Aduuuuh, jauh-jauh deh kejadian seperti itu pada kami dan pada siapapun yang membaca ini. Mari kita aminkan dengan sangat serius yaaaa….
Aku pribadi mengakui jika pernikahan bukan suatu hal yang mudah. Namun, hidup melajang juga tak berarti semuanya jadi gampang. Keduanya punya kemudahan dan kerumitan masing-masing.
Oh ya, pernikahan kami tak seindah dongeng. Dua orang yang sama-sama kepala batu, jadi tantangan yang sangat seru. BJ, bukan suami sempurna, sama seperti aku juga bukan istri yang sempurna. Namun, keadaan tidak sempurna ini justru membuatku bisa menyaksikan jika kasih Tuhan sangatlah nyata. Tanpa penyertaan-Nya, pernikahan kami entah seperti apa.
Dear suami : “Terima kasih untuk 16 tahun yang sudah lewat dan untuk tahun-tahun yang akan datang.” SHMILY.
Setuju. Sepanjang usia pernikahan itu tetap krusial. Setiap saat bisa dilewati dengan banyak tantangan, pembelajaran, dan syukur. Jadi, memang kapan pun bisa saja perceraian itu terjadi.
BalasHapusUltah pernikahan merupakan momen yang pas buat ngomongin keberlant hubungan. Tentu dengan cara yang bijak, ya. Enggak kebanyakan takut tapi lebih ke memikirkan ke depannya gimana
HapusSelamat ulang tahun pernikahan ya maaaak.. semoga selalu diberkati dengan banyak cinta dan kasih sayang dalam rumah tangganya.. aamiin..
BalasHapusWah... selamat ulang tahun pernikahan ya, Maak.
BalasHapusMemang ya, menikah atau melajang itu sama-sama ada plus minusnya. Semuanya pasti ada tantangan masing-masing.
Dan usia pernikahan yang panjang nyatanya memang tidak selalu menjamin pernikahan akan bisa langgeng ya.
Hal ini jadi bahan untuk renungan juga untuk tetap berusaha jadi lebih baik lagi.
Duh aku sedih juga bacanya tentang gray divorce ini. Juju akupun tahun ini ulang tahun prenikahan ke 18 dan spekat banget dengan banyak catatanmu mba... kalau di agama sy, pernikahan itu ibadah terpanjang krn memang ujiannya juga panjang...
BalasHapusSama ih, fenomena gray divorce biasanya bikin aku mikir lho, udah seumur gitu ngapain pisah? Bukannya tinggal nunggu waktu? Tapi kan kita ngga pernah tahu dapur orang lain yah. Bagaimana mereka yang bertahan selama itu akhirnya jebol juga pertahannya. Yaps, seumur hidup akhirnya terlalu lama. Btw semoga langgeng ya mbaakk, peluk jauhhh 😊
BalasHapusSebagai seseorang yang baru aja menjalin hubungan baru, setelah sebelumnya pernah gagal di hubungan yang kurang lebih sudah berjalan 10 tahun, aku juga jadi belajar banyak tentang cara maintaining relationship Mak. Tapi yang nggak kalah penting adalah tentang mencintai diri sendiri, baik saat sedang berada di dalam suatu hubungan atau nggak. Semoga ulang tahun pernikahan ini jadi kesempatan baik untuk saling refleksi diri juga ya Mak <3
BalasHapusAku suka banget cara Mbak Lisdha ngulik topik yang nggak biasa kayak gini. Gray divorce ini memang kompleks ya, apalagi di usia yang seharusnya fokus menikmati masa pensiun. Insightful banget tulisannya!
BalasHapusSelamat ulang tahun pernikahan kak, wah sebentar lagi sweet seventeen ya
BalasHapusIya ya, lama berumahtangga belum tentu jaminan tetap bersama ya
Istilahnya gray divorce ya
Kalau di kampung, sebenarnya lumayan sering ketemu orang yang sudah tua dan memilih cerai, tapi cerai agama aja. Masing-masing tinggal dengan anak yang berbeda. Kalau ditanya sebab, kurang paham juga sih. Dapur orang kan beda-beda
BalasHapusSelamat ultah pernikahan Mbak..
BalasHapusSemoga menua bersama dengan bahagia, diberkati oleh-Nya dengan kesehatan dan kesuksesan.
Btw, soal gray divorce aku bisa memahami juga mengapa bisa terjadi. Kakakku bercerai dengan suaminya (tepatnya lari pulang ke rumah ortuku) bawa 2 anaknya setelah 20 tahun menikah. Karena sudah tidak kuat lagi kena KDRT baik fisik maupun mental.
Mertua saya adalah salah satu pasangan yang gray divorce, meski anak-anaknya sudah dewasa dan menikah, ini cukup menghancurkan mereka. Bahkan alm ade ipar saya paling kena mentalnya, meski alasan cerai menurut saya masuk akal.. Semacam menahan lelah, menunggu hingga semua kewajiban kepada anak usai. Sebab jika diteruskan bumer merasa perjalanan kosong
BalasHapuswah nenek kakek molly malah hampir divorce di usia lima puluh tahun pernikahan mereka, gara2 berantem hal sepele lagi. krn kakek molly itu pelupa naruh barang hehe
BalasHapusIya mbak, kadang heran juga, sudah lama menikah, kayaknya tidak ada masalah apa2 kok habis itu bercerai. Tapi kita tak pernah tau sih ya ada masalah besar apa yang selama ini mereka simpan.
BalasHapusSelamat ulang tahun pernikahan, ka Lisss..
BalasHapusIkut senang dengan kabar gembira ini dan bener ka Lis... untuk senantiasa merenung dengan fenomena yang terjadi di sekitar.
Tujuannya bukan nambah-nambahin beban pikiran yaa.. tapi memberikan kita sebuah tempat untuk berdiskusi dan sebisa mungkin untuk sama-sama saling memperbaiki kekurangan, bukan saling menyalahkan.
Btw, ka Liiiss..
Foto pertama yang masa muda ituu.. aku pikir MARSHANDA.
MashaAllaa~
Cantiik bangeett, ka Liiss..